Ramadan Spirit Menguatkan Institusi Keluarga

- 16 Maret 2023, 20:09 WIB
Siska Lis Sulistiani
Siska Lis Sulistiani /

Oleh:
Siska Lis Sulistiani
Dosen Prodi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah Unisba, Founder Isfal Institute

TAHUN 2023 merupakan momentum Ramadan setelah dicabutnya status pandemi oleh pemerintah. Akan tetapi , gejolak tantangan kehidupan masih terus hadir dengan adanya ancaman resesi ekonomi membuat setiap keluarga harus memikirkan solusi terbaik dalam menghadapinya.

Keluarga merupakan institusi terkecil yang sangat penting dalam pembangunan negara. Oleh karena itu, ketahanan keluarga menjadi hal yang sangat penting dalam melahirkan generasi yang kuat dan gemilang. Setidaknya terdapat lima dimensi ketahanan keluarga yaitu aspek legalitas dan keutuhan keluarga, ketahanan fisik, ketahanan ekonomi, ketahanan sosial psikologis, dan ketahanan sosial budaya.

Bahkan, di awal bulan Maret 2023 ini muncul sebuah gagasan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang bekerjasama dengan Kementerian Agama (Kemenag) berkaitan sertifikat Elektronik Siap Nikah dan Hamil (Elsimil), bagi setiap calon pasangan yang akan melangsungkan perkawinan. Hal itu sebagai upaya menyiapkan diri bagi setiap calon pasangan untuk menjadi orangtua yang dapat membesarkan anak-anaknya, salah satunya meminimalisir kasus stunting.

Pernikahan merupakan gerbang awal dalam pembentukan keluarga yang menjadi perhatian besar dalam Islam, sehingga prinsip mempermudah pernikahan merupakan hal yang perlu diperhatikan. Namun, aspek hal lain yang juga menunjang pembentukan keluarga sakinah adalah kesiapan yang baik bagi para pasangan atau calon orangtua dalam membangun keluarga. Hal itu karena dari keluargalah lahir para calon pemimpin bangsa.

Dr Muhammad Iqbal seorang cendikiawan muslim, menyebutkan, jika ibu bertugas menyayangi melimpahi perhatian yang tulus, mengasuhnya dengan penuh kelembutan, serta memberi rasa aman sejak hari pertama kelahiran, maka para ayah dari orang-orang besar meletakkkan visi yang kuat pada diri anak-anaknya seperti yang dicontohkan Luqman Al-Hakim, Nabi Ibrahim as, dan Rasulullah saw dalam keluarganya. Warisan yang paling berharga bagi anak-anak adalah visi hidup, keyakinan kuat, keimanan kokoh , sikap hidup yang baik, dan kesediaan memperjuangkan keyakinan.

Selain itu, dalam menguatkan spirit yang menguatkan institusi keluarga ini mari renungi firman Allah swt dalam QS An-Nisa: 9. “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.

Imam Mujahid menjelaskan, ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan permintaan Sa’ad bin Abi Waqqash ra tatkala sedang sakit keras. Pada saat Rasulullah saw datang menjenguk, Sa’ad berkata, “ Ya Rasulullah, aku tidak memiliki ahli waris kecuali seorang anak perempuan. Apakah boleh menginfakan dua pertiga dari hartaku?” Rasulullah saw bersabda, “ tidak boleh.” “ separuh, ya Rasul?”, “ Tidak,” jawab Rasul lagi. “ Jika sepertiga, ya Rasul?”. Rasul mengizinkan, “ Ya, sepertiga juga sudah banyak.” Rasulullah saw bersabda, “ lebih baik kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan daripada dalam keadaan miskin yang meminta-minta kepada orang lain. “ (HR. Bukhari dan Muslim).

Pelajaran yang dapat dipetik dari sumber hukum Islam yang mulia tersebut yang pertama adalah kita perlu memperhatikan masa depan anak-anak kita. Bahkan, dalam QS An-Nisa: 9 disebutkan kata yakhsya atau rasa takut. Dalam Kitab Al-I’jaaz Al-Bayaan li Al-Qur’aan, karya Ibnu Al-Azruq dijelaskan bahwa kata al-khasyyah-a al-khauf adalah perbuatan rasa takut yang timbul dari dalam hati.

Hal yang membedakannya adalah kalau al-khasyyah, rasa takutnya benar-benar dari dalam hati (tanpa ada unsur paksaan). Sementara kata al-khauf, rasa takutnya tidak murni, melainkan ada unsur paksaan, karena ancaman. Berbekal rasa takut tersebut kita menyiapkan generasi ke depan agar tidak menjadi generasi yang lemah, baik iman, ahlak, pendidikan, jasmani, dan segala aspeknya.

Hal yang kedua adalah takwa kepada Allah swt. Bahwa dalam menguatkan keluarga perlu ketakwaan dalam menghadapi segala ujian dan tantangannya yang jelas tidak mudah supaya tidak mudah masuk ke dalam jurang keputus asaan ataupun kemaksiatan, dan menghadirkan rahmat dalam kehidupan keluarga.

Hal ketiga adalah perkataan yang benar (qaulan sadiidan). Implementasi nilai-nilai ketakwaan di momen Ramadan adalah dengan menjaga lisan dan hanya mengeluarkan perkataan yang benar. Karena dengan qaulan sadiidan sesulit apa pun kita akan menjaga diri untuk tidak mendoakan yang buruk kepada pasangan maupun anak-anak, menghindari segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga baik verbal maupun fisik.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (QS Al-Ahzab:70-71).

Semoga bulan Ramadan tahun ini bisa menjadi yang terbaik bagi kita dan dapat menjadi wasilah kebaikan dalam menguatkan seluruh institusi keluarga di Indonesia.***

Editor: Moh. Arief Gunawan


Tags

Terkini

Makanan Halal dan Tayib

23 Maret 2023, 20:45 WIB

Dusta Menimbukan Petaka

23 Februari 2023, 19:35 WIB

Mempersiapkan Husnul Khotimah

16 Februari 2023, 19:32 WIB

Terpopuler

Kabar Daerah

x