Palestina dan Israel Kerja Bareng Atasi Perubahan Iklim

- 28 Maret 2023, 19:33 WIB
Pakar pertanian dan perubahan iklim Jamal Saghir, seorang profesor di Universitas McGill Kanada dan mantan direktur Bank Dunia, juga menganggap kolaborasi lintas batas sebagai solusi terbaik.
Pakar pertanian dan perubahan iklim Jamal Saghir, seorang profesor di Universitas McGill Kanada dan mantan direktur Bank Dunia, juga menganggap kolaborasi lintas batas sebagai solusi terbaik. /Haaretz
 
 
 
WILAYAH Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA) adalah salah satu wilayah yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Negara-negara ini sudah terpukul secara tidak proporsional oleh kenaikan suhu, kelangkaan air dan penggurunan. Prospek masa depannya juga suram.

"Ini semua adalah alasan kuat bagi para ahli di kawasan ini untuk lebih banyak berkolaborasi", kata penyelenggara konferensi tentang ketahanan pertanian, air, dan pangan, seperti dilansir laman DW awal pekan ini. Konferensi yang dihadiri oleh para ahli dari Israel, wilayah pendudukan Palestina dan beberapa negara Arab dan Muslim tersebut bertujuan untuk mengembangkan program-program praktis untuk mengatasi tantangan regional.

"Sangat banyak yang dapat dilakukan di kawasan ini dengan bekerja sama lintas batas," kata William Wechsler, Direktur Senior Prakarsa N7, penyelenggara konferensi yang diadakan pekan lalu di ibu kota Uni Emirat Arab, Abu Dhabi. Inisiatif ini mempromosikan kolaborasi antara Israel dan negara-negara Arab dan Muslim yang telah menandatangani Abraham Accords, kesepakatan yang ditengahi pada tahun 2020 untuk menormalkan hubungan antara Israel dan beberapa negara, termasuk Maroko, Uni Emirat Arab, dan Bahrain.

"Misalnya, ketersediaan air dapat dibuat lebih mudah, harga pangan dapat diturunkan, dan kehidupan masyarakat dapat dibuat lebih aman,” kata Wechsler, menyebutkan keuntungan dari kerja sama potensial.

Wechsler meyakini, pertanian adalah basis yang ideal untuk kolaborasi perubahan iklim. Bukan hanya bidang yang kemajuannya dapat dicapai dengan cepat, tetapi juga dapat berdampak besar bagi kehidupan masyarakat di seluruh kawasan MENA.

Terlepas dari peningkatan eskalasi baru-baru ini di Israel dan Tepi Barat yang diduduki, Wechsler yakin mereka yang secara aktif terlibat dalam mengatasi perubahan iklim dan pengaruhnya ingin bekerja sama.

"Pada akhirnya, para ilmuwan dan insinyur adalah orang-orang dari dunia praktik yang tertarik untuk memecahkan masalah, tidak peduli dari mana pun mereka berasal," kata Wechsler kepada DW.
 
Projek bersama
 
Peserta konferensi Faouzi Bekkaoui, Direktur Institut Penelitian Pertanian Nasional Maroko menyebutkan, Israel memiliki banyak hal untuk ditawarkan kepada negaranya.

"Keahlian Israel khususnya berkaitan dengan efisiensi penggunaan air, seperti sistem irigasi dan mengembangkan tanaman dan varietas yang lebih tahan banting,” katanya kepada DW.

Lebih lanjut, kata Faouzi, Israel juga membuat kemajuan signifikan dalam bioteknologi atau genomik. "Semua bidang ini juga dapat bermanfaat bagi Maroko," katanya.

Namun, dana untuk proyek bersama Maroko-Israel atau pertukaran akademik sangat terbatas. Faouzi pun kini telah mengajukan proposal ke Merck Foundation, yang mendanai proyek antara Israel dan negara-negara Arab yang menandatangani Abraham Accords, untuk mendapatkan hibah.
 


Kurangi  konflik
Sementara itu, pakar pertanian dan perubahan iklim Jamal Saghir, seorang profesor di Universitas McGill Kanada dan mantan direktur Bank Dunia, juga menganggap kolaborasi lintas batas sebagai solusi terbaik.

"Kerja sama regional selalu merupakan situasi yang saling menguntungkan dan jauh lebih baik daripada proyek nasional atau bilateral," katanya kepada DW. "Sebagian besar negara Timur Tengah belum berbuat cukup banyak dan laju perubahan iklim jauh lebih cepat."

Timur Tengah memanas dua kali lipat rata-rata global. Hal ini diperkirakan akan memicu persaingan dan konflik atas sumber daya yang semakin menipis – sehingga penting bagi kawasan ini untuk mengatasi perubahan iklim dan konsekuensinya, seperti semakin banyaknya migrasi dan kerusuhan.

Namun, Saghir yakin kawasan ini dapat mengatasi masalah ini melalui teknologi. Di sini dia melihat Israel dan negara-negara Teluk dalam posisi memimpin.

"Teknologi Israel terdepan dalam desalinasi dan irigasi, sehingga kawasan ini akan mendapat banyak manfaat dari metode itu," katanya. Uni Emirat Arab, di luar bisnis minyaknya yang berkembang pesat, juga telah melakukan investasi yang signifikan dalam energi terbarukan, jelasnya.

"Kolaborasi bersama akan melahirkan ide-ide baru dalam penelitian dan pengembangan, yang kemudian dapat diimplementasikan oleh beberapa negara. Apa yang mereka tunggu? Ini bisa terjadi sekarang," ujarnya. (Huminca)***
 
 

Editor: Huminca Sinaga

Sumber: DW.com


Tags

Terkini

x