“Hariwang”  di Kaki Gunung Papandayan

- 23 Maret 2023, 20:22 WIB
Ilustrasi Gunung Papandayan.
Ilustrasi Gunung Papandayan. /jelajahgarut

Sementara itu, studi pada tiga desa yang rentan terdampak  bencana: Desa Padaawas, Desa Karyamekar dan Desa Cihawuk terkesan rentan. Desa-desa itu perlu bekerja keras membangun referensi mitigasi dan kesiapsiagaan hadapi bencana.

Potensi Bencana

Menilik kerapuhan bentang alam di Kaki G. Papandayan tersebut, maka  bencana  yang dipicu ketidakramahan cuaca dan curah hujan  (hidrometeorologi) dan erupsi,  adalah jenis bencana yang perlu menjadi perhatian. Sejarah mengkonfirmasi, bahwa erupsi Gunung Papandayan tercatat beberapa kali sejak tahun 1772, dan terakhir meletus tahun 2002 (https://vsi.esdm.go.id) dengan korban yang tidak sedikit. 

Apalagi bencana tanah longsor dan banjir, sangat berhubungan dengan curah hujan tinggi di sekitar kawasan itu. Pada tahun 2022  terjadi tanah longsor sebanyak 255 kali (47%) dan banjir 181 kali (34%), 20 kejadian di antaranya di  Kecamatan Pasirwangi,  lokasi beradanya Desa Padaawas dan Karyamekar tempat kami studi di Kabupaten Garut  (https://infolaras.bpbd.garutkab.go.id). Sedangkan di Desa Cihawuk, Kabupaten Bandung,  longsor terakhir  terjadi  tahun 2022 lalu dan  menimbulkan  kerugian material yang signifikan. 


Bahaya dan kerentanan

Dinamika perubahan tutupan hutan, praktek pertanian yang tidak ramah lingkungan dan kerentanan masyarakat  desa  di kaki Gunung Papandayan, adalah  persoalan  kompleks, yang membutuhkan pendekatan inklusif. Budaya bertani yang cenderung resisten terhadap perubahan. Ancaman  curah hujan yang tinggi dan perubahan iklim. Ditambah sumberdaya yang terbatas dan indikasi saling bersilangnya arah kebijakan pembangunan, membuat   masyarakat dan daerah itu kian rentan.  

Pemerintah  harus lebih gencar sosialisasikan potensi ancaman dan bahaya bencana di sana. Dilanjutkan dengan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dalam  mengurangi resiko, menghindari, bahkan menghadapi bencana. Masyarakat   desa-desa yang potensial terdampak harus menjadi prioritas.

Lalu,  evaluasi  penataan dan pemanfaatan kawasan hutan di wilayah itu juga perlu segera dilakukan.   Diikuti dengan koordinasi para pihak dan promosi  praktek bertanam yang ramah lingkungan dan produktif seperti  agroforestry  (kombinasi tanaman pertanian dan kehutanan).  

Peran para penyuluh, akademisi/peneliti, LSM dan kalangan swasta sangat diperlukan  dalam sosialisasi ini. Demikian juga media massa dan media sosial, karena  kekuatan,  jangkauan dan kecepatan dalam menyebarluaskan informasi.  

Pendekatan penyelesaian masalah

Halaman:

Editor: Huminca Sinaga


Tags

Terkini

Orang Bijak Taat “Dibajak”

31 Maret 2023, 00:00 WIB

Meluruskan Niat Buka Bersama

29 Maret 2023, 21:00 WIB

Syahwat Pamer

29 Maret 2023, 20:54 WIB

Terpopuler

Kabar Daerah

x