Membenahi Pantai Selatan

- 8 Maret 2023, 18:35 WIB
kawasan pantai selatan tidak selamanya berbau mistis atau menakutkan seperti itu. Di balik keangkerannya, kawasan ini menyimpan dan bahkan sudah menjadi sasaran destinasi pariwisata,
kawasan pantai selatan tidak selamanya berbau mistis atau menakutkan seperti itu. Di balik keangkerannya, kawasan ini menyimpan dan bahkan sudah menjadi sasaran destinasi pariwisata, /ResearchGate

Oleh : Kunto Arief Wibowo

(Pangdam III Siliwangi)

 

APA yang terpikir jika menyebut Pantai Selatan Jawa? Mistis. Ya itulah stigma umum jika sudah menyebutkan kata-kata ini. Tentu saja ini memiliki faktor penyebab yang muncul seiring perkembangan masyarakat dan berbagai dinamika sejarah didalamnya. Kedigdayaan seorang Ratu Pantai Selatan sudah kadung menjadi cerita umum, terkenal ke seantero jagat, menghadirkannya bagaikan sosok nyata.

Namun, jika ditelisik lebih jauh, kawasan pantai selatan tidak selamanya berbau mistis atau menakutkan seperti itu. Di balik keangkerannya, kawasan ini menyimpan dan bahkan sudah menjadi sasaran destinasi pariwisata, baik domestik maupun internasional. Pantai Anyer, Ujung Genteng, Geopark Cileuteuh, Ranca Buaya, Pantai Guha, Sarang Heulang, Santolo/Pameungpeuk, dan tentu saja Pangandaran. 

Sebagai sebuah kawasan pesisir, sektor ekonomi masyarakat di Pantai Selatan sebenarnya lebih dominan sebagai nelayan. Data laporan ekonomi Bank Indonesia tahun 2022 menyebutkan bahwa banyak sektor perikanan yang bisa dikembangkan pada kawasan ini, terutama budidaya udang dan perikanan lainnya. Nilainya cukup fantastis, mencapai lebih dari Rp 3 triliun.

Akan tetapi, fakta-fakta lain juga menunjukkan bahwa daerah pesisir selatan ini masih menyimpan persoalan, terutama kemiskinan. Beberapa kabupaten kemudian menjadi penyumbang angka kemiskinan untuk Jawa Barat, di antaranya Tasikmalaya, Garut, Indramayu, dan beberapa wilayah lain. Masalah mendasar di masyarakat bukanlah ada atau tidak adanya mata pencaharian, tetapi lebih pada mengoptimalkan sumber ekonomi yang ada. Modernisasi dan inovasi sektor ekonomi, itulah kunci masalah.

Inilah yang kemudian menjadi analisis penting, yang disebut Ekonomi Kerakyatan. Gagasan ini sudah disampaikan oleh Bung Hatta di awal pendirian negara ini. Inti dari gagasan ini adalah bagaimana membangun sebuah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan rakyat itu sendiri. Meminjam gagasan dari Sumawinata (2004) bahwa ekonomi kerakyatan adalah kegiatan yang dapat memberikan kesempatan luas bagi seluruh rakyat untuk berpartisipasi dan mengembangkan dirinya berdasarkan pada kekuatan yang dimilikinya sendiri.

Menjadi pertanyaan, jika seluruh potensi alam ada dan tersedia di sebuah masyarakat, mengapa mereka masih tidak mampu mencukupi hidupnya sendiri dengan baik dan layak? Beberapa alternatif bisa dimunculkan. Pertama, faktor internal masyarakat itu sendiri. Sikap malas, cukup puas dengan apa yang ada, tidak mau berkembang, dan sebagainya. Kedua, karena persaingan yang kuat terutama dengan pihak luar, dimana mereka tidak mampu berkembang, justru pihak luar (investor) yang banyak mendapatkan keuntungan. Ketiga, lemahnya daya saing karena tidak memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor ekonominya. Tidak punya keahlian, tidak punya akses, apalagi teknologi, menjadi momok besar. Keempat, bisa jadi karena adanya struktur besar yang menyebabkan masyarakat selalu sebagai konsumen, penikmat, sehingga mereka sulit untuk mandiri.

Halaman:

Editor: Huminca Sinaga


Tags

Terkini

Orang Bijak Taat “Dibajak”

31 Maret 2023, 00:00 WIB

Meluruskan Niat Buka Bersama

29 Maret 2023, 21:00 WIB

Syahwat Pamer

29 Maret 2023, 20:54 WIB