Banalitas Kejahatan dan Martabat Negara

- 2 Maret 2023, 08:15 WIB

BELAKANGAN ini, kekerasan fisik dan kekerasan sosial semakin merebak terjadi di Indonesia. Mencuatnya kasus kekerasan fisik yang dilakukan Mario Dandy Satriyo (MDS) kepada David merupakan tindakan yang biadab. Menendang kepala hingga keras dan sadis hingga menyebabkan David anak dari pengurus GP Ansor tersebut luka parah. Perlakuan tersebut cukup menggambarkan bahwa martabat manusia dan martabat pejabat negara sudah sedemikian dilecehkan. Manusia sudah tidak lagi menghargai sesamanya.

Jack D Douglas dan Frances Chaput Waksler menyebutkan bahwa kekerasan dapat digunakan sebagai istilah yang menggambarkan perilaku, baik yang bersifat terbuka, menyerang ataupun bertahan, yang disertai penggunaan kekuatan terhadap orang lain. Ada empat jenis kekerasan. Pertama, kekerasan terbuka, bentuk kekerasan yang dapat dilihat. Kedua, kekerasan tertutup, kekerasan tersembunyi atau kekerasan yang tidak dilakukan langsung seperti tidak mengancam. Ketiga, kekerasan agresif, kekerasan yang dilakukan untuk tidak mendapatkan sesuatu. Keempat, kekerasan defensive, kekerasan yang dilakukan sebagai tindakan perlindungan diri.  Kekerasan agresif maupun defensive dapat bersifat terbuka atau tertutup.

Kekerasan di Indonesia hampir terjadi setiap hari. Aturan hukum dan Undang-undang 1945, NKRI dan Pancasila seolah-olah tidak dijadikan petunjuk bagi masyarakat Indonesia dalam berperilaku dan bertindak terhadap sesamanya. Perilaku kekerasan-kekerasan horizontal itu tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan aturan hukum yang telah ada. Intensitas kekerasan yang cukup tinggi di Indonesia, telah menunjukkan bahwa manusia Indonesia telah menegasikan hukum, dan menganggap bahwa hidup di negara Indonesia bebas melakukan pembantaian dan anarkisme.     

Hannah Arendt dalam Eichmann in Jerusalem : Report in Banality of Evil (1963), mengungkapkan bagaimana peran negara dan hukum itu mampu mencegah kejahatan dan kekerasan di Indonesia. Namun, faktanya kekerasan telah menjadi sesuatu yang dianggap lumrah.  Kekerasan yang dianggap banal karena peran negara tidak berfungsi dalam melakukan upaya pencegahan dan penelusuran aktor kekerasan.  Ketika negara tidak mampu mengusut pelaku kekerasan secara tegas, maka kekerasan itu akan menular.  

Oleh karena itu, peran negara harus kuat tanpa tanding, sehingga dapat memastikan, memaksakan ketaatan para anggota masyarakat Indonesia terhadap peraturan yang dibuatnya. Negara harus mampu menjaga martabat sebagai negara hukum dan negara harus mampu memberikan rasa aman bagi warganya. Fungsi negara adalah menetapkan aturan-aturan yang mengikat dan menjamin suatu kehidupan bersama.  Hukum harus ditegakkan secara tegas, tidak boleh pandang bulu apakah dia anak pejabat, juga harus dijatuhi sanksi hukum sesuai dengan pelanggarannya. 

Dengan demikian, kejahatan dan kekerasan yang sampai hari ini masih terjadi Indonesia seperti konflik-konflik horizontal seperti penganiayaan, pembunuhan, pembantaian dan perampasan hak milik serta pembakaran. Itu semua di disadari atau tidak, jika aksi kekerasan dan kejahatan itu tidak dihentikan dan dicegah sejak dini. Fenomena kekerasan itu jelas akan menular ke masyarakat dan pola kekerasan itu akan dicontoh oleh masyarakat. 

Kekerasan yang dilakukan MDS terhadap David itu mempertontonkan hadirnya banality of evil. Kekerasan itu sangat berbahaya jika dibiarkan secara terus menerus. Pertanyaan secara filosofis adalah apakah jalan ke luar agar manusia manusia Indonesia  tidak terlibat banalitas kejahatan ? Hal yang perlu dilakukan oleh masyarakat Indonesia adalah kemampuan  manusia dalam berpikir dan menilai secara kritis yang mampu menyelamatkan manusia agar tidak terlibat banalitas kejahatan, yang hanya dapat diperoleh dengan cara dialog antara “Aku dan Diriku”, sebagaimana dikatakan Hannah Arendt. Manusia-manusia Indonesia harus mampu mencegah sikap sadisme dan kekerasan serta pembantaian manusia dengan sesamanya dengan selalu berpikir kritis dan berdialog dengan dirinya. 

Dengan demikian, kondisi di Indonesia memperlihatkan para pelaku kekerasan memiliki kedangkalan berpikir dan ketidakmampuan menilai secara kritis. Mereka menganggap pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia  dan pembantaian dengan senjata merupakan hal yang biasa, lumrah dan wajar. Artinya baik aparatur negara maupun masyarakat sipil dapat terlibat dalam kekerasan dan banalitas kejahatan. Manusia–manusia Indonesia tidak mempunyai hati nurani dan tumpul nalarnya dalam melakukan tindakan kejahatan. Pelaku kejahatan sebagai warga negara sudah tidak menghargai adanya “hukum”,  hukum mulai diterabas oleh tindakan kekerasan tanpa memperhitungkan konsekuensi dari tindakannya. Banalitas kejahatan dapat dilakukan oleh siapa saja, sejauh manusia yang bersangkutan telah kehilangan nurani dan kemampuan berpikir kritis, termasuk oleh kalangan intelektual. 

Dengan demikian, negara harus berfungsi dan menata kembali aturan hukum untuk menjaga martabat bangsa Indonesia dengan adanya banalitas kejahatan yang dilakukan oleh pelaku kekerasan. Ketahanan nasional dan keamanan dalam melindungi warganya ini merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh Polri dan TNI. Maka dari itu, pelaku kekerasan fisik yang dilakukan MDS terhadap David harus dapat ditegakkan agar martabat negara Indonesia bisa terjaga. ***

 

Oleh : Syahrul Kirom, M.Phil

Halaman:

Editor: Huminca Sinaga

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Terkini

Orang Bijak Taat “Dibajak”

31 Maret 2023, 00:00 WIB

Meluruskan Niat Buka Bersama

29 Maret 2023, 21:00 WIB

Syahwat Pamer

29 Maret 2023, 20:54 WIB