Bikin Data Tak Tertib, Polri Usulkan Biaya Balik Nama dan Pajak Progresif Dihapus

- 13 Maret 2023, 18:47 WIB
KAKORLANTAS Polri Inspektur Jenderal Firman Shantyabudi didampingin Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni dan Direktur Utama PT. Jasa Raharja Rivan Achmad Purwantono disela-sela Rakor Pembina Samsat Tingkat Nasional Tahun 2023 di Bandung, Senin 13 Maret 2023.
KAKORLANTAS Polri Inspektur Jenderal Firman Shantyabudi didampingin Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni dan Direktur Utama PT. Jasa Raharja Rivan Achmad Purwantono disela-sela Rakor Pembina Samsat Tingkat Nasional Tahun 2023 di Bandung, Senin 13 Maret 2023. /Mochamad Iqbal Maulud/"PR"

Firman tidak menampik saat ini banyak inovasi yang dilahirkan di tingkat daerah dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak. Namun, integrasi data tetap perlu dilakukan dengan segera antarlembaga Pihak kepolisian, tim pembina samsat dan pemerintah daerah bisa bersinergi serta saling menguatkan untuk mempercepat penerapan kebijakan penghapusan pajak progresif dan BBNKB II.

Beda data

Direktur Registrasi dan Identifikasi Korlantas Polri Brigadir Jenderal Yusri Yunus menambahkan, selama ini terdapat perbedaan data jumlah kendaraan bermotor yang dihimpun oleh Kepolisian, Kemendagri dan Jasa Raharja. Berdasarkan data kepolisian, jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 153 juta unit. Namun berdasarkan data Kemendagri berjumlah 122 juta unit.

"Dan, data yang ada di Jasa Raharja berjumlah 113 juta (unit)," katanya.

Yusri mengemukakan sejumlah contoh kasus yang dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk menghapus tiga sektor pajak tersebut. Pertama, terkait dengan budaya di masyarakat Indonesia yang sering membeli kendaraan bekas tapi enggan membayar BBN II karena biayanya yang terbilang mahal. Akibatnya, data yang dihimpun menjadi tumpang tindih.

"Pajaknya (sepeda) motor Rp 250.000, bayar BBN Rp 1,5 juta. Harga motor cuma Rp 2 juta. Ini contoh loh sehingga orang enggak mau bayar pajak," kata dia.

Yusri mengatakan, tujuan pajak progresif pun sebenarnya untuk mengendalikan jumlah kendaraan yang dimiliki oleh masyarakat. Namun, ternyata belakangan ini marak masyarakat yang memiliki kendaraan lebih dari satu tapi kepemilikan kendaraannya mengatasnamakan orang lain agar terhindar dari pajak.

"Contohnya punya mobil pertama progresif tapi yang kedua pakai nama pembantu, pakai nama tetangga dan keempat pakai nama saudara, kan akhirnya enggak valid datanya," katanya.

Begitu pula, dengan kebijakan pemutihan yang diterapkan oleh pemerintah daerah. Menurut Yusri, pemutihan justru membuat masyarakat makin enggan membayar pajak. Ia pun berharap pemerintah daerah dapat segera menghapuskan kebijakan pemutihan.

PAD

Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni sepakat dengan adanya usulan penghapusan BBN II dan pajak progresif demi mencipta tertib data. Bahkan khusus untuk pajak progresif, kebijakan tersebut ternyata tak dapat mengendalikan kehendak masyarakat memiliki lebih dari kendaraan serta membuat kacau pendataan.

"Hasil dari evaluasi ini tidak akan menahan orang yang akan membeli kendaraan. Oleh karena itu agar lebih tertib lagi datanya dan juga lebih tertib lagi maka pajak progresif bisa dihapuskan sehingga kendaraan itu yang dimiliki itu betul-betul atas nama orang yang memiliki, bukan atas nama orang lain yang tidak terdaftar," kata dia.

Halaman:

Editor: Suhirlan Andriyanto


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x