Tingkatkan Diagnosis Dini Penyakit Langka

- 3 Maret 2023, 18:32 WIB
SAAT ini terdapat lebih dari 7.000 penyakit langka (rare disease) yang telah ditemukan. Akan tetapi, baru sekitar lima persen saja yang bisa diobati secara tepat. Di sisi lain, penegakan diagnosis penyakit langka dapat memakan waktu hingga puluhan tahun. Konseling genetik pun dibutuhkan.
SAAT ini terdapat lebih dari 7.000 penyakit langka (rare disease) yang telah ditemukan. Akan tetapi, baru sekitar lima persen saja yang bisa diobati secara tepat. Di sisi lain, penegakan diagnosis penyakit langka dapat memakan waktu hingga puluhan tahun. Konseling genetik pun dibutuhkan. /FDA

 

SAAT ini terdapat lebih dari 7.000 penyakit langka (rare disease) yang telah ditemukan. Akan tetapi, baru sekitar lima persen saja yang bisa diobati secara tepat. Di sisi lain, penegakan diagnosis penyakit langka dapat memakan waktu hingga puluhan tahun. Konseling genetik dibutuhkan agar orang dengan penyakit langka dapat didiagnosis dan memperoleh penanganan yang tepat.

 

Sesuai namanya, penyakit langka adalah penyakit yang jarang terjadi di masyarakat. Yayasan Mucopolly Sacharidosis (MPS) dan Penyakit Langka Indonesia mendefinisikan penyakit langka sebagai penyakit yang mengancam jiwa atau mengganggu kualitas hidup dengan prevalensi yang rendah, yakni sekitar 1:2.000 populasi atau kurang dari 2.000 pasien di populasi. Meski demikian, jumlah pasien penyakit langka sebenarnya cukup banyak secara kolektif.

 

“Dari jumlah itu, 70 persennya merupakan anak-anak. Ini yang paling memprihatinkan,” ucap Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin, ketika membuka peringatan Hari Penyakit Langka Sedunia 2023 yang berlangsung secara hybrid, Selasa (28/2/2023).

 

Budi menambahkan bahwa hampir 80 persen penyakit langka disebabkan oleh faktor genetik. Penanganan seharusnya dititikberatkan pada upaya preventif dan promotif. Meski demikian, deteksi dini juga penting dilakukan guna mengetahui jenis penyakit langka yang dialami, agar bisa melakukan penanganan tepat. 

 

"Upaya penanggulangan penyakit langka perlu diperkuat termasuk dengan meningkatkan kemampuan penegakan diagnosis dan tatalaksana di fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk intervensi penyakit langka yang efektif, diperlukan kolaborasi dan kemitraan berbagai pihak," tuturnya. 

 

Pakar Bidang Genetika Medik Prof dr  Sultana MH Faradz, PAK. PHD menyebutkan, penyakit ini biasanya muncul pada awal-awal kehidupan seorang anak atau sejak lahir. Apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat, 30 persen anak penyandang penyakit ini meninggal dunia sebelum usia 5 tahun.

 

“Karena kebanyakan terjadi sejak kecil, maka genetik yang menjadi faktor utamanya. Namun perlu dipahami, yang dimaksud dengan genetik tak melulu selalu diturunkan dari keluarga. Bisa juga karena mutasi spontan. Terjadi hanya pada anak tersebut akibat paparan lingkungan, intake makanan," tutur Sultana.

 

Ada pula faktor lain, yakni paparan zat pada waktu pembuahan atau selama masa kehamilan yang terjadi akibat kekurangan asam folat. Sultana menjelaskan, pengaruh asam folat terhadap kelainan genetik pertama kali ditemukan di Belanda saat Perang Dunia II. Kala itu, banyak bayi-bayi dari keluarga miskin yang lahir tanpa batok kepala atau terdapat seperti tumor pada bagian belakang kepalanya.

 

Oleh sebab itu, Sultana sangat menganjurkan kepada para orangtua, terutama ibu yang sedang dalam program kehamilan, untuk mengonsumsi asam folat murni sehingga kelainan genetik dapat diminimalisasi.

 

Untuk menentukan diagnosis penyakit ini, terkadang dibutuhkan waktu yang sangat lama, karena ada beberapa faktor penghambat diagnostik. Antara lain minimnya pengetahuan, minimnya akses pengobatan atau pemeriksaan, dan stigma negatif terhadap orang dengan penyakit langka. Selanjutnya, penyakit langka cenderung sulit didiagnosis karena bisa jadi komorbid, dan seringnya terjadi misdiagnosis. 

 

Konseling genetika baik pada orang dengan penyakit langka maupun kepada pihak keluarga juga harus ditingkatkan. Layanan konseling ini dapat membantu diagnosis penyakit, mengetahui faktor risiko kelainan genetik, dan kemungkinan dampaknya terhadap keluarga. (Endah Asih/“PR”)***

 

Editor: Huminca Sinaga

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Terkini