Di Lahan Parkir, Ternyata Pemerintah tak Berdaulat

- 20 Februari 2023, 05:00 WIB
WARGA menunjukkan tiket parkir di kawasan Masjid Al Jabbar, Gedebage, Kota Bandung, Minggu (19/2/2023). Adanya parkir liar dengan tarif yang tidak sesuai aturan di sejumlah titik keramaian dinilai sangat memberatkan masyarakat dan berdampak pada citra buruk Kota Bandung.*
WARGA menunjukkan tiket parkir di kawasan Masjid Al Jabbar, Gedebage, Kota Bandung, Minggu (19/2/2023). Adanya parkir liar dengan tarif yang tidak sesuai aturan di sejumlah titik keramaian dinilai sangat memberatkan masyarakat dan berdampak pada citra buruk Kota Bandung.* /DENI ARMANSYAH/KONTRIBUTOR"PR"/

KORAN PR - Area Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) Jawa Barat menjadi salah satu titik ”potensial” hadirnya para juru parkir musiman. Alasannya karena dekat dengan kampus Universitas Padjadjaran dan kini Jalan Dipati Ukur dipenuhi oleh pedagang kaki lima aneka kuliner.

Salah seorang warga, Asyifa (30), mengaku pernah mendapat pengalaman kurang enak saat parkir di sekitar Monpera Jawa Barat. Dia datang dengan mengendarai sepeda motor.
”Saat datang diminta Rp 5.000, eh pas pulang diminta lagi Rp 5.000. Soalnya, katanya, juru parkirnya ganti. Ketika datang itu, saya enggak dikasih tiket parkir, jadi enggak bisa protes juga. Ya, sudah, daripada debat enggak jelas, saya bayar saja lah,” katanya.

Kendati cukup aman, Asyifa tetap merasa rugi karena biaya parkir motornya mencapai Rp 10.000. Padahal, dia parkir tidak lama, tak lebih dari dua jam. ”Kejadian kayak begini enggak hanya sekali karena di Bandung ini banyak banget titik parkir yang sebetulnya bukan untuk parkir. Bagi yang bawa kendaraan seperti saya, ini ada plus minusnya. Plusnya, jadi mudah cari tempat parkir, tapi minusnya tarifnya suka-suka,” ujar Asyifa.

Urusan parkir dengan tarif asal getok juga pernah dialami Galuh (35). Beberapa waktu lalu, dia mendatangi kawasan kuliner malam di Jalan Lengkong Kecil, Kota Bandung. Setelah berputar-putar mencari tempat parkir, Galuh --yang mengendarai mobil-- diarahkan ke halaman salah satu bangunan kosong.

”Saya ke sana malam Minggu, jadi memang lagi penuh banget dan susah mencari tempat parkir. Saat ada yang mengarahkan, tentu saya langsung membelokkan mobil. Setelah parkir, langsung ditagih Rp 20.000. Saya kaget. Tapi, karena sudah kadung parkir dan lapar, ya saya bayar saja,” ucapnya.

Baca Juga: Parkir di Kota Bandung, Potensi yang Belum Dioptimalkan

Menurut Galuh, adalah hal yang wajar jika di titik keramaian ada yang mengais rezeki dengan menjadi juru parkir dadakan. Akan tetapi, untuk tarifnya, yang wajar saja. Bahkan, tarif parkir asal sebut ini lebih mahal dari fasilitas parkir vallet di mal.

Galuh --yang merupakan warga Arcamanik ini-- juga mempertanyakan, apakah Pemerintah Kota Bandung memiliki aturan yang jelas mengenai penggunaan lahan dan tarif parkir. Pasalnya, beberapa kali juga dia ke kafe, banyak yang tidak memiliki area parkir representatif.

”Di Jalan Banda itu, ada kafe yang selalu bikin macet karena area parkirnya terbatas. Akibatnya, orang antre mencari parkir. Kalaupun ada fasilitas vallet, tetap bikin macet karena antre juga. Di Bandung ini, banyak kafe yang hits, tapi enggak punya tempat parkir yang benar,” ujar Galuh.

Tak pernah dikaji

Persoalan parkir merupakan satu bagian yang utuh berkaitan dengan sistem transportasi. Parkir tidak hanya bicara tentang lahan dan petugasnya, tetapi juga dengan sistem transportasi yang aman.

Pengamat sosial Universitas Padjadjaran Raharjo Tri Santoso menyatakan bahwa pemerintah daerah di Indonesia belum memiliki sistem transportasi yang memadai. Padahal, jika dikelola dengan benar, parkir menjadi sumber pendapatan terbesar.

”Aturan parkir dan tarif sudah ada. Tapi, yang namanya aturan, ya tinggal aturan,” ujarnya melalui telefon, Minggu (19/2/2023).

Tarif sudah diatur, tiba-tiba ada tarif dadakan muncul. Dipatuhi pengendara. Tiba-tiba, ada yang menawarkan lokasi parkir kendaraan, langsung diikuti pengendara. ”Karena yang dipikir, yang penting mudah dan dapat parkir,” ucapnya.

Raharjo mengatakan bahwa sistem parkir dan transportasi di Indonesia tidak pernah dikaji secara khusus dan mendalam. Pemerintah tidak menunjukkan kedaulatannya sebagai penguasa di lahan parkir. Alhasil, banyak lokasi parkir yang seharusnya kedaulatan negara dikuasai pihak lain, seperti parkir di rumah sakit, sekolah, dan taman bermain.

”Penguasaan lahan bukan oleh pemerintah, melainkan oleh pihak lain yang akhirnya mereka mendapat keuntungan banyak uang dari parkir,” katanya.

Parkir malah dikelola oleh petugas yang tidak terlatih dengan pendapatan yang tidak masuk ke negara. Selain itu, pengelolaan parkirnya tidak menjadikan tatanan yang rapih. Pada kenyataannya, malah merusak. Menurut Raharjo, parkir tidak bisa dilepaskan dari upaya pemerintah untuk menyediakan transportasi publik yang nyaman. “Sehingga masyarakat tidak perlu lagi menggunakan kendaraan pribadi,” tuturnya.

Menjanjikan

Parkir ini merupakan sumber uang yang menjanjikan. Tak heran bila sering terjadi gesekan di antara beberapa pihak karenna perebutan lahan parkir. Oleh karena itu, pemerintah harus menunjukkan kedaulatannya sebagai penguasa.

Penataan sistem transportasi, lanjut Raharjo, akan mengubah perilaku pengendara, petugas parkir, dan pengguna jalan lainnya. ”Maksudnya, penataan yang tegas, berkomitmen, dan berulang akan memberikan perubahan perilaku. Misalnya, ketika wisatawan berkunjung ke Bandung dan melihat penataan parkirnya, mereka juga akan mematuhi aturannya,” katanya.

Di sisi pemerintah, Raharjo menyarankan agar segera membuat kajian khusus tentang sistem transportasi dengan parkir di dalamnya. Dalam kajian, pemerintah mendata panjang jalan dan memungkinkan atau tidak untuk menjadi lahan parkir. Selanjutnya, perlu dihitung pula jumlah kendaraan yang mampu ditampung di lahan parkir.

Pemerintah juga melatih petugas parkir yang akan direkrut karena pengelolaan parkir tidak bisa dilakukan swadaya oleh pengendara. Perlu ada petugas yang mencatat dan menerima uang parkir.

Selain itu, Raharjo mengatakan, sistem parkir di Indonesia perlu diperbaiki agar potensi pendapatan dapat benar-benar masuk ke kas negara. ”Persoalannya, berani tidak pemerintah menunjukkan kedaulatan sebagai penguasa lahan parkir,” ujarnya.***

Editor: Hazmirullah


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah