Kolaborasi Melestarikan Angklung Sebagai Warisan Budaya Dunia

- 9 Maret 2023, 20:49 WIB
PARA pemangku kepentingan yang hadir pada Sarasehan Kolaborasi Pentahelix Angklung, di Hotel Savoy Homann, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Kamis , 9 Maret 2023.*
PARA pemangku kepentingan yang hadir pada Sarasehan Kolaborasi Pentahelix Angklung, di Hotel Savoy Homann, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Kamis , 9 Maret 2023.* /WINDY EKA PRAMUDYA/"PR"

KORAN PR - Kolaborasi adalah kunci penting agar angklung lestari dan terus beregenerasi. Semua pihak yang terkait diharapkan memiliki langkah nyata, bukan sekadar wacana. Sebagai pranata budaya, angklung yang sudah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia harus terpelihara, terlindungi, dan bermanfaat.

Demikian hal ini disampaikan Sekjen Perhimpunan Penggiat Angklung Indonesia (PPAI), Gunawan Undang pada Sarasehan Kolaborasi Pentahelix Angklung, di Hotel Savoy Homann, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Kamis, 9 Maret 2023. Undang menghadirkan tema diskusi "Pentahelix Angklung: Tanggung Jawab Bersama dalam Pelestarian Angklung". 

 
Undang menyebutkan, secara filosofis angklung merupakan mahakarya bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Angklung memiliki nilai-nilai kearifan lokal, pendidikan karakter, dan kepemimpinan. 
 
Sementara itu, jika dilihat secara sosiologis, angklung telah mengalami beberapa fase perubahan sosial. Pertama, angklung merupakan ciri khas masyarakat agraris, karena pada awalnya angklung buhun digunakan sebagai media ritual pertanian dan terikat oleh hukum adat pada wilayah tanah hak wilayah. Kedua, angklung buhun telah menjadi angklung tradisi (pentatonis), dan berfungsi semiritual yang tidak terikat hukum adat. Ketiga, angklung tradisi berubah bentuk menjadi seni pertunjukan dan industrialisasi. Keempat, angklung berkembang lagi sehingga dapat dimainkan secara individu, seperti angklung gantung dan angklung towel. Kelima, bahan baku angklung mengalami perubahan menjadi bahasa mesin atau digitalisasi, seperti angklung robot dan angklung digi. 
 
"Beberapa perubahan tersebut di sisi lain positif (progresif), tapi sisi negatifnya regresif perlu diminimalisasi melalui peran pentahelix angklung, yakni akademi, bisnis, komunitas, pemerintah, dan media. Selain itu, secara sosio-ekonomi, angklung belum memberikan kesejahteraan secara ideal bagi para pegiatnya, seperti pengrajin dan sanggar," ungkap Undang. 
 
Undang menjelaskan, peran pentahelix angklung terbagi atas pemerintah, komunitas, bisnis, akademi, dan media. Pemerintah sebagai regulator dan fasilitator, komunitas seperti PPAI untuk menetapkan standardisasi bahan baku, pelatih, pendidikan, dan kurikulum, bisnis di antaranya optimalisasi tanggung jawab sosial, akademi berupa kajian penelitian, dan media untuk promosi.
 
"Semoga dari sarasehan pentahelix angklung ini menghasilkan rumusan komitmen bersama dalam pemajuan angklung," kata Undang. 
 
Perwakilan media, Pemimpin Harian Redaksi Pikiran Rakyat, Hazmirullah mengatakan, media berperan sebagai katalisator. Dia berharap, angklung bisa naik kelas, misalnya tampil di festival musik internasional seperti Java Jazz. 
 
Menurut Hazmirullah, sebagai produk budaya, angklung harus adaptif dengan perubahan. Selain itu, angklung harus dibuka seluas dan sekreatif mungkin, jangan dibuat pakem. Misalnya pakai koreografi dan kostum yang modern.
 
"Harus ada komitmen dari semua pihak. Tidak hanya perlindungan dan pelestarian, tapi juga bisa dimanfaatkan sehingga angklung memberi nilai lebih. Media akan turut serta dan mendukung," ujar Hazmirullah.***
 
 
 
 
 
 
 

Editor: Eri Mulyani


Tags

Terkini

x