KORAN PR - Meski mayoritas musim kemarau di Jawa Barat dimulai Mei 2023, bulan Maret ini sebagian zona musim (ZOM) di Jabar memasuki musim kemarau.
Menghadapi musim kemarau tahun ini, masyarakat diminta mewaspadai peningkatan frekuensi kejadian, seperti hujan lebat, angin kencang, puting beliung, dan potensi hujan es.
Dilansir dari keterangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Jabar, Selasa, 14 Maret 2023, kondisi dan prediksi dinamika atmosfer laut, hingga akhir Februari 2023, La Nina masih berlangsung. Namun, dengan indeks yang mendekati ambang batas normal yaitu -0,51. Sementara Samudra Hindia menunjukkan kondisi IOD (Indian Ocean Dipole) netral.
Fenomena La Nina diprediksi akan segera menuju netral pada periode Maret dan terus bertahan hingga semester pertama 2023. Pada semester kedua, terdapat peluang sebesar 50-60 kali bahwa kondisi netral akan beralih menuju fase El Nino. Sementara itu, kondisi IOD diprediksi akan tetap netral hingga akhir tahun 2023.
Awal musim kemarau 2023 diprediksi mulai Maret, April, Mei, Juni, dan Juli. Sementara puncak musim kemarau 2023 diperkirakan pada Juli, Agustus, dan September.
Prakirawan BMKG Bandung, Iid Mujtahiddin menuturkan, adanya perbedaan awal musim kemarau di Jabar dikarenakan setiap wilayah yang diklasifikasikan dengan pembagian ZOM mempunyai normal atau karakteristik dengan kriteria musim, baik itu kriteria musim hujan maupun kemarau.
Waspada
Menghadapi musim kemarau tahun ini, katanya, BMKG merekomendasikan beberapa poin. Pertama, pada periode Maret-Mei 2023, perlu diwaspadai peningkatan frekuensi kejadian, seperti hujan lebat, angin kencang, puting beliung, dan potensi hujan es.
Dalam menghadapi musim kemarau 2023, lanjutnya, BMKG mengimbau pemerintah daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau, terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal (lebih kering dibandingkan biasanya). Wilayah tersebut diprediksi mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, serta kekurangan air bersih.
BMKG juga mengimbau pemerintah daerah dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan.
Menanggapi prediksi musim kemarau maupun tindak lanjutnya, Koordinator Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops PB) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat, Hadi Rahmat menuturkan, pihaknya tentu tetap mendiseminasikan peringatan dini cuaca ekstrem ke kabupaten kota. ”Terutama informasi yang sampai dengan bulan Mei diperkirakan masih mungkin terjadi musim kemarau seraya memberikan pula dukungan logistik penanggulangan bencana untuk kabupaten kota di Jabar,” ucapnya.
Tak hanya itu, untuk mengantisipasi musim kemarau mendiseminasikan potensi kekeringan ke kabupaten/kota seraya mengimbau untuk melakukan pemetaan daerah-daerah yang berpotensi mengalami kebakaran lahan ataupun kekeringan.
Sementara itu, Kepala Dinas Sumber Daya Air Jabar, Dikky Ahmad Sidik mengatakan, terkait imbauan BMKG soal cadangan air, pihaknya tengah mengkajinya. Namun soal hal tersebut, pihaknya sudah sejak dua bulan ke belakang mendorong gerakan menampung air.***