Tak Bermoralnya Praktik Joki Akademik

- 16 Februari 2023, 14:45 WIB
Persidangan kasus korupsi Universitas Lampung (Unila). Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkapkan lembaganya sering mendapat informasi dugaan korupsi di perguruan tinggi, salah satunya mengenai penerimaan mahasiswa baru.
Persidangan kasus korupsi Universitas Lampung (Unila). Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkapkan lembaganya sering mendapat informasi dugaan korupsi di perguruan tinggi, salah satunya mengenai penerimaan mahasiswa baru. /Antara

 

TIDAK ada asap kalau tidak ada api. Tidak ada joki kalau tak ada yang memanfaatkan mereka. Karena banyak pesanan pembuatan skripsi, tesis, disertasi, serta berbagai artikel ilmiah, mereka semakin eksis. Keberadaan mereka tidak lagi sembunyi-sembunyi yang hanya diketahui dari mulut ke mulut, melainkan terang-terangan. Mereka mengiklankan dirinya di berbagai pojok kota di sekitar kampus. Bahkan iklan mereka mudah diperoleh di berbagai platform media sosial. Mereka adalah “palugada – Apa pun yang lu pesan, dijamin ada.” 

Mau minta dibuatkan judul skripsi, tesis, atau disertasi yang bagus? Pesan saja ke joki tersebut. Niscaya mereka menyiapkan judul terbaru, dan memenuhi standar ilmiah sesuai dengan yang diinginkan. Apalagi hanya judul, sekalian pesan Bab I, Bab II, Bab III, Bab IV, atau kesimpulan pun mereka bisa melayani. Joki ini mampu mengubah hasil penelitian menjadi artikel jurnal yang dibutuhkan para dosen untuk memenuhi beban kinerja dosen (BKD) hingga kenaikan jabatan fungsional, termasuk untuk persyaratan kenaikan ke guru besar.

Kemampuan joki ini memang sangat “mengagumkan”. Mereka mampu melakukan pekerjaan yang sangat spesifik yang menjadi domain orang bergelar profesor. Mereka mampu melakukan updating data, bahkan mampu memasukkan data palsu dengan sangat lembut tanpa ketahuan, kecuali oleh orang yang sangat jeli. Akses mereka terhadap jurnal nasional maupun internasional sangat luar biasa. Para joki benar-benar mampu memasukkan artikel ke dalam jurnal terindeks Sinta maupun Scopus, bahkan mampu menembus Q1. Meskipun belum tentu pernah mengenyam pendidikan Pascasarjana, tapi mereka benar-benar “piawai” mengatasi berbagai persoalan, termasuk mengatasi berbagai deviasi yang mungkin terjadi. Pokoknya, mereka tahu yang kita mau.

Mereka sangat lancar mengubah data kuantitatif sesuai kebutuhan. Kata kuncinya, “asal harganya cocok” data apa pun dipenuhi, toh tinggal memasukkan data, tak harus melakukan survei ke lapangan. Kalaupun harus ke lapangan dan legal, mereka juga siap melakukannya asalkan cocok harga. Mereka juga mampu menyusun penelitian kualitatif dengan sangat bagus meskipun tanpa melakukan observasi ke lapangan, wawancara subjek penelitian, maupun studi dokumentasi. Bahkan mereka mampu melakukan analisis penelitian kualitatif menggunakan software terkini seperti atlas.ti.

Walaupun benar-benar harus observasi ke lapangan, wawancara tokoh atau subjek penelitian dan studi dokumentasi, mereka bakal melaksanakannya dalam tempo sesingkat-singkatnya dengan hasil yang optimal. Asalkan deal harga, mereka bisa membentuk tim penelitian lengkap yang bekerja sangat gesit. Apakah penelitian seperti ini sah? Bukan urusan mereka sah atau tidak. Mereka adalah “pedagang jasa”, asalkan hitungan bisnisnya masuk, mereka akan melaksanakannya sesuai pesanan.

Bolehkah dewan penguji skripsi, tesis, dan disertasi mengesahkan karya ilmiah yang dilakukan joki manakala memenuhi syarat ilmiah? Asalkan tidak ketahuan, silakan. Hukumnya sama dengan ghostwriting, penulis hantu, sah. Ghostwriter adalah penulis karya ilmiah atau karya lainnya tapi tidak mencantumkan nama penulis aslinya, melainkan atas nama pemesannya. Menggunakan jasa ghostwriter, seorang ilmuwan bisa terlepas dari jebakan plagiarisme yang sering menghantui para penulis ilmiah, asalkan ghostwriter-nya piawai dalam penulisan ilmiah.

Meskipun secara formal sah, tapi tidak sah secara moral. Sebab, pendidikan hakikatnya adalah simulasi kehidupan. Baik pendidikan maupun kehidupan harus mengacu kepada standar moral yang sama. Selain hasil, manusia harus mengutamakan proses. Hasil yang baik harus dilakukan dengan cara yang baik. Ijazah yang sah selain dikeluarkan oleh perguruan tinggi yang sah, juga harus diperoleh dengan cara yang sah. Bahwa setiap manusia tidak bisa hidup sendirian tanpa bantuan yang lain, ya. Tapi bantuan tetap harus mengacu kepada standar yang sah, baik secara hukum maupun secara moral.

Mental terabas

Masyarakat Indonesia modern yang saat ini masih mengutamakan hasil ketimbang proses dalam kasus maraknya praktik perjokian pada masyarakat terpelajar semakin membenarkan tesis antropolog masyhur Koentjaraningrat yang tahun 1970-an menyatakan bahwa bangsa Indonesia bermental suka menerabas. Mereka mau melakukan apa pun, termasuk perbuatan ilegal untuk mendapatkan hasil yang mereka inginkan. Dalam suasana modern seperti sekarang ini, memang kita melihat masyarakat Indonesia di perkotaan maupun perdesaan sudah pintar antre untuk mendapatkan layanan. Meski demikian, mental menerabas masih melekat pada individu maupun kelompok, baik dilakukan tidak secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mestinya memudahkan pelayanan, justru disalahgunakan untuk memudahkan kecurangan.

Halaman:

Editor: Huminca Sinaga


Tags

Terkini

Orang Bijak Taat “Dibajak”

31 Maret 2023, 00:00 WIB

Meluruskan Niat Buka Bersama

29 Maret 2023, 21:00 WIB

Syahwat Pamer

29 Maret 2023, 20:54 WIB

Terpopuler

Kabar Daerah

x