Ironi Kegagalan Indonesia Jadi Tuan Rumah U-20

- 30 Maret 2023, 19:30 WIB
Ilustrasi FIFA U-20.
Ilustrasi FIFA U-20. /Twitter
 

KETIKA Gubernur Bali I Wayan Koster menerbitkan keputusan bahwa Bali tidak bersedia menyelenggarakan undian Piala Dunia U-20 2023, sebagian besar masyarakat terkejut dan degdegan. Jangan-jangan akan ada sanksi dari pihak FIFA. Dan terbukti, kekhawatiran itu terjadi. FIFA mencoret Indonesia sebagai penyelenggara Piala Dunia U-20.

Selama empat tahun lebih Indonesia berupaya agar memperoleh kepercayaan FIFA menjadi tuan rumah. Sudah banyak yang dilakukan termasuk pendekatan ke berbagai pihak. Sejumlah stadion pun sudah mendapat persetujuan FIFA, dianggap memenuhi syarat. Sejauh itu tidak ada reaksi, meskipun timnas Israel sudah lolos menjadi salah satu peserta.

Sebagai pecinta sepakbola, pemerintah dan masyarakat  tidak henti-hentinya melakukan berbagai upaya, apakah itu merekrut pemain-pemain muda maupun mendatangkan pelatih dari negeri lain. Selama beberapa tahun terakhir ini dukungan masyarakat juga sangat besar, bisa dikatakan tidak ada stadion yang sepi. Pertandingan-pertandingan Liga-1 selalu ramai. Antusiasme penonton luar biasa.

Yang menjadi harapan masyarakat dan pemerintah hanya satu, ingin menyaksikan timnas PSSI menjadi kebanggaan. Mampu memberikan prestasi tinggi, terutama di turnamen-turnamen internasional. Itulah sebabnya ketika FIFA menunjuk Indonesia sebagai penyelenggara Piala Dunia U-20 2023, harapan pun makin berbunga-bunga, karena timnas Indonesia otomatis lolos.. Inilah pintu masuk yang sudah lama ditunggu. Remaja kita akan menghadapi timnas kelas dunia sehingga diharapkan akan memberikan dampak positif terhadap perkembangan sepakbola Indonesia selanjutnya.

Apa mau dikata, harapan seperti itu, dengan rasa sesal yang luar biasa, harus dikubur dalam-dalam. Rasa bangga yang sempat kita rasakan, berubah menjadi kekecewaan. Bukan sebatas itu malah dihantui perasaan waswas. Dalam pernyataan resminya, FIFA bukan sebatas membatalkan Indonesia sebagai penyelenggara Piala Dunia U-20, tapi juga akan menjatuhkan sanksi lain.

Sesal kita tampaknya akan berkepanjangan. Dampak tragedi stadion Kanjuruhan juga masih membekas dalam ingatan kita, kini datang pula persoalan yang lebih rumit. Yang menjadi penyebab timbulnya semua masalah tersebut, intinya adalah sikap sebagian masyarakat terhadap apa pun yang membawa nama Israel.

Kita paham, secara politis sejak awal kita berempati terhadap perjuangan bangsa Palestina. Pendudukan Israel di Tanah Palestina tidak bisa dibenarkan.

Namun, kita juga tidak boleh mengabaikan situasi terkini, termasuk di Timur Tengah. Perkembangan internasional terus berjalan. Posisi Israel makin jelas. Bukan sebatas Amerika Serikat beserta sekutunya saja yang mengakui Israel. Meski terbilang lambat negara-negara Arab pun satu demi satu membuka hubungan diplomatik dengan negara Yahudi tersebut. Padahal selama puluhan tahun sebelumnya negara-negara tersebut merupakan pendukung utama perjuangan rakyat Palestina. Mengapa terjadi perubahan kebijakan seperti itu? Perkembangan inilah yang tampaknya kurang kita cermati dengan baik.

Antara Indonesia dan FIFA ada perbedaan yang sangat mendasar. FIFA merupakan organisasi yang sangat kuat. Penyelenggaraan turnamen sepak bola yang berada di bawah otoritasnya harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang telah disepakati bersama. Tidak boleh ada pengaruh atau campur tangan dari pihak mana pun, termasuk pengaruh politik.

Sesaat setelah Gubernur Bali menyatakan tidak bersedia menyelenggarakan undian di sana, sempat ada harapan. Undian akan diselenggarakan di tempat lain. Bagi kita, alasan seperti itu sangat masuk akal. Apa salahnya kalau dilangsungkan di wilayah lain di Indonesia. Juga ada opsi timnas Israel akan main di negara tetangga. 

Halaman:

Editor: Huminca Sinaga


Tags

Terkini

Orang Bijak Taat “Dibajak”

31 Maret 2023, 00:00 WIB

Meluruskan Niat Buka Bersama

29 Maret 2023, 21:00 WIB

Syahwat Pamer

29 Maret 2023, 20:54 WIB
x