Persepsi dan Ekosistem Hak Cipta di Indonesia Belum Ideal

- 15 Maret 2023, 00:05 WIB
SEORANG pedagang di toko kaset, CD, dan piringan hitam memutar musik di Pasar Antik, Jalan Abc, Cikapundung, Kota Bandung, Selasa (14/3/2023). Beberapa waktu lalu Presiden telah menandatangani Peraturan Pemerintah PP 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu atau Musik. Salah satu ketentuan dalam peraturan tersebut yakni kewajiban pembayaran royalti bagi setiap orang yang menggunakan lagu atau musik secara komersial.*
SEORANG pedagang di toko kaset, CD, dan piringan hitam memutar musik di Pasar Antik, Jalan Abc, Cikapundung, Kota Bandung, Selasa (14/3/2023). Beberapa waktu lalu Presiden telah menandatangani Peraturan Pemerintah PP 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu atau Musik. Salah satu ketentuan dalam peraturan tersebut yakni kewajiban pembayaran royalti bagi setiap orang yang menggunakan lagu atau musik secara komersial.* /KHOLID/KONTRIBUTOR "PR"

Langkah LMK itu, kata Indra, bertentangan dengan UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pasalnya, UU Hak Cipta menyadari sepenuhnya bahwa masalah royalti sebagai amanah dari pencipta, haruslah diurus, dan ditangani secara transparan oleh lembaga-lembaga nonkomersial.

Mengutip dari kanal Youtube Musikalitas, Once Mekel menjelaskan, hak pembagian royalti sudah diatur UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pendistribusian hak cipta dilakukan di Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) apabila ada karya yang dipakai secara komersial.

Besarannya juga sudah ditentukan, yaitu 2% dari tiket yang terjual atau 2% dari biaya produksi. Namun, hal ini belum tentu berlaku jika ada kompromi pribadi.
"Masalahnya banyak yang tidak tahu aturan ini, sehingga aturan ini harus disosialisasikan lagi. Royalti itu berbeda dengan bagi untung. Pihak penyelenggara yang harus membayar royalti ke pencipta lagu," kata Once.

Hak eksklusif

Pengamat hukum siber dan HAKI Universitas Padjadjaran Dr Tasya Safiranita Ramli, SH, MH. menjelaskan, kekayaan intelektual adalah karya kreatif yang dihasilkan seseorang. Ada hak eksklusif yang melekat ke diri pencipta. Ini, kata Tasya, bisa menjadi aset.

Tasya menyebutkan, dalam sebuah karya terdapat hak moral dan ekonomi. Hak moral melekat seumur hidup, sedangkan hak ekonomi dapat beralih selama sudah mendapat lisensi atau izin dari si empunya karya.

"Jika berbicara tentang kekayaan intelektual di ranah ekonomi kreatif, maka akan ada seniman di situ. Seniman menghasilkan karya seperti lagu," ucap Tasya kepada “PR” di Bandung, Selasa 14 Maret 2023.

Tasya menegaskan, sosialisasi perlu terus dilakukan, karena secara luas banyak yang masih tidak paham betul. Selain sosialisasi, proses penghimpunan royalti juga harus tepat, dan semua pihak terkait harus paham tentang lisensi atau izin. Semua pihak, kata Tasya, harus menyadari dan menghargai hak moral yang melekat di setiap karya, baik seni, sastra, dan ilmu pengetahuan.

Tasya menyebutkan, berdasarkan pasal 88 UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, ada dua LMKN yang mendapat izin operasional. Namun diperlukan kejelasan dan transparansi dari dua LMKN tersebut.

Belum ideal

Advokat sekaligus konsultan kekayaan intelektual (KI) dan Konsultan Manajemen KI dari Firma Hukum Adiwilaga & Co R. Rizky A. Adiwilaga berpendapat, secara umum, persoalan hak cipta dalam industri musik di Indonesia masih jauh dari kondisi ideal. Salah satu kesulitan terbesarnya adalah masih banyaknya persepsi masyarakat yang berpikir bahwa membawakan dan menyebarkan lagu milik orang lain merupakan hal yang sah-sah saja.

Berdasarkan pengamatan Rizky, banyak hal-hal terjadi di industri musik tanah air, dalam tataran hukum. Dia mengistilahkan, praktiknya agak anomali. Hal itu tak hanya terjadi di dunia musik, melainkan juga di dunia film dan industri kreatif lainnya.

Halaman:

Editor: Suhirlan Andriyanto


Tags

Terkait

Terkini

x