Gugatan dan Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta di Indonesia

- 14 Maret 2023, 22:32 WIB
SEORANG pedagang di toko kaset, CD, dan piringan hitam memutar musik di Pasar Antik, Jalan Abc, Cikapundung, Kota Bandung, Selasa (14/3/2023). Beberapa waktu lalu Presiden telah menandatangani Peraturan Pemerintah PP 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu atau Musik. Salah satu ketentuan dalam peraturan tersebut yakni kewajiban pembayaran royalti bagi setiap orang yang menggunakan lagu atau musik secara komersial.*
SEORANG pedagang di toko kaset, CD, dan piringan hitam memutar musik di Pasar Antik, Jalan Abc, Cikapundung, Kota Bandung, Selasa (14/3/2023). Beberapa waktu lalu Presiden telah menandatangani Peraturan Pemerintah PP 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu atau Musik. Salah satu ketentuan dalam peraturan tersebut yakni kewajiban pembayaran royalti bagi setiap orang yang menggunakan lagu atau musik secara komersial.* /KHOLID/KONTRIBUTOR "PR"

Mudahnya mengakses musik melalui kemajuan teknologi, tidak hanya sebatas menyanyikan kembali lagu di pertunjukkan, mengurangi hak ekonomi dari pemilik hak cipta. Kondisi ini tentunya, akan memengaruhi gairah dan kreativitas seseorang untuk menciptakan lagu atau musik.

Misalnya, kemudahan bagi Youtuber mendulang uang yang bisa jadi jauh dari pendapatan pemilik hak cipta dari royalti. Seseorang yang memiliki akun YouTube dapat memperoleh keuntungan ekonomis yaitu mendapatkan bayaran yang disebut 'monetizing' dari jumlah iklan yang dimasukkan ke dalam konten video YouTube-nya, yang juga ditentukan oleh jumlah viewers. YouTube sendiri mendapatkan izin untuk menyisipkan iklan di video yang diupload dan pengguna akan mendapatkan bagian 45% dari iklan, sementara sisanya untuk YouTube.

"Apabila konten video yang di-upload merupakan hasil ciptaan dari pemilik akun sendiri maka hal ini tidak menjadi permasalahan. Yang menjadi masalah apabila konten itu hasil ciptaan orang lain," kata Anak Agung Gede Mahardhika dari Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana dikutip kontributor “PR” Dewiyatini.

Pelanggaran

Mahardhika mengemukakan penelitiannya di Jurnal Ilmiah Living Lawa Vo. 13 No. 2 Tahun 2021 dengan judul: 'Pelanggaran dan Kebijakan Perlindungan Hak Cipta di YouTube'.
Ia menyebutkan bentuk pelanggaran hak cipta yang biasa terjadi di YouTube antara lain cover lagu dengan tujuan komersial tanpa persetujuan pemilik hak, live streaming di YouTube tanpa persetujuan pemilik hak, speech composing yang dikomersialkan, dan pembajakan film yang dikomersialkan.

Dalam Jurnal Ilmu Hukum Wacana Paramarta Vol. 21 No. 3 Tahun 2022, Jeremy Martin Nugroho, Mardi Handono, dan Ikarini Dani Widiyanti, menuliskan tentang studi kasus hak cipta dengan judul : 'Perlindungan Hak Cipta Lagu pada Platform Musik Digital: Studi Kasus Tina Toon Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.' Tina Toon terseret dalam gugatan hak cipta lagu yang berjudul "Bintang". Gugatan dilayangkan oleh Engkan Herikan. Lagu "Bintang" dibawakan oleh Anima Band. Engkan mengaku tidak mengetahui lagunya dinyanyikan ulang oleh Tina Toon.

"Terlebih lagi, lagu Bintang yang diaransemen ulang oleh Tina Toon diubah nama pencipta lagunya. Engkan merasa dirugikan dan menggugat Tina Toon sebesar RP10,7 miliar," tulis ketiga penulis dari Universitas Jember tersebut.

Tina Toon merilis lagu tersebut pada 2015 di bawah naungan Universal Music Indonesia dengan mencantumkan nama pencipta lagu Basia Saritha Kabam dan Baros Roulette. Di Spotify, kredit lagu tersebut ditulis oleh Andri Aprianto. Namun kemudian Tina Toon membantah sebagai pihak tergugat. Tina Toon menyebut hanya penyanyi yang terikat kontrak label dan menyanyikan lagu tersebut.

Jeremy, Mardi, dan Ikarini melakukan analisis terhadap kasus Tina Toon, dengan menyimpulkan bahwa Tina Toon tidak dapat dimintai pertanggungjawaban. Pihak yang wajib bertanggung jawab, berdasarkan Pasal 1367 KUHPerdata, adalah pihak label musik. Alasannya, Tina Toon berada di bawah perintah kontrak sebagai penyanyi.

Pihak label dinilai melanggar hak cipta karena telah mengambil dan mengubah lagu ciptaan Engkan. Kemudian menyiarkan dan mengedarkan lagu itu melalui internet tanpa izin. Dengan demikian, Engkan dirugikan. Bahkan label musik bisa dijerat hukuman pidana sesuai dengan Pasal 112, 113, 114, dan 115 UUHC.***

 

Halaman:

Editor: Suhirlan Andriyanto


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x