Krisis Literasi Melanda, Kemendikbudristek Luncurkan Merdeka Belajar Episode Ke-23

- 27 Februari 2023, 18:58 WIB
Peluncuran Merdeka Belajar tentang literasi di Jakarta, Senin (27/3/2023).*
Peluncuran Merdeka Belajar tentang literasi di Jakarta, Senin (27/3/2023).* /MUHAMMAD ASHARI

KORAN PR - Krisis kompetensi minimum literasi dinilai tengah terjadi dalam dunia pendidikan Indonesia. Tingkat baca yang rendah turut berkontribusi terhadap krisis tersebut.

Mendikbudristek Nadiem Makarim mengatakan, hasil Asesmen Nasional (AN) tahun 2021 menunjukkan satu dari dua peserta didik jenjang SD sampai SMA belum mencapai kompetensi minimum literasi. Hasil tersebut konsisten dengan hasil Programme for International Student Assessment (PISA) selama 20 tahun terakhir.

PISA menunjukkan bahwa skor literasi anak-anak Indonesia masih rendah dan belum meningkat secara signifikan. Kemampuan literasi peserta didik Indonesia masih berada di bawah rata-rata kemampuan literasi peserta didik di negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD),” kata Nadiem, Senin 27 Februari 2023.

Selain itu, AN juga menunjukkan ada kesenjangan pada kompetensi literasi. Menurut Nadiem, cukup banyak sekolah, terutama yang berada di kawasan 3T, dengan peringkat literasi dan numerasi berada pada level satu atau sangat rendah. Sekolah-sekolah yang berada di level satu dan di daerah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T) ini dinilainya membutuhkan intervensi khusus.

“Tingkat literasi terendah kita itu tersebar di seluruh Indonesia. Banyak orang menyangka Pulau Jawa tak ada masalah literasi, itu salah total. Pulau Jawa kita mengalami krisis literasi, tapi di pulau lain, masalah itu mulai melebar,” tuturnya.

Berdasarkan situasi tersebut, Nadiem mengatakan, Kemendikbudristek meluncurkan program Merdeka Belajar Episode Ke-23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia. Program tersebut fokus pada pengiriman buku bacaan bermutu untuk jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Sekolah Dasar (SD) yang disertai dengan pelatihan bagi guru.

Buku dinilainya penting di tengah kebiasaan membaca yang rendah saat ini. “Penyebab rendahnya kebiasaan membaca adalah masih kurang atau belum tersedianya buku bacaan yang menarik minat peserta didik,” ujarnya.

Nadiem menambahkan, program pengiriman buku ke sekolah bukan kebijakan yang baru dilakukan Kemendikbudristek. Namun kali ini, Kemendikbudristek membuat beberapa kebijakan untuk sejumlah hal, mulai dari jumlah eksemplar, jumlah judul buku, jenis buku yang dikirimkan, pendekatan yang dilakukan dalam mendistribusikan buku, sampai pemilihan sekolah yang menjadi penerima pengiriman buku.

Tahun 2022, menurut Nadiem, Kemendikbudristek menyediakan lebih dari 15 juta eksemplar buku bacaan bermutu disertai pelatihan dan pendampingan untuk lebih dari 20 ribu PAUD dan SD yang paling membutuhkan di Indonesia. Ini dikatakannya menjadi program pengiriman buku dengan jumlah buku dan jumlah penerima yang terbesar sepanjang sejarah Kemendikbudristek.

“Dan yang paling penting adalah bagaimana kami saat ini menyediakan pelatihan dan pendampingan untuk membantu sekolah memanfaatkan buku-buku yang diterima,” tutur Nadiem.

Dengan pelatihan yang diberikan, Nadiem berharap guru-guru dan pustakawan sekolah bisa benar-benar memahami kegunaan dan kebermanfaatan buku yang diterima, sehingga tidak akan ada buku yang menumpuk di perpustakaan karena tidak dimanfaatkan.

Ia menambahkan, peningkatan kompetensi literasi tidak dapat dilakukan hanya dengan mengirimkan buku ke sekolah tanpa pendampingan. Untuk itu, pada program kali ini Kemendikbudristek memfasilitasi sekolah dengan pelatihan dan pendampingan agar buku yang dikirimkan dapat dimanfaatkan secara tepat.

Ia mengatakan, menurut penelitian yang dilakukan dengan responden siswa kelas 1 sampai dengan 3 SD, pelatihan yang menyertai pengiriman buku bacaan meningkatkan nilai literasi siswa sebanyak 8 persen pada kemampuan membaca dan 9 persen pada kemampuan mendengar. Lebih dari itu, salah satu fokus utama dalam meningkatkan literasi adalah pemilahan buku yang tepat.

“Buku bacaan yang kami kirimkan ke sekolah melalui program ini terdiri dari buku-buku yang berperan sebagai jendela, pintu geser, dan cermin bagi pembaca anak,” ujar Nadiem.

Melengkapi

Ia mengatakan, Program Merdeka Belajar Episode ke-23 diluncurkan untuk melengkapi tiga terobosan Merdeka Belajar yang telah hadir sebelumnya dan berfokus pada peningkatan literasi peserta didik.

Pertama adalah program Kampus Mengajar yang menjadi bagian dari Kampus Merdeka sebagai Merdeka Belajar episode ke-2. Mahasiswa yang menjadi peserta program Kampus Mengajar dikirim ke sekolah-sekolah di daerah untuk membantu peningkatan kemampuan literasi dan numerasi peserta didik.

Sejak diluncurkan pada tahun 2020, saat ini sudah ada lebih dari 90 ribu mahasiswa peserta program Kampus Mengajar yang membantu lebih dari 20 ribu sekolah.

Kedua, Organisasi Penggerak yang diluncurkan sebagai Merdeka Belajar episode ke-4. Melalui program ini, 156 lembaga dan organisasi yang bergerak di bidang pendidikan telah mendampingi sekolah untuk mengembangkan penguatan literasi.

Ketiga adalah Kurikulum Merdeka sebagai Merdeka Belajar episode ke-15 yang memberikan keleluasaan yang jauh lebih besar bagi guru untuk memanfaatkan buku-buku bacaan sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan.

Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian mendukung penyediaan buku bacaan bermutu yang dilakukan Kemendikbudristek. “Ini merupakan bagian penting dalam upaya menumbuhkan budi pekerti, saya mendukung program Merdeka Belajar Episode ke-23,” ujar Tito.

Selain itu, Kepala Perpustakaan Nasional, Muhammad Syarif Bando juga mendukung kebijakan Merdeka Belajar Episode ke-23. “Program ini sangat mulia dan bagus karena akan melibatkan perpustakaan-perpustakaan di sekolah guna mempercepat terwujudnya kualitas sumber daya manusia (SDM) sesuai dalam RPJM,” tutur Syarif. ***

Editor: Kismi Dwi Astuti


Tags

Terkini