Dinilai Tak Sentuh Akar Masalah, Pemusnahan Pakaian Bekas Impor Tak Akan Optimal Perangi Thrifting

21 Maret 2023, 07:18 WIB
Ilustrasi thrifting.* /Satira Yudatama

 

KORAN PR - Kementrian Perdagangan kembali memusnahkan pakaian bekas impor sebanyak 824 bal atau senilai Rp 10 miliar di salah satu gudang di Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Senin 20 Maret 2023. Pemusnahan ini merupakan yang kedua dalam sepekan terakhir.

Jumat 17 Maret lalu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan juga memusnahkan ratusan bal pakaian, sepatu dan tas impor bekas di Pekanbaru Riau. Diduga, ratusan bal pakaian, sepatu dan tas impor itu dipasok dari suplier di Batam.

"Impor itu yang bekas-bekas tidak boleh, kecuali yang diatur. Misalnya, pesawat terbang kita perlu (karena) kalau (beli) baru mahal, bekas itu (pesawat) boleh," kata Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dalam siaran persnya.

Baca Juga: Kemendag Musnahkan 730 Bal Pakaian, Sepatu, dan Tas Bekas Impor Senilai Rp 10 Miliar

Dia mengatakan barang bekas yang dimusnahkan dengan cara dibakar pada hari ini merupakan hasil temuan program pengawasan Kementerian Perdagangan di wilayah Jawa Timur.

Terpisah, pengamat menilai upaya pemerintah dalam memerangi perdagangan pakaian bekas impor diperkirakan tidak akan optimal. Alasannya, langkah pemerintah yang membakar pakaian bekas impor dinilai tidak menyentuh akar permasalahan yang menyebabkan bisnis tersebut tumbuh subur di Indonesia.

“Akar persoalannya tidak selesai. Bisa jadi apa yang dilakukan sekarang cuma sementara, setelah beberapa waktu akan hilang karena memang tidak menyelesaikan akar pokoknya,” ujar Pengamat Pertekstilan Rizal Tanzil, saat dihubungi, Senin 20 Maret 2023.

Baca Juga: Soal Larangan Thrifting, Pedagang Pakaian Bekas Pasar Cimol Gedebage Bandung Minta Solusi

Rizal mengatakan persoalan perdagangan pakaian bekas impor ini harus dilihat dari dua sisi, yakni ekonomi dan lingkungan atau kesehatan. Jika pendekatan pemerintah dalam memerangi bisnis tersebut hanya terfokus pada satu sisi saja maka diperkirakan permasalahannya tidak akan selesai.

Dari sisi ekonomi, lanjutnya, motif utama thrifting di Indonesia adalah ekonomi. Baik karena lebih murah maupun banyak produk dari brand terkenal. Di sisi lain konsumen atau masyarakat Indonesia masih berorientasi pada harga saat membeli barang. “Pemerintah mesti mencari solusi dari sisi ekonomi,” katanya.

Sementara dari sisi lingkungan atau kesehatan, Rizal menuturkan, saat melakukan sidak ke Gedebage pada 2019 silam, ia menemukan saat masih dalam bentuk bal, pakaian bekas impor itu sangat kotor. Pakaian tersebut sangat tidak layak.

Baca Juga: Pemkot Tak Bisa Tutup Usaha Pakaian Bekas

Namun, saat sampai ke konsumen pakaian bekas impor tersebut sudah diolah, misalnya dicuci atau sudah disetrika. Maka dengan pendekatan semacam itu, konsumen tidak mengetahui bagaimana kondisi sebelumnya dari pakaian bekas impor yang diperdagangkan.

“Konsumen tidak tahu karena yang sampai di mereka kondisinya sudah baik, padahal sebelumnya dari proses penyortiran itu lebih banyak yang terbuang dibandingkan yang bisa dipakai,” katanya.

Lebih lanjut, Rizal menyingung, pendekatan yang dilakukan pemerintah saat ini yang membakar pakaian bekas impor tidak tepat. Bahkan, langkah tersebut lebih buruk dibandingkan landfill dan dapat menimbulkan permasalahan lingkungan lainnya.

Baca Juga: Ikatsi Minta Pemerintah Tetap Serius Perangi Impor Pakaian Bekas

“Perlu skema yang jelas bagaimana menyikapi kebutuhan yang selama ini diisi thrift. Perlu ada solusi konkrit,” katanya.

Rizal mengatakan menjamurnya perdagangan pakaian bekas impor juga karena adanya demand. Mengutip data ekspor-impor BPS, nilai impor baju bekas naik signifikan 607,6 persen (yoy) pada Januari-September 2022.

Kuatkan UMKM garmen

Maka jika pemerintah ingin serius memerangi bisnis tersebut salah satu yang perlu dilakukan adalah dengan membangun dan menguatkan UMKM garmen tanah air agar produsen lokal bisa mengisi celah tersebut.

“Barangkali ada juga masalah ketidakpercayaan masyarakat lokal dengan brand lokal kita. Padahal, brand besar internasional itu tidak sedikit yang di produksi di Indonesia. Jadi perlu edukasi ke masyarakat. Masyarakat kita itu kalau menggunakan brand besar lebih pede. Tidak salah tapi tidak tepat. Kualitas itu bukan semata dari brand,” katanya.

Selain edukasi, Rizal mengatakan, upaya yang perlu dilakukan pemerintah adalah meningkatkan kemampuan UMKM tanah air, termasuk melalui e-commerce. Baik dari sisi cara memproduksi dengan baik, bagaimana marketing yang benar sehingga produk berkualitas yang dihasilkan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

Baca Juga: Kata Ibas, Pemerintah Jangan Hanya Larang Thrifting Pakaian Impor Tapi Juga Harus Bantu Industri Pakaian Lokal

“Penting untuk mengedukasi IKM lokal bahwa menjaga kualitas penting. Yang perlu diambil value dari brand, misalnya cara servis layanan, yang bisa menumbuhkan trust ke produk atau brand tersebut,” katanya.

Sementara, Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia Wilayah Jabar Andrew Purnama mengatakan, masalah utama thrifting impor adalah masuknya ke Indonesia dengan cara ilegal. Akibatnya, harganya jauh lebih murah dibandingkan produk tekstil lokal sehingga tidak bisa dibandingkan dengan produk tekstil lokal yang masih dikenakan pajak dan lain-lain. ***

Editor: Kismi Dwi Astuti

Tags

Terkini

Terpopuler