Alarm Deindustrialisasi 

- 23 Februari 2023, 22:05 WIB

 

 

PERINGATAN Hari Pekerja Indonesia ke-50 baru saja diselenggarakan pada tanggal 20 Februari 2023. Peringatan kali ini diwarnai dengan bunyi alarm deindustrialisasi yang mulai menyala lebih dini. Industri manufaktur nasional disebut mulai mengalami gejala deindustrialisasi dini. Organisasi serikat pekerja perlu mengkaji lebih lanjut dalam forum LKS Tripartit.

Alarm itu dinyatakan oleh Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri yang menilai, kontribusi industri manufaktur terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) terus menurun. Pada kuartal III 2022 kontribusinya sebesar 18,3 persen, sementara pada 2021 mencapai 29,1 persen.

Kinerja industri manufaktur nasional ke PDB pun masih di bawah Cina, Korea Selatan, Thailand, dan Malaysia. Jika industri melemah, menyebabkan lapisan buruh formal relatif sedikit. Kontribusi ekspor produk manufaktur ke kinerja ekspor Indonesia pada 2021/2022 lebih rendah dibandingkan beberapa negara lain. Mengutip data Bank Dunia dalam World Development Indicators, kontribusi ekspor barang manufaktur Indonesia pada 2021 sebesar 44,9 persen. Angka itu lebih rendah dibandingkan rata-rata kontribusi ekspor manufaktur negara berpendapatan menengah atas atau upper middle income yang sebesar 81,5 persen.

Tak bisa dimungkiri, beberapa sektor industri nasional sekarang ini kalah bersaing karena lemahnya faktor agilitas atau kegesitan. Hal itu bisa dilihat dari kondisi produksi industri pengolahan sektor TPT yang sangat memilukan. Padahal, industri tekstil Indonesia masih berorientasi domestik dibanding ekspor. Selain itu, industri tekstil yang berorientasi domestik ini di satu sisi belum memenuhi syarat kualitas barang untuk bisa diekspor. Artinya, kalau pasar domestik diisi oleh barang-barang impor yang notabene harganya jauh lebih murah, tentu tidak ada pilihan lain bagi pebisnis tekstil nasional selain menutup industrinya.

Di sisi lain, impor kain dengan harga yang lebih murah membuat produk domestik kurang bisa bersaing. Menurut data Ikatsi, rata-rata pertumbuhan ekspor dalam kurun 10 tahun, ekspor TPT nasional naik 3 persen, sedangkan impor naik 10,4 persen.

Perlu dicermati perlambatan sektor manufaktur di beberapa belahan dunia. Selama ini kita hanya bisa mengelus dada melihat berbagai produk termasuk mesin-mesin produksi untuk keperluan industri pengolahan sebagian besar diimpor dari luar, utamanya dari Tiongkok. Sedangkan inovasi teknik mesin di negeri ini pada saat ini baru sebatas kegiatan di bengkel-bengkel kecil.

Ironisnya, alarm diindustrialisasi itu justru pada saat Indonesia belum siap menghadapi Industri 4.0 sehingga menimbulkan dilema ketenagakerjaan. Dalam ekosistem Industri 4.0, proses bisnis bergerak sangat dinamis sehingga memungkinkan terjadinya perubahan proses, bahkan hingga saat-saat akhir sebuah proses produksi. Era di atas menghasilkan cara-cara baru untuk menciptakan nilai dan model bisnis baru. Hal ini akan menumbuhkan usaha rintisan dan UMKM untuk menyediakan layanan di sisi hilir produksi.

Istilah Industri 4.0 dimunculkan pertama kali pada tahun 2011 di Jerman. Penggunaan teknologi internet, informatika serta otomatisasi produksi secara terintegrasi membentuk sebuah sistem yang bernama Cyber Physical System (CPS) adalah hakikat era revolusi industri keempat. Yang ditandai dengan fenomena digitalisasi total sektor manufaktur.

Halaman:

Editor: Huminca Sinaga

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Terkini

Orang Bijak Taat “Dibajak”

31 Maret 2023, 00:00 WIB

Meluruskan Niat Buka Bersama

29 Maret 2023, 21:00 WIB

Syahwat Pamer

29 Maret 2023, 20:54 WIB