Bahasa Sunda Tak Lagi Dianggap Penting oleh Orangtua di Perkotaan

- 22 Februari 2023, 06:33 WIB
Seorang warga melihat tayangan bertema bahasa daerah di Jalan Asia Afrika Bandung, belum lama ini
Seorang warga melihat tayangan bertema bahasa daerah di Jalan Asia Afrika Bandung, belum lama ini /Armin Abdul Jabbar/"PR"

KORAN PR - Saat ini sudah banyak orangtua di perkotaan yang menganggap tidak penting menjadikan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu. Alasannya karena bahasa Sunda sudah tidak diperlukan dalam pergaulan sehari-hari.

Ketua Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda Universitas Padjadjaran Ganjar Kurnia mengatakan, banyak orangtua sekarang di perkotaan yang khawatir, apabila diterapkan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari, maka anak tidak bisa bergaul dengan orang lain.

Ada juga orangtua yang menganggap penggunaan bahasa nasional lebih bergengsi dibandingkan bahasa Sunda. Malahan, orangtua zaman sekarang menggunakan bahasa asing sebagai bahasa ibu.

Padahal, menurut Ganjar, anak bisa diajarkan tiga bahasa sekaligus. Saat usia dini, anak diajarkan bahasa Sunda, lalu ketika menginjak usia sekolah, anak diajarkan bahasa nasional dan bahasa asing.

"Anak yang belajar beberapa bahasa justru lebih pintar. Orangtua tidak perlu takut anak tidak bisa mengikuti belajar bahasa nasinal dan bahasa asing saat sekolah karena anak cepat beradaptasi," kata Ganjar, Selasa 21 Februari 2023.

Sementara, di pelosok pedesaan, lanjut Ganjar, bahasa Sunda masih menjadi bahasa ibu. Masih banyak orangtua yang mengajarkan anaknya bahasa Sunda sebagai bahasa pertama. Kondisi itu disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya, penetrasi budaya luar Sunda yang belum masif di pedesaan. Selain itu, masih banyak orangtua di pedesaan yang tidak lancar berbahasa nasional dan lebih lancar berbahasa Sunda.

Terkikisnya bahasa Sunda sebagai bahasa ibu dikhawatirkan pula mengikis nilai-nilai Sunda karena dalam bahasa tertanam nilai-nilai kehidupan khas Sunda. Contohnya, nilai kesopanan dan hormat kepada orangtua. Nilai-nilai kehidupan itu lebih mantap ditanamkan dengan bahasa Sunda.

"Mempertahankan bahasa Sunda itu bukan sekadar mempertahankan bahasa, tetapi ada budaya, perilaku," ucap Ganjar.

Ideal

Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Unpad Cece Sobarna menilai, idealnya, seorang anak diajarkan dua bahasa, yakni bahasa Sunda dan bahasa Indonesia supaya anak bisa berkomunikasi dengan orang sekitar lingkungannya yang menggunakan bahasa Indonesia. "Bahasa Indonesia dulu diajarkan sampai lancar, lalu bahasa Sunda. Dari mendengar percakapan dengan orangtua, anak bisa berbahasa Sunda," ujar Cece.

Cece pun mengatakan, di daerah pinggiran kota, orangtua masih mengajarkan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu dan berbicara sehari-hari menggunakan bahasa Sunda dengan anaknya. Sementara, di daerah kota, masyarakatnya menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.

Perbedaan itu disebabkan oleh kondisi masyarakat perkotaan yang heterogen sehingga ada kebutuhan untuk berbahasa Indonesia. Sementara, di wilayah pinggir kota, masyarakatnya homogen. Selain itu, masyarakat pinggiran kota belum tersentuh dunia modern secara masif.

Sementara, keluarga muda tidak mengajarkan lagi bahasa Sunda sebagai bahasa ibu karena tuntutan komunikasi di sekolah dan media televisi yang mnggunakan bahasa pengantarnya bahasa Indonesia.

Menurut Cece, untuk melestarikan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu di perkotaan, perlu cara-cara modern, seperti menggunakan media sosial. Berdasarkan pengamatannya, beberapa akun media menggunakan bahasa Sunda dalam berkomunikasi.

Penggunaan teknologi digital juga bisa membantu mendekatkan kalangan muda kepada bahasa Sunda. Di sekolah, para guru bahasa Sunda pun perlu menggunakan teknologi digital sehingga kegiatan mengajar bisa lebih menarik.

Selain itu, perlu niat tulus masyarakat untuk melestarikan bahasa Sunda. Semua tokoh masyarakat harus terlibat melestarikan bahasa Sunda. Apabila tidak dijaga, maka dikhawatirkan "Sunda" hanya tinggal nama. ***

Editor: Kismi Dwi Astuti


Tags

Terkini