Sulitnya Layanan Kesehatan Indonesia Bersaing dengan Rumah Sakit Luar Negeri

- 8 Maret 2023, 00:05 WIB
SEORANG perawat mengoperasikan alat CT Scan di Mayapada Hospital, Jalan Terusan Buahbatu, Kota Bandung, Senin (6/3/2023). Mayapada Hospital Bandung yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo diharapkan dengan adanya rumah sakit tersebut bisa mengurangi jumlah masyarakat yang berobat ke luar negeri.*
SEORANG perawat mengoperasikan alat CT Scan di Mayapada Hospital, Jalan Terusan Buahbatu, Kota Bandung, Senin (6/3/2023). Mayapada Hospital Bandung yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo diharapkan dengan adanya rumah sakit tersebut bisa mengurangi jumlah masyarakat yang berobat ke luar negeri.* /DENI ARMANSYAH/KONTRIBUTOR "PR"

Dokter spesialis yang menjadi prioritas pemenuhan di RSUD adalah spesialis penyakit yang menjadi penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Dokter spesialis tersebut antara lain spesialis onkologi untuk penyakit kanker, spesialis jantung dan pembuluh darah, spesialis neurologi untuk penyakit stroke, serta spesialis nefrologi untuk penyakit ginjal. Seperti diketahui, empat penyakit penyebab kematian tertinggi di Indonesia yang juga menjadi beban terbanyak biaya BPJS Kesehatan, yakni jantung, kanker, stroke, dan ginjal.

Akses untuk pelayanan kesehatan terhadap empat penyakit tersebut juga masih lemah. Budi menyebutkan, kendala yang menjadi pekerjaan rumah tersebut membuat banyak masyarakat memilih untuk berobat ke luar negeri.

“Untuk penyakit jantung, misalnya. Tindakan pertamanya harus intervensi pasang ring agar survival rate-nya tinggi, maksimal empat jam, sehingga harusnya ada di setiap kota atau kabupaten. Kan tidak mungkin orang ada di Cirebon dibawa ke Bandung,” kata Budi.

Dari 514 kota/kabupaten di Indonesia, kata Budi, hanya ada 44 rumah sakit yang bisa melakukan tindakan pemasangan ring terhadap pasien penyakit jantung. Artinya, jumlah rumah sakit yang bisa menangani serangan jantung masih di bawah 10 persen.
“Itu sebabnya banyak yang meninggal,” ujar Budi.

Pada bayi atau anak-anak, Budi juga menyebutkan bahwa dari 4,8 juta kelahiran bayi setiap tahunnya, ternyata sebanyak 10 persen di antaranya mengalami kelainan jantung bawaan. Dari sekitar 48.000pasien bayi tersebut, 25 persen di antaranya mengidap penyakit jantung bawaan kritis dan harus segera dioperasi.

Di sisi lain, kapasitas operasi jantung di Indonesia hanya sekitar 5.000-an. Dengan demikian, 7.000 ribu anak sisanya kemungkinan besar akan meninggal dunia akibat tidak memperoleh kapasitas operasi tersebut.

“Itu baru jantung, kalau kita bicara stroke lebih ketinggalan lagi fasilitasnya, apalagi kanker,” tutur Budi.

Kanker payudara pun menjadi salah satu jenis kanker yang paling banyak diderita oleh perempuan di tanah air. Berdasarkan data Global Cancer Observatory tahun 2020, jumlah pasien kanker payudara di Indonesia mencapai 68.858 kasus.

Sebagian besar pasien kanker payudara di Indonesia baru terdeteksi pada stadium lanjut atau stadium 3-4. Hal ini terbukti dari data tahun 2020 milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI yang menemukan bahwa sebanyak 60% hingga 70% kanker payudara didiagnosis pada stadium lanjut. Padahal, kanker payudara bisa diatasi dan ditangani hingga sang pasien sembuh, dan bisa tertangani dengan baik jika masih terdeteksi stadium 1 atau 2.

“Tapi, dari sekitar tiga ribuan rumah sakit di Indonesia, yang bisa mammografi berapa? Hanya 200-an, artinya less than 10 percent. Itu sebabnya, banyak yang lari ke Malaysia dan Singapura. Setelah 77 tahun merdeka, ternyata ktia tidak mengurus dengan benar persiapan infrastruktur kesehatan,” tuturnya.

Halaman:

Editor: Suhirlan Andriyanto


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x