Platformisasi Penyiaran Publik

- 12 Maret 2023, 18:12 WIB
 

Oleh  :  Hemat Dwi Nuryanto    

Lulusan Universite de Toulouse Prancis, Chairman & Founder Zamrud Group.

 

 
HARI Musik Nasional baru saja kita peringati pada 9 Maret lalu  Peringatan itu ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2013. Dalam Keppres dinyatakan bahwa musik adalah ekspresi budaya yang bersifat universal dan multidimensional yang merepresentasikan nilai-nilai luhur kemanusiaan serta memiliki peran penting dalam pembangunan.

Latar belakang ditetapkan 9 Maret sebagai hari musik karena bertepatan dengan tanggal lahir dari pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya WR Soepratman. Tujuan utama hari musik meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap musik Indonesia, meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi para musisi, serta untuk meningkatkan prestasi dan nilai tambah ekonomi bagi musik Indonesia secara nasional, regional dan internasional.

Musik nasional membutuhkan ekosistem yang baik untuk berkembang dan berdaya guna segenap bangsa. Peringatan Hari Musik merupakan momentum untuk menuntaskan program Platformisasi Lembaga Penyiaran Publik ( LPP ) RRI. Platformisasi itu pada tahap awal dilengkapi dengan fitur musik, radio, podcast dan video telah diluncurkan dengan nama RRI Play Go. Transformasi digital LPP yang mencakup Disruption, Collaboration, and Innovation, di masa depan relevan dengan tren Internet of ThingArtificial Intelligence dan Voice Computing. Transformasi digital LPP memerlukan Roadmap atau peta jalan yang akan mempercepat aspek  collaboration ( Co-Creation, Co-Execute, Co-Operate).

Platformisasi sangat membantu LPP melakukan agregasi konten lokal yang kondisinya saat ini bercerai berai alias tidak terkelola dengan baik. Digitalisasi konten lokal termasuk konten musik tradisi sangat penting di masa mendatang. Musik tradisi yang dimiliki oleh berbagai daerah bisa diagregasi lewat platform RRI Play Go. Dengan platform ini warisan musik tradisi hingga musik perjuangan biasa diapresiasi lebih lanjut melalui platform itu.

Keniscayaan, Indonesia membutuhkan super platform pasar budaya yang fungsinya tidak hanya menjadi pajangan produk budaya yang dikomersilkan lewat e-commerce. Tetapi super platform tersebut juga mampu menyiarkan produk budaya dengan nilai seni dan kaidah jurnalistik yang bagus.Super platform itu juga bisa menjadi wahana apresiasi publik secara digital yang memiliki jangkauan hingga hiperlokal atau mengakar hingga ke kampung-kampung.

LPP sebaiknya bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan membentuk Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Musik Tradisi Nusantara sebagai bentuk komitmen perlindungan terhadap musik tradisional Indonesia.

Perlu pendataan musik tradisi Nusantara secara digital sebagai upaya untuk melindungi kekayaan intelektual para musisi tradisi. Para penggiat budaya tradisi yang selama ini dekat dengan stasiun RRI daerah seperti misalnya perkumpulan Karawitan Indonesia perlu tata kelola. Signifikansi tata kelola musik tradisi sejalan dengan semangat Undang-undang Pemajuan Kebudayaan di mana pemerintah memfasilitasi pencatatan dan dokumentasi musik tradisi nusantara sebagai bagian dari objek pemajuan kebudayaan. Upaya penguatan musik tradisi nusantara meliputi aspek perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan.

 

Royalti

Platformisasi sangat membantu Pembentukan LMK Musik Tradisi juga mengakomodir perlindungan paten bagi pencipta, pemain hingga produser musik tradisi Nusantara. Diharapkan mekanisme pendataan musik tradisional semakin tertata dengan baik, sehingga tidak hanya membantu musisi tradisional dan melestarikan budaya tradisi tetapi juga memajukannya.

Presiden Jokowi telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan atau Musik. Penerbitan PP tersebut pun mendapatkan sambutan baik dari para musisi Indonesia, karena dianggap akan memperkuat isi Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 mengenai Hak Cipta.

Sebagaimana diatur oleh Pasal 38 UU Hak Cipta, dikatakan bahwa hak cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh negara, dan negara wajib inventarisasi, menjaga, dan memeliharanya. Dalam bagian penjelasan Pasal 38 UU Hak Cipta, ekspresi budaya tradisional meliputi musik, yang mencakup di dalamnya vokal, instrumental, atau kombinasinya.

Mestinya lagu daerah termasuk sebagai ekspresi budaya tradisional. Oleh karena itu, dalam hal lagu-lagu daerah memiliki suatu hak cipta, hak cipta tersebut dipegang oleh negara dalam hal ini sebaiknya oleh LPP RRI yang telah melakukan transformasi digital.

Sebagai pemegang hak cipta dari lagu-lagu daerah tersebut, seharusnya negara dapat menarik royalti atas penggunaan lagu-lagu daerah secara komersial.Sayangnya sejauh ini pemerintah masih belum mampu menggalakkan penagihan royalti secara efektif meskipun sudah ada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional Pencipta (LMKNP) khusus untuk melakukan hal itu.

Bandung merupakan salah satu kota musik yang punya andil besar dalam perkembangan industri musik di tanah air. Banyak musisi dan komunitas dengan berbagai aliran musik lahir di kota kembang ini. Pada tahun 2015, UNESCO mengumumkan bahwa Kota Bandung masuk kedalam kategori kota kreatif dari 47 kota di seluruh belahan dunia.Saatnya meneguhkan Bandung sebagai kota musik sekaligus sebagai destinasi wisata musik. Untuk mewujudkan wisata musik dibutuhkan infrastruktur berupa gedung pusat musik. Sayangnya di Kota Bandung belum memiliki gedung yang sesuai dengan standar global.Infrastruktur gedung yang selama ini dijadikan tempat diselenggarakannya pertunjukan musik di Kota Bandung yaitu Sasana Budaya Ganesa (SABUGA Convention Center). Namun gedung ini spesifikasinya belum sesuai sebagai concert hall. ***

 

 

Editor: Huminca Sinaga


Tags

Terkini

Orang Bijak Taat “Dibajak”

31 Maret 2023, 00:00 WIB

Meluruskan Niat Buka Bersama

29 Maret 2023, 21:00 WIB

Syahwat Pamer

29 Maret 2023, 20:54 WIB