Alarm Harga Beras

- 16 Februari 2023, 23:05 WIB
 
SEJUMLAH media di Indonesia melaporkan dalam beberapa waktu ke depan, harga beras diprediksi bisa bergerak naik atau menuju keseimbangan baru. Saat ini, harga beras di dalam negeri masih melanjutkan tren naik di tengah mulai masuknya beras impor ke dalam negeri untuk cadangan beras pemerintah.

Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat, harga beras premium pada Kamis (5/1/2023) di level Rp13.100 per kg dan beras medium Rp11.300 per kg. Angka ini naik dibandingkan sebulan lalu, 6 Desember 2022, yang tercatat di Rp12.900 per kg beras premium dan Rp11.000 per kg beras medium.

Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Zulkifli Rasyid mengatakan. saat ini stok beras di tempatnya hanya sekitar 13.000 ton. Stok itu hanya cukup sampai 5 hari jika dibagi berdasarkan rata-rata kebutuhan yang mencapai 3.000 ton/hari.

Kondisi semacam ini benar-benar sangat merisaukan. Pemerintah perlu lebih serius dalam melakukan pengendalian harga beras. Artinya, tanpa ada pengaturan yang maksimal dalam mengendalikan harga beras di pasar, sebesar apa pun beras yang digelontorkan ke pasar, sangatlah sulit untuk mengerem harga beras untuk tidak terbang tinggi.

Di negeri ini, beras ditetapkan sebagai komoditas politis dan strategis. Beras merupakan kebutuhan pokok sebagian besar masyarakat. Beras harus selalu tersedia dalam kehidupan sehari-hari. Itu sebabnya, beras perlu dikelola secara baik dan jangan sekalipun kita bermain-main dengan kebijakan yang bakal diambil.

Sebetulnya ada beberapa pertimbangan, mengapa beras tampil menjadi bahan pangan karbohidrat yang sangat strategis. Salah satunya adalah karena beras merupakan bahan pangan utama yang dikonsumsi sebagian besar warga bangsa, agar dapat menyambung nyawa dalam kehidupan kesehariannya.
 
Menggeliatnya harga beras tentu harus mampu kita kendalikan. Pemerintah sendiri mencoba menerapkan kebijakan harga yang adil. Pemerintah tentu memiliki keinginan agar kebijakan harga yang diterapkan, senantiasa harus memberi keuntungan bagi petani, tetapi juga perlu melindungi konsumen. Inilah yang disebut sebagai kebijakan harga berkeadilan, namun tetap berbasis meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan petani beserta keluarganya.

Pertanyaannya adalah: Kalau saat ini terekam harga beras mulai meroket di pasaran, apakah ada jurus pamungkas, selain operasi pasar, yang dapat ditempuh Pemerintah selain menggelar operasi pasar? Inilah sebetulnya pekerjaan serius yang perlu dijawab para pakar ekonomi pertanian di negeri ini. Jawaban ini betul-betul amat dibutuhkan bagi sebuah komoditas politis dan strategis yang acap kali melahirkan misteri dalam kehidupan sehari-hari.

Kebijakan
Gencarnya alih kepemilikan lahan sawah dari petani ke nonpetani, jelas akan merubah gambaran tentang petani padi di negeri ini. Artinya, selain akan semakin besarnya petani padi yang terpinggirkan dari pentas pembangunan, ternyata seiring dengan itu tampak semakin banyaknya para "petani berdasi" atau "petani bersafari". Mereka menguasai lahan sawah yang cukup luas, tapi mereka sama sekali tidak pernah turun ke sawah secara langsung.

Oleh karena itu, kita perlu berhati-hati dalam menerapkan berbagai kebijakan bantuan atau subsidi yang akan diberikan kepada para petani. Kecermatan ini penting, karena kalau tidak dianalisis secara mendalam, bisa jadi kebijakan subsidi yang diberikan menjadi salah sasaran. Salah satunya terkait dengan kebijakan pupuk bersubsidi yang setiap tahunnya menelan dana APBN sebesar 26 triliun Rupiah.

Subsidi pupuk sendiri, hingga kini masih dijadikan andalan Pemerintah guna menggenjot produksi dan produktivitas hasil pertanian. Sekalipun Presiden Jokowi sempat mempertanyakan dampak diberikannya subsidi pupuk kepada petani, namun hingga saat ini pun, tidak pernah ada jawaban yang memuaskan. Subsidi pupuk terus berjalan, walau dalam beberapa hal, ada upaya untuk menyempurnakan regulasi yang ada.

Harga beras di tingkat konsumen, sepertinya lebih penting dikendalikan ketimbang di tingkat petani. Pemerintah, tampak agak was-was, jika terindikasi harga beras mulai merangkak naik. Berbeda dengan harga beras di tingkat petani. Pemerintah kelihatannya bakal diam saja kalau harganya anjlok. Padahal, pentingnya pengendalian harga oleh Pemerintah, dimaksudkan agar petani tidak dirugikan dan konsumen tetap terlindungi.

Sebagai komoditas politis dan strategis, harga beras harus dikendalikan agar tidak merugikan pihak mana pun. Penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk gabah dan beras, menunjukan kesungguhan Pemerintah dalam melakukan pengendalian harga secara adil. Itu sebabnya, kalau sekarang ini harga beras di pasar terlihat mulai "terbang tinggi", menjadi kewajiban Pemerintah untuk menanganinya.

Pengendalian harga beras yang berkeadilan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Tata Kelola Perberasan. Kalau selama ini sering terekam adanya oknum-oknum yang kerap kali doyan mempermainkan harga sehingga petani dirugikan, maka menjadi tugas kita bersama untuk menyetopnya. Siapa pun orangnya, selama mereka tidak "bersahabat" dengan petani, maka jangan biarkan mereka bergentayangan di sekitar para petani.***

Oleh: Entang Sastraatmadja
Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat.

Editor: Huminca Sinaga


Tags

Terkini

Orang Bijak Taat “Dibajak”

31 Maret 2023, 00:00 WIB

Meluruskan Niat Buka Bersama

29 Maret 2023, 21:00 WIB

Syahwat Pamer

29 Maret 2023, 20:54 WIB