Mekanisme Pengawasan Harta Pejabat Masih Lemah

- 1 Maret 2023, 20:06 WIB
Eks pejabat Dirjen Pajak Rafael Alun Trisambodo (kedua kiri) tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu 1 Maret 2023.
Eks pejabat Dirjen Pajak Rafael Alun Trisambodo (kedua kiri) tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu 1 Maret 2023. /Fianda Sjofjan Rassat/ANTARA

Ruwet

Pengamat kebijakan publik dan pemerintahan Universitas Padjadjaran Asep Sumaryana menyebutkan satu kelemahan ketika LHKPN belum diwajibkan bagi semua tapi hanya mengikat pejabat tinggi negara. “Yang di bawahnya belum, sehingga masih bersifat imbauan,” katanya seperti dilaporkan kontributor “PR” Dewiyatini, kemarin.

Orang yang melaporkan kekayaan, kata Asep, baik yang wajib atau mengikuti imbauan, seringkali tidak semua dilaporkan. Kendalanya, pelapor seringkali diminta dokumen-dokumen legalnya.

Asep mencontohkan seorang pejabat memiliki rumah, tapi rumah belum bersertifikat. Demikian juga ketika membeli tanah di kampung yang ditandai dengan kikitir. Sehingga saat dilaporkan, akan tidak terpenuhi buktinya.

Alasan keengganan untuk melaporkan harta pun bisa karena orang tersebut tidak ingin ketahuan memiliki kekayaan banyak padahal pendapatan tidak logis. Kondisi yang tidak kalah ruwet, adanya harta yang merupakan pemberian yang tidak dilaporkan karena tidak adanya dokumen bukti legal bahwa harta itu merupakan hibah.

“Kultur kita tidak begitu, yang mengharuskan ada dokumen ketika memberi pada pejabat negara. Kalau mere mah mere weh. Tanpa ada dokumen yang legal,” ucap Asep.

Dengan demikian sudah menjadi hal yang lumrah, pejabat negara menitipkan harta kekayaannya pada orang lain agar tidak terdeteksi. Pelaporan dengan bukti dokumen legal ini menjadi alasan bagi pejabat publik tidak memasukkan data harta kekayaannya.

“Seharusnya disiapkan mekanisme yang sederhana untuk pelaporan sekaligus dapat mendeteksi kekayaan para pejabat,” ujar Asep.

Dokumen legal memang membantu autentifikasi kepemilikan harta. Namun hal itu akan membuat pejabat enggan memasukkan harta tanpa dokumen dalam LHKPN.

Selain itu, LHKPN ini tidak mengikat bagi pejabat yang purna bakti atau di level rendah. Sejatinya, kata Asep, dibuat pelaporan harta kekayaan di tiap level pemerintahan. Karena serendah apapun jabatan, sepanjang mengelola keuangan negara, berpotensi untuk menyalahgunakan kewenangan.

Contohnya saja, beberapa kali diberitakan adanya polisi berpangkat rendah bisa memiliki harta kekayaan luar biasa dibanding gajinya. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pernah menemukan rekening tidak wajar alias rekening gendut berisi sekitar Rp 1,5 triliun milik salah seorang anggota polisi, Labora Sitorus.

Halaman:

Editor: Suhirlan Andriyanto


Tags

Terkini

x