Berakhirnya Era Ongkos Haji Murah

- 3 Maret 2023, 07:17 WIB
 
SETIAP muslim pasti berkeinginan menyempurnakan ke-Islam-annya dengan menunaikan ibadah haji. Berhaji memiliki syarat wajib, yakni mampu (istitho’ah) dari segi kesehatan dan keuangan, serta keamanan dalam perjalanan. Kewajiban berhaji akan gugur apabila calon jemaah tidak memenuhi syarat istitho'ah tersebut.
 
Berdasarkan Permenkes Nomor 15/2016, istitho’ah kesehatan didefinisikan sebagai “kemampuan jemaah haji dari aspek kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang terukur dengan pemeriksaan yang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga jemaah haji dapat menjalankan ibadahnya sesuai tuntunan agama Islam”. 
 
Pemenuhan syarat istitho’ah keuangan belum ada ukuran pemenuhannya. Secara umum istitho’ah keuangan merujuk pada kemampuan calon jemaah membayar biaya perjalanan dan perbekalan selama berhaji. 
 
Struktur Biaya Haji
Untuk mendapat nomor antrian, jemaah harus membayar setoran awal Rp 25 juta dan pada tahun keberangkatan membayar setoran lunas bervariasi menurut embarkasinya. Setoran awal dan setoran lunas yang dibayar jemaah dulu disebut Ongkos Naik Haji (ONH), kini disebut Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih). 
 
Ketika berhaji belum antrei dan jemaah dapat berangkat pada tahun mendaftar, ONH atau Bipih mencerminkan biaya riil haji. Dengan meningkatnya pendaftar haji terbentuklah antrian dan terakumulasi dana setoran awal. 
 
Berdasarkan UU Nomor 34/2014, akumulasi setoran awal berpotensi ditingkatkan nilai manfaatnya guna mendukung penyelenggaraan ibadah haji yang lebih berkualitas melalui pengelolaan keuangan haji yang efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan sesuai perundang-undangan. Untuk mengelola setoran awal dibentuklah Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). 
 
UU Nomor 34/2014 mengamanatkan BPKH membagikan nilai manfaat pengelolaan setoran awal kepada rekening virtual jemaah tunggu secara periodik, yang persentasenya ditetapkan setelah mendapat persetujuan DPR. Dalam hal akumulasi saldo setoran jemaah lebih besar daripada Bipih pada tahun keberangkatan, BPKH wajib mengembalikan selisih lebihnya.
 
Selain biaya yang dibayar jemaah, terdapat biaya lain yang dibebankan pada nilai manfaat pengelolaan setoran awal yang dulu disebut indirect cost. Keseluruhan biaya yang dibayar jemaah dan yang bersumber dari nilai manfaat merupakan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). 
 
Alokasi Nilai Manfaat
Prosesi ibadah haji dilaksanakan di Arab Saudi dan sekitar 90% biaya dibayarkan dalam US$ dan SAR. Dengan tingkat inflasi RI yang lebih tinggi dibanding inflasi Arab Saudi, dan adanya depresiasi Rupiah terhadap US$ dan SAR, merupakan keniscayaan BPIH dalam Rupiah akan naik setiap tahun. 
 
Sejauh ini, kenaikan BPIH tidak selalu diikuti kenaikan Bipih dengan tingkat yang sama. Kondisi tersebut menyebabkan porsi Bipih terhadap BPIH per jemaah berangsur turun, dan sebaliknya alokasi nilai manfaat untuk mendukung biaya jemaah meningkat. 
 
Akibatnya, nilai manfaat yang dibagikan ke rekening virtual jemaah tunggu proporsinya juga menurun. 
 
Pola alokasi nilai manfaat beberapa tahun terakhir dipandang tidak adil bagi jemaah tunggu, mengandung unsur ponzi, dan berdampak pada keberlangsungan keuangan haji. Karenanya, pola tersebut perlu mulai diubah pada musim haji tahun 2023.
 
Saldo Setoran 
Banyak pihak memandang masa tunggu haji yang mencapai puluhan tahun memungkinkan setoran awal berkembang secara signifikan untuk menutup biaya yang harus dibayar jemaah saat keberangkatan. Namun, pandangan ini didasari asumsi pembagian nilai manfaat dilakukan sejak jemaah masuk daftar tunggu dan pembagiannya proporsional terhadap seluruh jemaah. 
 
Sementara pembagian nilai manfaat ke rekening virtual jemaah tunggu, baru diamanatkan dalam UU Nomor 34/2014 dan terealisasi pada tahun 2018. Pembagiannya pun masih belum proporsional untuk seluruh jemaah.
 
Bauran Kebijakan
Usulan Kementerian Agama terhadap nominal dan porsi Bipih untuk musim haji tahun 2023 telah memantik pembahasan yang luas terkait struktur biaya haji dan alokasi nilai manfaat pengelolaan setoran awal. 
 
Dalam Kesimpulan RDP, DPR meminta Pemerintah mengambil bauran kebijakan terkait Bipih dan BPIH yang meliputi: 1. merevisi besaran setoran awal pendaftaran haji; 2. rasionalisasi Bipih secara berkala sesuai kondisi perekonomian; 3. mendorong jemaah tunggu mencicil setoran lunas secara periodik hingga mendekati besaran Bipih; 4. mengupayakan tambahan kuota yang dialokasikan kepada jemaah reguler dengan pembebanan sebesar BPIH/jemaah (biaya riil haji); dan 5. berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memanfaatkan kuota tidak terserap tahun berjalan.
 
Penutup
Kerajaan Arab Saudi (KSA) memiliki Visi Saudi 2030 yang merupakan gagasan mengurangi ketergantungan pada minyak bumi, mendiversifikasi ekonomi, serta mengembangkan sektor layanan umum, termasuk infrastruktur dan pariwisata. Berkenaan haji dan umroh, KSA berencana meningkatkan kapasitas, kualitas, dan kecepatan layanan bagi jemaah haji dan umroh. 
 
Haji dan umroh yang sebelumnya kental dengan nuansa hubungan antar Pemerintah (G to G) mulai bergeser menjadi komersialisasi dan swastanisasi yang mengarah ke Business to Government dengan ditandai kenaikan beberapa tarif dan biaya. 
 
Berpijak perkembangan itu, biaya haji ke depan sepertinya tidak lagi murah. Oleh karena itu, pemahaman syarat istitho’ah menjadi penting. ***
 
Oleh: Hari Prasetya
Deputi Perencanaan dan Pengkajian BPKH
 
 

Editor: Huminca Sinaga

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Terkini

Orang Bijak Taat “Dibajak”

31 Maret 2023, 00:00 WIB

Meluruskan Niat Buka Bersama

29 Maret 2023, 21:00 WIB

Syahwat Pamer

29 Maret 2023, 20:54 WIB

Terpopuler

Kabar Daerah

x