Menanggapi hal ini, Didin berharap agar segera ditunjuk petugas pengurus perparkiran yang profesional. Melihat potensinya yang luar biasa besar bagi pendapatan daerah, urusan parkir di Al Jabbar bisa dikatakan harus jadi prioritas. ”Mengambil kerja sama dengan pihak ketiga juga tidak masalah asal profesional dan tepercaya. Jangan sampai ada yang main mata dengan pihak lain yang merugikan pemerintah,” katanya.
Sebagai usulan, ia menyarankan untuk melibatkan forum RW setempat untuk mengelola perparkiran. Dikatakan, ini bisa menjadi win-win solution bagi pengelolaan tempat wisata dan juga masyarakat setempat.
Pelayanan publik
Dia menuturkan, pengelolaan parkir merupakan bagian dari pelayanan publik, di mana kunci pelayanan publik ada lima hal. Pertama, harus tangible (nyata) alias harus ada bukti fisiknya. Bahwa sebuah tempat parkir harus memadai, minimal tertata rapi jika ingin dikenakan tarif.
Kedua, memunculkan empati. Bahwa pengunjung yang diharuskan membayar parkir merasa ringan hati saat menitipkan kendaraannya di lokasi parkir. Oleh karena itu, tidak boleh sembarangan menetapkan tarif parkir di luar aturan.
Ketiga, reliable. Artinya, aturan yang berkenaan dengan pembebanan tarif parkir harus bisa dipahami pemilik kendaraan. Ada tolok ukur dan standar tarif yang masuk akal. ”Jadi, tidak boleh ada kasus getok tarif parkir,” ujar Didin.
Keempat, adanya jaminan keamanan kendaraan dari pengelola parkir bagi kendaraan yang dititipkan. Jadi, seharusnya tidak ada klausul yang menyebutkan setiap kehilangan bukan tanggung jawab pengelola parkir.
Kelima, pelayanan publik harus dinamis, harus bisa menyesuaikan dengan situasi dan kondisi. ”Misal, untuk parkir di Al Jabbar, akses ekonominya luar biasa, pedagang dan masyarakat banyak diuntungkan. Dengan demikian, pemerintah yang bertugas mengelola destinasi seperti ini harus lebih profesional lagi dan memberikan kenyamanan bagi pengunjung,” tuturnya.
Tambal kebocoran
Didin termasuk yang percaya bahwa hingga kini, potensi pendapatan dari parkir di Kota Bandung belum dimaksimalkan. Sejak beberapa tahun terakhir, dia menyebutkan bahwa pemberlakuan terminal parkir elektronik (TPE) berpotensi besar terhadap pemasukan daerah. Akan tetapi, sosialisasi yang masih lemah membuat “kinerja” TPE masih belum optimal.
Menurut dia, sebuah kebijakan akan berhasil jika memberlakukan empat faktor. Keempat faktor itu adalah komunikasi, kesiapan sumber daya, aspek disposisi aparatur, dan struktur birokrasi.