Kata Ibas, Pemerintah Jangan Hanya Larang Thrifting Pakaian Impor Tapi Juga Harus Bantu Industri Pakaian Lokal

18 Maret 2023, 09:40 WIB
Ilustrasi thrifting.* /Freepik

KORAN PR - Polemik pakaian bekas impor hingga kini masih menjadi benang kusut yang tak kunjung terurai. Pemerintah telah melarang impor pakaian bekas sejak lama, namun pada praktiknya pakaian tersebut terus masuk ke Indonesia.

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menilai bisnis impor pakaian bekas sangat mengganggu industri tekstil dalam negeri.

Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kementerian Koperasi dan UKM, Hanung Harimba Rachman pun mengatakan pakaian bekas membuat Indonesia menjadi tempat pembuangan limbah dari negara lain.

Baca Juga: Kemendag Musnahkan 730 Bal Pakaian, Sepatu, dan Tas Bekas Impor Senilai Rp 10 Miliar

Pihaknya ingin larangan impor pakaian bekas ditegakkan untuk melindungi produk UMKM Indonesia terutama pada bidang tekstil.

Pada dasarnya, aturan terkait larangan impor pakaian bekas ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

Menanggapi permasalahan tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono menyatakan sejalan dengan kebijakan pemerintah.

“Menjamurnya impor pakaian bekas ini dapat membunuh industri lokal. Sehingga kebijakan pemerintah harus menjadi perhatian bersama demi mendukung perkembangan dan kesejahteraan UMKM produksi tekstil dalam negeri. Ya, kita harus pro made in Indonesia," ujar Edhie Baskoro Yudhoyono yang akrab dikenal Ibas, Jumat, 17 Maret 2023.

Baca Juga: Pemkot Tak Bisa Tutup Usaha Pakaian Bekas

“Selain itu, seperti yang kita tahu bersama bahwa pakaian bekas impor juga dapat membahayakan kesehatan penggunanya,” ujarnya menambahkan.

Meski demikian, Ibas melihat pelarangan untuk kegiatan thrifting saja tidak cukup. Karena bagaimanapun juga, pelarangan thrifting semata tidak akan mengubah kondisi pelaku industri tekstil dalam negeri.

Oleh karena itu, Ibas menilai pemerintah juga perlu terus memperhatikan dan membantu industri dalam negeri untuk berkembang. Ia memandang perlu adanya peningkatan bantuan dan fasilitas dari Pemerintah bagi produsen tekstil lokal untuk maju ke tingkat internasional.

“Beberapa waktu lalu, saya berkunjung ke UMKM konveksi yang ada dapil saya, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Masalah utama yang mereka hadapi adalah kesulitan bahan baku dan kurangnya akses untuk menembus pasar ekspor," kata Ibas.

Baca Juga: Pikat Perhatian Konsumen, Prospek Produk Fesyen Muslim Asal Kota Bandung Makin Cerah

Dalam hal ini, pemerintah, lanjut Ibas, perlu melakukan pendampingan dan membuka akses pasar agar kebutuhan mereka terpenuhi.

Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI ini juga berpendapat bahwa pemerintah, terutama melalui Kemendag harus membuka akses pasar pelaku industri tekstil, terutama UMKM konveksi agar mereka mampu menembus pasar internasional.

“Kemendag harus mendorong pengembangan industri tekstil dalam dua kategori; yaitu kelas produksi masal (mass production) dan kelas penjahit pesanan (bespoke tailor). Dengan demikian, industri tekstil nasional akan dapat bersaing baik dari segi kualitas, maupun kuantitas di pasar internasional,” tuturnya.

“Kita menolak masuknya pakaian bekas untuk melindungi dan menjaga stabilitas harga tekstil di pasar lokal, sembari terus memperkuat (empowering) produsen dalam negeri untuk berlaga di pasar dunia. Produk tekstil berkualitas yang diproduksi di Indonesia,” katanya lebih lanjut.

Perhatian Presiden

Sebelumnya, dalam pembukaan Business Matching Produk Dalam Negeri di Istora Senayan, Jakarta, Rabu 15 Maret 2023 lalu, Presiden menyinggung soal maraknya aktivitas impor pakaian bekas yang mengganggu perkembangan industri dalam negeri.

"Sudah saya perintahkan untuk mencari betul dan sehari-dua hari sudah banyak yang ketemu. Itu mengganggu industri tekstil di dalam negeri," kata dia.

Presiden menyebutkan pakaian bekas dilarang diimpor karena berdampak buruk bagi ekonomi domestik terutama UMKM, dan buruk juga untuk kesehatan penggunanya.

Baca Juga: Dukung Industri Fesyen Muslim, Kemnaker Fokus Tingkatkan Kompetensi SDM

Bahkan, Presiden mengatakan ia mengetahui ada barang impor yang dilakukan repackaging. "Dipikir saya tidak tahu? Ini hati-hati. Saya perintahkan ini pada Polri untuk mengecek betul kalau ada seperti ini. Mau bohong-bohong terus kita?" ungkap Presiden.

Diketahui pada 2021, BPS mencatat impor pakaian bekas Indonesia hanya delapan ton dengan nilai US 44 ribu dolar AS dengan pos tarif HS 6309 (worn clothing and other worn articles/pakaian bekas dan produk bekas lainnya).

Namun berdasarkan laman Trade Map, data ekspor baju bekas yang dicatat negara eksportir menunjukkan sepanjang 2021, ada 27.420 ton baju bekas yang diimpor Indonesia dengan nilai total US 31,95 juta dolar AS. Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena adanya jalur ilegal pakaian bekas yang masuk ke Indonesia.

Dari Batam

Sementara, Plt. Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Moga Simatupang mengungkapkan, dari hasil pengembangan sementara, ditengarai sebagian besar pakaian, sepatu dan tas bekas impor tersebut diperoleh dari supplier yang berlokasi di Batam.

"Saat ini kami masih melakukan pengumpulan bahan keterangan lebih lanjut terkait proses dan jalur masuk pakaian bekas tersebut ke Indonesia,” ujarnya.

Jumat kemarin, Kemendag memusnahkan 730 bal pakaian, sepatu, dan tas bekas yang diduga asal impor senilai kurang lebih Rp 10 miliar.

Moga juga menambahkan, diperlukan sinergitas seluruh K/L terkait dalam pengawasan terhadap barang-barang yang dilarang impornya karena tugas tersebut tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Perdagangan saja namun melibatkan seluruh pihak.

“Saya minta hentikan praktik jual beli barang-barang bekas asal impor di wilayah NKRI, karena komitmen PKTN dan seluruh instansi terkait hal ini adalah akan menindak dengan tegas dan memusnahkannya,” pungkas Moga. ***

Editor: Kismi Dwi Astuti

Tags

Terkini

Terpopuler