KORAN PR - Masyarakat Kota Cimahi masih mengenal Pasar Citeureup sebagai Pasar Kuda. Meski kini sudah tergerus zaman, masih melekat kenangan kejayaan keberadaan pasar kuda yang dulu tersohor.
Pasar Citeureup atau Pasar Kuda berlokasi di Jalan Sangkuriang, Kota Cimahi. Sejak tahun 2015 direvitalisasi menjadi pasar sentra hobi dan sentra onderdil atau suku cadang kendaraan terutama roda dua.
Jauh sebelum itu, sekitar tahun 1985 pasar ini dikenal sebagai tempat transaksi jual beli kuda dan aksesorisnya. Pasar tersebut beroperasi setiap hari, tetapi untuk transaksi kuda hanya berlangsung setiap Senin. Banyak masyarakat dari berbagai daerah datang untuk melakukan transaksi atau tukar-menukar kuda.
Untuk setiap kandang kuda terdapat petugas ahli pijat hewan. Petugas itu akan melakukan upaya penyembuhan bagi kuda yang cedera akibat terkilir dengan metode pijat tradisional.
Kuda yang dijajakan pada saat itu kebanyakan didatangkan dari daerah Sumbawa, Jawa, dan, Sulawesi. Namun ada juga beberapa kuda yang didatangkan langsung dari Australia.
Saat ini kios yang ada di Pasar Citeureup hampir semuanya menjual onderdil motor. Kini hanya bertahan satu kios yang masih menjajakan barang keperluan kuda, baik untuk kuda tunggang ataupun dipakai transportasi delman meski tak ada lagi transaksi jual beli kuda.
Seperti diungkapkan Marasati Harahap (52). Pria yang masih bertahan berjualan aksesori kuda itu menempati kios berukuran 3x3 meter dengan menyediakan berbagai aksesoris kuda berbahan kulit sapi. Seperti pelana, sarungan kepala kuda, tali tuntunan, dan tali webbing. Selain itu, ada lampu delman yang dibuat manual dari alumunium. Tidak hanya aksesori kebutuhan kuda, juga tersedia aksesori domba. Semuanya dikerjakan secara manual atau handmade.
Marasati merupakan generasi kedua penerus usaha jualan aksesoris kuda. Dia meneruskan usaha mertuanya yang merupakan warga Cimahi asli sebagai bandar atau agen jual beli kuda di Pasar Citeureup.
”Pasar kuda ini dulu menurut infornasi dari generasi pertama yaitu mertua saya, memang diprogramkan oleh Pemprov Jabar pada saat itu untuk jadi pusat jual beli kuda se-Jawa Barat,” ujar Marasati yang juga akrab disapa Abang Kuda.
Menurutnya, dulu para pelanggan Pasar Kuda selain datang dari berbagai daerah di Jawa Barat, juga berasal dari luar Pulau Jawa, seperti Aceh, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur.
”Pada zaman mertua saya, harga seekor kuda Sumbawa dijual sekitar Rp300.000. Masih kuda pemula yang perlu dilatih baik untuk delman atau untuk kuda tunggangan di lokasi-lokasi wisata. Kalau kuda sekarang harganya sudah mahal, di atas Rp2 juta,” ujarnya.
Meski peminat aksesori kuda kini tidak sebanyak dulu, Abang Kuda mengaku akan tetap bertahan. Bahkan, dia pun merambah pemasaran dengan banyak menjual dagangannya secara online.
"Saya coba jualan online dan masih banyak peminatnya, yang beli ada yang dari luar kota seperti Aceh dan Kupang. Ada juga yang beli langsung ke sini, paling yang dari daerah Kabupaten Bandung Barat. Selain jualan aksesori kuda, saya juga jualan sabuk, tas, dan dompet kulit bikinan sendiri. Ada juga aksesori untuk domba. Untuk bahan kulit, saya beli di daerah Cibaduyut, Kota Bandung," bebernya.
Para pedagang sempat diundang Pemkot Cimahi pada tahun 2001 untuk membicarakan perencanaan operasional dan prospek Pasar Kuda.
"Pernah diundang rapat untuk Pasar Kuda, tapi belum ada kelanjutan untuk keberadaan Pasar Kuda. Malah sekarang jadi pasar onderdil. Para pedagang terserah mau diapakan kedepannya oleh Pemkot Cimahi, syukur-syukur mau dibuat lagi dengan lokasi baru jika memungkinkan," ucapnya.
Tetap bertahan
Meski demikian, dia menyatakan akan tetap bertahan berjualan aksesoris kuda. "Kalaupun tidak ada rencan ke depan terkait Pasar Kuda, ya enggak apa-apa. Saya masih akan tetap bertahan di sini jualan kebutuhan kuda karena memang masih banyak diminati masyarakat," tuturnya.
Sementara itu, Koordinator Pasar Citeureup, Atet Supidiana menjelaskan, total kios yang ada di Pasar Citeureup sebanyak 87 kios, tetapi yang terisi hanya 38 kios.
"Memang tidak semua kios terisi, berkurang yang jualan di sini mungkin karena sepi dan yang butuh onderdil tidak setiap hari di beli, kalau perlu banget baru beli," katanya.
Untuk mendongkrak penjualan, pengelola pasar mendorong para pedagang agar menjual juga produknya melalui online. "UPTD Pasar juga sudah menyediakan pelatihan penjualan secara online. Makanya sekarang pedagang lebih banyak menjual barangnya secara online," sebutnya.
Jam operasional Pasar Citeureup dimulai pada pukul 9.00 hingga 16.00, buka setiap hari. Luas tanah Pasar Citereup sekitar 7.885 meter persegi.
"Biasanya agak ramai pembeli di hari libur, Sabtu-Minggu. Kita terus berusaha mendongkrak jumlah pengunjung dengan menggelar sejumlah kegiatan, seperti senam, dan lomba burung," ungkapnya.
Menurut Atet, pedagang di kios Pasar Citeureup dulunya merupakan pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Alun-alun Cimahi.
"Pasar Citeureup ini seperti Jatayu di Kota Bandung. Dis ini pedagang menjual suku cadang motor seperti knalpot, van belt, laher roda, dan lainnya. Memang dulu sejarahnya ada pasar kuda tapi sekarang tinggal 1 kios saja yang berjualan aksesoris kuda," tuturnya.***