Syahwat Pamer

- 29 Maret 2023, 20:54 WIB
Ilustrasi flexing culture.
Ilustrasi flexing culture. /The Dispatch

Tidak berlebihan jika Kast (1981) memandang aspek lingkungan seperti diatas. Tidak hanya dalam kehidupan organisasi, namun dalam pergaulan pun perlu disikapi cerdas. Mengelola lingkungan bisa menuntut kecerdasan emosi dan juga sosial agar lingkungan tersebut tidak mengarahkan untuk sombong serta menguatkan syahwat pamer seperti Goleman (2003) tuliskan. Bargaining akan terjadi dengan lingkungan sehingga ketidakmampuan mengendalikannya menunjukkan kelemahan aspek kepemimpinannya.

Mungkin saja pengaruh lingkungan mental tatkala berhadapan dengan sosok pejabatnya. Namun boleh jadi kelemahan sejumlah pejabat ada pada keluarganya. Tidak menutup kemungkinan kelompok lingkungan seperti itu akan menjadi sasaran tembak agar tujuan kelompok kepentingan berhasil tembus melalui otoritas pejabat tertentu. Kondisi ini bisa semakin mengental sejalan dengan kehidupan materialistis yang semakin berkembang serta autisme sosial semakin kuat. 

 

Kesingeran 

Membentuk kesalehan sosial harus diperjuangkan untuk menandingi semangat matre. Kemaslahatan bagi sesama perlu terus dipompakan dalam lingkungan masyarakat. Pendidikan pun jangan diiming-imingi dengan sejumlah kemudahan memperoleh pekerjaan yang mentereng, karena pendidikan membentuk karakter yang bisa bermanfaat bagi masyarakat dan bangsanya. Dengan demikian kesingeran dapat berkembang sehingga terampil dalam memanusiakan sesama secara ikhlas.

Upaya diatas menjadi tidak mudah akibat kemudahan memperoleh sejumlah materi yang branded dan diidolai banyak orang. Bisa saja syahwat pamer tersebut berkembang akibat penciptaan barang seperti itu sehingga syahwat memilikinya menjadi besar. Hal seperti itu menjadi tidak bijaksana dalam kehidupan masyarakat yang masih susah memenuhi kehidupan dasarnya. Untuk itu amalan solihan perlu dibranded agar orang berada gemar beramal solihan ketimbang pamer barang mewah.

Untuk mendorong hal seperti itu, pendidikan menjadi pilar penting untuk digarap. Jika pilar pendidikan terdiri dari sekolah, masyarakat dan keluarga, maka pendidikan anak jangan semuanya diserahkan kepada pihak lain. Tokoh masyarakat yang terdiri dari pemuka agama dan budaya perlu menuntun cara hidup yang ikhlas dan mencintai sesama serta alamnya.

Pemerintah pun perlu mengontrol perilaku birokratnya agar tidak terjebak hedonistik. Dengan sejumlah reward dan sanksi, boleh jadi sudah harus dijalankan reward bagi birokrat dan keluarganya yang maslahat bagi sesama, demikian sebaliknya. Dengan cara seperti itu, kekompakan pemerintah dengan masyarakat akan menghasilkan kontrol untuk menekan syahwat pamer kemewahan, tetapi berubah menjadi syahwat pamer kebajikan agar banyak orang menikmati manfaatnya.

Mungkin semua perlu merenung untuk kemudian beraksi agar makna kesalehan sosial bisa berkembang. Dengan upaya seperti itu, keteladanan elite negeri menjadi utama seperti utamanya tuntunan pemuka agama dan budaya agar apa yang disabdakan berangkat dari apa yang diamalkan. Dimulai dari bulan penuh berkah, shaum, semua bisa dimulai untuk melakukan revisi perilaku agar syahwat pamer kemewahan berubah menjadi pamer kebajikan dengan rezeki yang halalan-toyyiban. ***

 

Halaman:

Editor: Huminca Sinaga


Tags

Terkini

Orang Bijak Taat “Dibajak”

31 Maret 2023, 00:00 WIB

Meluruskan Niat Buka Bersama

29 Maret 2023, 21:00 WIB

Syahwat Pamer

29 Maret 2023, 20:54 WIB
x