Kuda Pilihan

15 Maret 2023, 21:54 WIB
 

 

MENGAPA sebagian manusia gemar memamerkan barang mewah, terutama lewat media sosial, seperti yang dilakukan Mario Dandy Satriyo yang kini tersangka kasus penganiayaan berat? Fenomena yang disebut flexing di media sosial ini bukan hal baru, tetapi baru ramai diperbincangkan gara-gara kasus Mario ini.

Suatu kebutuhan utama manusia, seperti ditegaskan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan menggunakan simbol. Tabiat unik inilah yang membedakan manusia dengan hewan, seperti dikatakan Ernst Cassirer. 

Simbol adalah sesuatu yang digunakan manusia untuk menunjuk sesuatu lainnya. Ciri penting simbol adalah membangkitkan makna, setidaknya bagi sekelompok orang. Bukan hanya bahasa verbal atau bahasa tubuh, benda-benda pun bisa menjadi simbol. Benda-benda mengandung makna budaya dan digunakan untuk tujuan simbolik selain memiliki fungsi. Kemampuan manusia memanipulasi simbol, termasuk simbol dalam bentuk benda, memungkinkan mereka berhubungan dengan orang lain meski mereka terpisahkan jarak dan waktu.

Ironisnya, sebagai satu-satunya makhluk pengguna simbol (homo symbolicum), manusia sering lebih mementingkan simbol ketimbang hakikat yang disimbolkannya. Menurut S.I. Hayakawa, hewan memperebutkan makanan dan kepemimpinan. Namun, berbeda dengan manusia, hewan tidak memperebutkan simbol seperti uang, saham, gelar, dan tanda pangkat pada pakaian. Manusia bahkan memperebutkan jenama tertentu seperti Lamborghini, Giorgio Armani, Louis Vuitton, Hermes, atau Rolex. Berbeda dengan hewan, kalau perlu manusia bahkan menampilkan barang abal-abal atau barang asli tetapi pinjaman dari orang lain, untuk tujuan mengesankan orang lain bahwa mereka termasuk kelas tertentu. 

Proses simbolik juga dapat membantu menjelaskan mengapa sebagian dosen, terutama calon guru besar, menggunakan joki untuk menulis dan memublikasikan artikel ilmiah di jurnal internasional bereputasi, terutama yang terindeks Scopus. Di negeri kita bahkan pejabat tinggi, politisi kawakan atau bankir profesional yang sukses pun masih terobsesi pada gelar dan menganggapnya sebagai simbol status. Mereka bersedia membayar ratusan juta hingga miliaran rupiah atau memberikan fasilitas tertentu senilai itu untuk memperoleh gelar profesor kehormatan atau Doctor Honoris Causa (Dr. HC.) dari suatu lembaga pendidikan tinggi berwenang, yang lewat pemberian gelar itu sejatinya merendahkan wibawanya sendiri.

Benda-benda yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan dalam interaksi manusia, sering mengandung makna-makna tertentu. Bidang studi mengenai hal ini disebut objektika (objectics).Benda-benda yang gampang dibawa kemana-mana seperti kendaraan, telepon pintar, jam tangan, kacamata, cincin, dan tas tangan, paling sering digunakan untuk pencitraan pribadi. 

 

Berubah

Makna yang dinisbahkan manusia kepada benda-benda tersebut berbeda secara antarbudaya, dan berubah dari waktu ke waktu, seberapa lamban pun perubahannya. Pelajar SMA atau mahasiswa yang dekade 1970-an merasa gagah ketika mengendarai sepeda motor ke tempat belajar mereka atau apel ke rumah sang pacar, kini tidak lagi merasa demikian. Namun, jam tangan Rolex tetap merupakan simbol orang kaya baru (OKB) atau orang sukses secara material. Kini harga jam tangan ini yang asli bisa ratusan juta rupiah. 

Dekade 1990-an, hanya orang kelas menengah ke atas yang memiliki handphone (HP) karena harganya masih relatif mahal saat itu. Terkadang kita melihat seseorang yang menelepon dengan HP di luar rumah petantang-petenteng untuk menunjukkan bahwa ia termasuk kelas berada dan mengikuti zaman. Dekade berikutnya, sejalan dengan turunnya harga HP, setiap orang termasuk buruh, sopir angkot dan preman sekalipun, memiliki HP. Namun kini pun, orang yang memiliki ponsel jenama tertentu dengan seri terbaru dan termahal hampir bisa dipastikan lebih bonafide daripada orang lainnya yang memiliki ponsel merk lainnya dengan seri termurah.

Tidak semua orang dapat membeli sepeda balap berharga puluhan juta hingga ratusan juta rupiah, seperti yang dipamerkan Mario lewat media sosial. Bagi sebagian orang, Harley adalah impian dan gaya hidup.  

Sejak ribuan tahun lalu manusia suka membanggakan tunggangannya, yang pada zaman dulu disimbolkan oleh kuda dan kemudian oleh bendi, dan kereta kencana bagi para aristokrat. Kini pun kuda pilihan dengan jenis tertentu, seperti puluhan kuda yang dimiliki Prabowo Subianto yang calon presiden untuk pemilu 2024, masih merupakan simbol status karena harganya yang mahal dari ratusan juta hingga miliaran rupiah. 

Allah Swt memaklumi kesukaan manusia membanggakan sarana tunggangan yang dapat membawanya kemana-mana. Tidak heran jika Ia berfirman dalam Qur’an: “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (Ali Imran: 14).

Kuda pilihan yang Allah maksudkan dalam ayat itu dapat kita anggap sebagai metafora, yang pada zaman sekarang bisa berbentuk Jeep Rubicon senilai 1,7 miliar rupiah, seperti yang dipamerkan Mario, meski kendaraan itu bukan miliknya. Sungguh absurd.***


Oleh: Deddy Mulyana 

Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad



Editor: Huminca Sinaga

Tags

Terkini

Orang Bijak Taat “Dibajak”

Meluruskan Niat Buka Bersama

Syahwat Pamer

Terpopuler