Makanan Halal dan Tayib

23 Maret 2023, 20:45 WIB
/

Oleh:
Muhammad Yunus
Dosen Fakultas Syariah Unisba

DEFINISI makanan halal dan tayib dapat ditinjau dari aspek bahasa dan istilah. Dari sisi bahasa, makanan berasal dari kata tha’am, aklun, dan ghidha’un yang berarti mencicipi sesuatu. menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia makanan adalah segala bentuk yang dapat dicicipi dan dikonsumsi, seperti roti, lauk pauk, dan sebagainya. Sementara halal berasal dari kata halla yahillu hallan wa halalan memiliki arti diizinkan, dibolehkan dan dihalalkan.

Makanan secara istilah dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dikonsumsi, baik berasal dari darat maupun laut. Adapun makanan halal adalah makanan yang diboleh­kan dalam syariat Islam untuk dikonsumsi yakni sesuai dengan penjelasan Alquran dan Hadis Nabi saw.

Dalam Bahasa Arab, tayib merupakan kata dasar dari kata taba yang terbentuk dari kata ta, alif, ba yang berarti lezat, subur, suci, halal, dan membolehkan. Dalam Alquran, kata taba di samping membentuk kata thayyib, dan juga membentuk beberapa bentuk lainnya seperti kata thibna, thibtum, dan thuba.

Menurut pandangan Kalamuddin Nurdin di dalam kamus Syawarifiyyah memberikan pemahaman kata tayib adalah kebajikan, kebaikan, kemulian, keberkahan dan juga nikmat. Al- Raghib al-Ashfahani menjelaskan bahwa kata tayib khusus digunakan untuk mengambarkan sesuatu yang memberikan kelezatan kepada panca indra dan jiwa, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal dan sebagainya.

Ayat Alquran tentang makanan halal dan tayib, “ Hai seka­lian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (QS Al-Baqarah : 168).

Dalam Tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa seruan kehalalan makanan pada ayat ini ditujukan kepada seluruh manusia, apakah beriman kepada Allah atau tidak. Namun demikian, tidak semua makanan dan minuman yang halal otomatis tayib dan tidak semua yang halal sesuai dengan kondisi masing-masing. Ada yang halal dan baik untuk seseorang yang memiliki kondisi kesehatan tertentu, dan ada juga yang kurang baik untuknya, walaupun baik untuk yang lain. Ada makanan yang baik tetapi tidak bergizi dan ketika itu menjadi kurang baik.

Oleh karena itu jelaslah bahwa makanan yang dimakan seorang Muslim hendaknya memenuhi dua syarat yaitu halal artinya diperbolehkan untuk dimakan dan tidak dilarang oleh hukum syariat dan tayib artinya makanan itu bergizi dan bermanfaat untuk kesehatan.

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukur­lah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah”. (QS Al-Baqarah :172)

Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa ayat di atas berbicara tentang perintah Allah swt kepada hamba-hambanya agar memakan dari rezeki yang baik-baik yang telah diberikan kepada mereka, serta agar mereka selalu bersyukur atas rezeki tersebut. Karena memakan dari rezeki yang halal merupakan sebab untuk dikabulkannya doa dan ibadah, dan makan dari barang yang haram dapat menghalangi dikabulkannya doa dan ibadah.

Dalam satu hadis Rasulullah saw mengingatkan akan suatu informasi penting bahwa akan muncul suatu zaman dimana manusia sudah tidak peduli lagi akan rezeki (makanan dan minuman) yang mereka dapatkan apakah dari rezeki yang haram ataukah dari yang halal. Kondisi ini sudah terjadi pada zaman sekarang bahwa banyak manusia sudah tidak peduli lagi akan makanan yang mereka dapatkan tidak melihat aspek halal dan haram yang penting perut kenyang dan nikmat. Inilah yang menjadi salah satu faktor ibadah tidak diterima, doa tidak diijabah, dan meyebabkan sikap manusia berubah menjadi binatang tidak punya rasa malu.

Ada kategori makanan yang halal dan tayib dalam Islam. Pertama, halal secara zatnya. Makanan halal secara zatnya adalah makanan pada dasarnya halal untuk dikonsumsi. Makanan halal dan thayyib sangat banyak dari jenis-jenis makanan, dan sedikit dari jenis-jenis makanan yang haram mengkonsumsinya, karena ada dalil-dalil yang melarangnya. Dan ditetapkan kehalalannya di dalam Alquran dan hadis. Seperti daging ayam, kambing, kerbau, buah kurma, buah apel ,dan lain sebagainya.

Kedua, halal secara memperolehnya. Makanan halal secara perolehannya adalah makanan yang didapatkan dengan cara yang benar. Seperti membeli, bekerja dan sebagainya.

Ketiga, halal secara pengolahannya. Segala sesuatu pada dasarnya dibolehkan,dan akan menjadi haram,dikarenakan pengolahannya yang tidak sesuai. Seperti anggur yang semula halal, tetapi ketika diolah manjadi minuman keras,maka minuman tersebut diharamkan karena dapat merusak akal.

Keempat, halal secara penyajiannya. Makanan halal dan tayib untuk dikonsumsi harus sesuai dengan cara penyajiannya yaitu tidak terdapat segala sesuatu yang dikatagorikan ke dalam benda/makanan yang najis menurut Alquran dan hadis serta tidak mencampurkan antara makanan yang sudah pasti halal dengan makanan yang belum jelas kehalalannya (syubhat).

Kelima, halal secara prosesya. Makanan halal harus sesuai dengan proses memperolehnya yaitu dengan cara yang dibe­narkan oleh syariat Islam, contoh dengan tidak mencuri, merampok, dan sebagainya. Jika prosesnya tidak sesuai dengan ketentuannya, maka makanan tersebut akan menjadi haram dikonsumsi.

Berikut ini dalam hal proses mendapatkan makanan tidak sesuai dengan ketentuan, yang menyebabkan makanan tersebut haram untuk dikonsumsi. Hal yang pertama adalah dalam hal penyembelihannya tidak disebutkan nama Allah swt. Kedua, sembelihan tersebut dilakukan untuk sesaji atau untuk berhala dan terakhir adalah daging hewan yang halal tercampur dengan daging yang haram, walaupun sedikit. ***

Editor: Moh. Arief Gunawan

Tags

Terkini

Makanan Halal dan Tayib

Dusta Menimbukan Petaka

Mempersiapkan Husnul Khotimah

Terpopuler