Elegi Bawang Putih

- 13 Maret 2023, 17:06 WIB
 
Oleh: Ronny P Sasmita
 
(Analis Senior Indonesia Strategic and Economics Action Institution)
 
BADAN Pangan Nasional melaporkan bahwa tahun ini pemerintah berencana mengimpor bawang putih sebesar 588.000, naik dari 574.000 ton dibanding tahun 2022. Hal itu dilakukan lantaran produksi dalam negeri tidak mencukupi. Artinya, impor bawang putih nyaris sempurna memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia yang sebesar 651.000 ton per tahun alias nyaris mengimpor 100 persen atas tingkat konsumsi nasional.
 
 
Menurut data Kementerian Pertanian,  produksi petani bawang putih di Indonesia pada 2021 hanya 45.000 ton. Angka tersebut turun dari 2020 sebesar 81.000 ton dan 2019 sebesar 88.000 ton. Apalagi, sejak tahun 2012 hingga 2017 total produksi bawang putih berkisar antara 15.000 sampai 21.000 ton.
Lalu,  menurut data BPS, Indonesia merupakan negara importir bawang putih terbesar di dunia dengan rata-rata volume impor bawang putih sebesar 509.621 ton per tahun. Jika dirinci per tahun, pada 2014 Indonesia mengimpor 491.103 ton bawang putih. Selanjutnya, sebanyak 479.941 ton bawang putih impor masuk ke Indonesia pada tahun 2015.
 
 
Adapun pada 2016, Indonesia mengimpor 444.301 ton bawang putih. Angka tersebut meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Pada 2017, Indonesia mengimpor 549.767 ton bawang putih dan pada 2018 meningkat sebanyak 582.995 ton. Kemudian pada 2019 Indonesia mengimpor bawang putih sebesar 472.503 ton.
Impor bawang putih hanya sempat turun pada 2014 hingga 2016. Dikatakan turun tidak berarti terjadi perbaikan fundamental dari sisi kapasitas produksi nasional. Pada faktanya kemampuan produksi domestik untuk bawang putih hanya wara-wiri di angka 5 persenan.  
 
 
Lihat saja dari Data Kementerian Pertanian di tahun 2016 tersebut misalnya yang mencatat konsumsi bawang putih masyarakat pada 2016 mencapai 465,1 ribu ton, sementara produksi hanya sekitar 21,15 ton sehingga terjadi defisit 443,95 ribu ton. 
Kemudian merujuk data tahun 2017 tercatat konsumsi bawang putih mencapai sekitar 482,19 ribu ton sedangkan produksi hanya 20,46 ribu ton sehingga terjadi defisit 461,74 ribu ton. Dari data Kementan tersebut terlihat bahwa kebutuhan bawang putih nasional terus meningkat,  sementara produksi justru menyusut yang membuat defisit bawang putih semakin melebar. 
 
 
Secara pukul rata,  diperkirakan selama tenggang waktu 2017-2021, produksi bawang putih bertengger di angka sekitar 19-20 ribu ton per tahunnya. Padahal konsumsi bawang putih diperkirakan terus meningkat dari 480 ribu hingga 560 ribu ton. Alhasil ada defisit sekitar 480-550 ribu ton hingga 2021.
Angka tersebut tentu saja menjadi sebuah gambaran numerik yang gurih bagi para pelaku impor,  sekalipun secara sosial ekonomi cenderung jarang muncul dalam radar perhatian publik karena bawang putih kurang bernilai strategis apabila dibandingkan dengan beras,  bawang merah,  daging sapi,  alih-alih dengan minyak. 
Bagaimana tidak,  secara rata-rata setiap orang Indonesia hanya butuh bawang putih satu kilogram dalam setahun.
 
 
 Mari kita lihat,  jika jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 261,89 juta pada tahun 2018 misalnya dan konsumsi bawang putih sebanyak 482,19 ribu ton, maka konsumsi per kapita bawang putih mencapai hanya 0,18 kg/tahun. 
Namun sialnya,  karena keremehan tersebut,  kita akhirnya hanya punya luas lahan yang menghasilkan panen bawang putih sekira 2,42 ribu ha dengan produktivitas 8,45 ton/ha. Boleh jadi sebagian lahan tersebut hanya lahan basa-basi dari para importir untuk memenuhi kualifikasi layak impor,  yakni harus menanam bawang putih sekira lima persen dari volume yang diimpor. 
Secara kasat mata, bisnis bawang putih terlihat remeh. Padahal bumbu dapur yang banyak terserak di los-los becek pasar tradisional tersebut merupakan bisnis yang sangat gurih jika dilihat secara detail.  
Jadi, kondisi fundamental bawang putih yang memang sudah seperti itu atau mungkin sengaja dibiarkan seperti itu.
 
Pembatasan impor merupakan pembatasan langsung atas jumlah barang yang boleh diimpor dengan alasan untuk melindungi produksi dalam negeri.
Pemaknaannya tampak sangat statis,  yang berakibat angka produksi bawang putih nasional sangat terlindungi,  selalu berkisar di angka yang sangat kecil secara konsisten dan terus-menerus.  Pemerintah via Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan ibarat memuseumkan angka produksi bawang putih nasional,  melindungi dan memproteksi agar tetap dikisaran yang terus kecil,  lalu di waktu yang bersamaan memelihara para importir di luar museum dengan sistem kuota impor. 
Tapi, apa hendak dikata, kemauan politik sudah hilang sedari dulu, dilenyapkan oleh jurus maut para oligarki importir. Walhasil, bawang putih yang kita konsumsi pun harus didatangkan dari lahan petani negara lain, tanpa memberi peluang sedikitpun kepada petani kita untuk memproduksinya.
Sungguh sangat kontras dengan janji Jokowi sejak pertama kali berkuasa, yang menekankan urgensi ketahanan bahan pangan nasional dalam menghadapi situasi ekonomi dunia yang semakin tak pasti. 
 

Editor: Huminca Sinaga


Tags

Terkini

Orang Bijak Taat “Dibajak”

31 Maret 2023, 00:00 WIB

Meluruskan Niat Buka Bersama

29 Maret 2023, 21:00 WIB

Syahwat Pamer

29 Maret 2023, 20:54 WIB

Terpopuler

Kabar Daerah