Pencarian Keadilan

29 Maret 2023, 04:45 WIB
Hukum selalu tumbuh dan berkembang bersama-sama masyarakat. Di mana ada masyarakat di situ ada hukum dengan corak dan bentuk sesuai dengan kebudayaan dari masyarakat tersebut. /Freepik

DALAM tatanan suatu masyarakat, pasti terdapat pedoman bertingkah laku dan bertindak, sekalipun dalam masyarakat yang masih primitif. Pedoman bertingkah laku itu biasanya disebut hukum. Hukum selalu tumbuh dan berkembang bersama-sama masyarakat. Di mana ada masyarakat di situ ada hukum dengan corak dan bentuk sesuai dengan kebudayaan dari masyarakat tersebut.

 

Pelanggaran terhadap suatu kesepakatan dalam masyarakat tentu saja akan mendapat reaksi dari komunitas masyarakat tersebut, tidak menutup kemungkinan kalau pelanggaran terhadap kesepakatan tersebut akan berupa dispute/sengketa sehingga penyelesaiannya memerlukan campur tangan negara melalui alat perlengkapan negara. Penyelesaian semua perkara melalui alat perlengkapan negara biasanya melalui proses peradilan di Pengadilan.

Secara sederhana pengadilan adalah badan atau instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan berupa tindakan memeriksa, mengadili dan akhirnya memutus perkara tersebut. Pengadilan tidak boleh menolak suatu perkara yang datang kepadanya dengan alasan tidak ada undang-undangnya (ius curia novit) karena fungsi pengadilan adalah menyelesaikan sengketa yang terjadi di masyarakat dengan prinsip keadilan yang berketuhanan.

 

Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman menegaskan bahwa pengadilan adalah lembaga tempat para pencari keadilan/justiabelen atau subjek hukum mencari keadilan. Semua sengketa yang terjadi di masyarakat muara penyelesaiannya haruslah melalui pengadilan karena pengadilanlah “ yang merupakan institusi netral” sehingga putusannya akan dihormati dan ditaati oleh subjek hukum yang berperkara.

Sebagai institusi netral, pengadilan keberadaannya dijamin undang-undang dan kebiasaan internasional sehingga sebutan pengadilan yang independen sudah merupakan asas universal yang diakui oleh masyarakat internasional yang beradab. Pengadilan tidak boleh diintervensi, diintimidasi dan dipengaruhi opini dalam memutus suatu perkara, apalagi diintervensi oleh kekuasaan negara lainnya.


Penegakan Hukum

Berbicara penegakan hukum maka berarti bagaimana hukum itu ditegakkan melalui alat –alat kekuasaan negara di bidang hukum. Pelanggaran terhadap hukum harus mendapat respon dari negara berupa tindakan penegakan hukum. Tentu saja dalam melakukan penegakan hukum aparat penegak hukum harus melakukan prosesnya dengan mekanisme dan prosedur yang sudah ditentukan oleh undang-undang, proses penegakan hukum juga harus menjunjung tinggi prinsip keadilan (interest of justice) sehingga akan tercipta proses penegakan hukum yang baik (due process of law).

 

Semua perkara yang masuk ke pengadilan dalam penyelesaiannya haruslah dilakukan dengan prinsip keadilan artinya tidak memihak, independen dan otonom. Semua pihak yang berperkara harus diberi kesempatan yang sama baik dalam mengajukan bukti, saksi dan informasi lainnya. Pengadilan harus membuka akses seluas-luasnya kepada para pihak supaya dapat meminimalisir proses hukum yang tidak baik (arbitrary process). Pengadilan tidak boleh membatasi hak-hak pencari keadilan atau bahkan mencari-cari kesalahan para pihak yang bersengketa, atau lebih celaka lagi kalau pengadilan mencari-cari kesalahan terdakwa (dalam perkara pidana) sehingga membuka peluang terdakwa menjadi terdakwa kembali dalam perkara yang lain yang sengaja diciptakan. 

Begitu pula pengadilan harus membuka akses kepada para advokat yang mendampingi kliennya. Soalnya, tugas advokat adalah melindungi kliennya dari tindakan-tindakan pihak lain termasuk pengadilan yang membatasi hak-hak klien dalam mencari keadilan.

 

Dalam proses peradilan, maka kejernihan berpikir, kelembutan hati serta kemampuan profesionalisme semua pihak yang berperkara haruslah diasah terus menerus, perdebatan tentang suatu proses yang masih samar atau ragu terutama penggunaan alat-alat IT haruslah diselesaikan dengan baik dan tidak menghina akal sehat. Perdebatan harus diakhiri dengan menyamakan persepsi bahwa jalannya penegakan hukum adalah untuk membuat terangnya suatu perkara bukan berupa menang atau kalahnya salah satu pihak dus bagaimana dapat tercipta  keadilan dalam suatu sengketa.

 

Penguasaan teori hukum sangat diperlukan dimiliki oleh para pihak yang terlibat di pengadilan. Jaksa, hakim dan advokat harus paham terhadap perkembangan teori hukum. Pengadilan tidak boleh terbelenggu oleh bunyi teks undang-undang, apalagi kalau undang-undangnya peninggalan kolonial yang spirit dan tujuannya jelas-jelas untuk kepentingan kolonial. Lalu, diterapkan dengan membabi buta dalam konteks sekarang,  tanpa mengetahui latar belakang dan raison d'être (reason for existence) dari suatu undang-undang tersebut. Akibatnya, yang terjadi adalah kekacauan dalam berhukum. 

 

Proses penyelesaian suatu perkara itu bukanlah menghancurkan pihak lain, misalnya jaksa ingin sekali menghukum terdakwa dengan mengajukan dakwaan dan tuntutan yang maksimal dengan dalih jaksa adalah wakil negara untuk menuntut pelanggar hukum sehingga dalam benaknya hanya ada satu kata yaitu :”dakwa dan tuntut seberat-beratnya terdakwa”. Begitu pun penasihat hukum, dalam benaknya berpikir bagaimana kliennya dapat memenangkan perkara atau bebas dari hukuman. Baik jaksa, hakim maupun advokat, idealnya harus berpikir bagaimana keadilan bisa tercipta, tatanan atau harmoni masyarakat yang sudah terganggu dapat pulih kembali dan tercapainya keseimbangan kepentingan.

 

Masyarakat harus dibiasakan tidak mengomentari putusan pengadilan, karena keberatan terhadap suatu putusan pengadilan dapat dilakukan dengan mekanisme hukum lainnya. ***

Editor: Huminca Sinaga

Tags

Terkini

Orang Bijak Taat “Dibajak”

Meluruskan Niat Buka Bersama

Syahwat Pamer

Terpopuler