Akses Penyandang Disabilitas ke Sekolah Masih Minim, Dibutuhkan Sekolah Inklusi yang Berkualitas dan Aksesibel

- 17 Maret 2023, 07:21 WIB
Ilustrasi sekolah inklusi.
Ilustrasi sekolah inklusi. /Antara/Irwansyah Putra/ANTARA FOTO

KORAN PR - Sekolah inklusi yang bisa mengakomodasi siswa berkebutuhan khusus, terutama siswa dengan down syndrome, diperlukan. Namun sekolah inklusi jumlahnya masih minim sampai sekarang dan masih banyak siswa berkebutuhan khusus yang belum sepenuhnya mendapatkan akses pendidikan yang layak.

Sekolah inklusi merupakan program dari Kemendikbudristek. Sekolah Inklusi adalah sekolah regular yang juga melayani pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus yang berbeda dengan Sekolah Luar Biasa (SLB).

Di sekolah inklusi, anak-anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak-anak lainnya, dengan pendampingan guru khusus selama kegiatan belajar mengajar.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kemendikbudristek, Iwan Syahril menyebutkan, berdasarkan data pokok pendidikan (Dapodik) per Desember 2022, sebanyak 40.928 sekolah telah melaksanakan pendidikan inklusi baik di SD, SMP, SMA, dan SMK Negeri dan Swasta.

Dari jumlah satuan pendidikan tersebut, sebanyak 135.946 peserta didik berkebutuhan khusus telah melaksanakan pembelajaran di dalamnya.

“Prinsipnya, sekolah hadir memberikan kesetaraan hak bagi setiap anak dan menghadirkan pembelajaran yang mengakomodir semua peserta didik termasuk bagi penyandang disabilitas,” tutur Iwan.

Menurut Iwan, data WHO menunjukkan bila setiap tahunnya sekitar 3.000 sampai 5.000 anak lahir dengan kondisi down syndrome. Hingga kini, diperkirakan terdapat 8 juta penderita down syndrome di seluruh dunia.

"Oleh karena itu, Kemendikbudristek melalui kebijakan Merdeka Belajar selalu berpihak pada setiap anak dan terus mendorong tumbuhnya sekolah-sekolah inklusi," katanya.

Minim

Jumlah sekolah inklusi yang disebutkan Iwan jumlahnya masih minim bila membandingkan dengan jumlah keseluruhan sekolah yang ada sampai tahun ajaran 2022/2023, bahkan secara persentase tidak mencapai 1 persen. Berdasarkan laporan BPS, jumlah sekolah secara keseluruhan mencapai 399.376 unit pada tahun ajaran 2022/2023.

Masih dari data BPS, jumlah penyandang disabilitas usia sekolah (5-19 tahun), tercatat berkisar 2,1 juta jiwa pada tahun 2021. Sementara Pusat Data dan Informasi Kemendikbudristek mencatat ada 269.398 anak berkebutuhan khusus yang mengenyam pendidikan di SLB dan Sekolah Inklusi pada tahun yang sama.

Dengan begitu, anak berkebutuhan khusus yang akses pendidikannya terlayani baru sekitar 12 persen.

Anggota Asosiasi Profesi Ortopedagogik Indonesia (APOI) berharap pemerataan pendidikan inklusi bisa diimplementasikan di Indonesia. Menurutnya, akses pendidikan di Indonesia sekarang sudah terbuka lebar, baik melalui Sekolah Luar Biasa (SLB) maupun sekolah inklusi.

"Semoga akses ini semakin merata dan dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan," katanya.

Ketua Dharma Wanita Pusat, Franka Makarim, mengajak masyarakat untuk bersama-sama menguatkan tekad mewujudkan pendidikan yang kondusif dan suportif.

Dikatakan Franka, masih banyak anak-anak down syndrome yang mengalami diskriminasi karena kondisi yang dimiliki. Hal tersebut tidak hanya merugikan anak, tetapi juga bagi lingkungan sekitarnya.

“Setiap anak memiliki potensi yang dapat mendukung kemajuan masyarakat serta bangsa dan negara. Oleh karena itu, sosialisasi publik yang lebih luas perlu dilakukan agar pola pikir dan pemahaman orang tua, guru, dan masyarakat umum terus berubah dalam menyikapi down syndrome,” ujar Franka.

Franka mendorong dunia pendidikan yang lebih ramah dan adil bagi siswa berkebutuhan khusus bisa tercipta.

“Mari kita ciptakan dunia yang ramah dan memberikan perilaku adil bagi mereka, menerima kehadiran mereka dengan tidak memandang sebelah mata. Kita meyakini bahwa mereka memiliki potensi, rasa, mimpi, dan mampu berkontribusi bagi masyarakat,” ujar Franka. ***

Editor: Kismi Dwi Astuti


Tags

Terkini