HPSN 2023, Jadi Momentum Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

- 21 Februari 2023, 12:39 WIB
LOKASI Kampung Cilimus dan Kampung Pojok perbatasan Kota Cimahi-Kabupaten Bandung Barat yang dulu masih Kabupaten Bandung beberapa waktu lalu
LOKASI Kampung Cilimus dan Kampung Pojok perbatasan Kota Cimahi-Kabupaten Bandung Barat yang dulu masih Kabupaten Bandung beberapa waktu lalu /Ririn Nur Febriani/
KORAN PR - Setiap tanggal 21 Februari diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN). Adapun tanggal tersebut diperingati setelah terjadinya ledakan sampah di Leuwigajah, Cimahi pada 21 Februari 2005 yang merenggut lebih dari 100 jiwa penduduk di sekitar TPA Leuwigajah.
 
Hal itu menjadi momentum semua pihak untuk kembali membenahi masalah persampahan yang mengancam keberlanjutan lingkungan hidup.

Dikutip dari situs resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, HPSN  menjadi momentum bagi pengelolaan sampah secara berkelanjutan sekaligus memberikan dampak positif terhadap kontribusi upaya penurunan emisi gas rumah kaca. 

Pesan tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati pada saat memberikan kuliah umum di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto pekan lalu.
 
“HPSN yang diperingati setiap tanggal 21 Februari merupakan sebuah konstelasi perjalanan panjang sistem pengelolaan sampah. Bukan hanya fokus ke pengelolaan sampah terintegrasi saja, namun dapat memberikan dampak yang lebih besar terhadap lingkungan dan ekosistem kehidupan global yaitu pengendalian perubahan iklim melalui penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor limbah,” ucap Vivien.
 
Pengelolaan sampah saat ini mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sekaligus manifestasi dari salah satu prinsip pengelolaan sampah berkelanjutan, yaitu waste to resource melalui cara kerja ekonomi sirkular dan sampah menjadi sumber energi. 
 
“HPSN 2023 harus menjadi babak baru pengelolaan sampah di Indonesia menuju Zero Waste, Zero Emission," katanya.
 
Semenjak lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, paradigma pengelolaan sampah menunjukkan perubahan baik. 
Pendekatan ekonomi linier dalam pengelolaan sampah dengan ciri khas kumpul, angkut dan buang ke TPA, telah digantikan dengan ekonomi sirkular yang memegang prinsip regenerate natural system, design out of waste, dan keep product and material in use melalui strategi elimination, reuse, dan material circulation.
 
Menjalankan prinsip dan langkah-langkah baik dimaksud, merupakan perwujudan dan praktik terbaik dalam menjadikan sampah sebagai bahan baku ekonomi.
 
Rektor Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Akhmad Sodiq mengatakan, pihaknya telah melakukan sejumlah riset tentang pengelolaan sampah berkelanjutan yang tepat di Indonesia dan menjalin kolaborasi dengan masyarakat. 
"Kami berawal dari kajian-kajian riset. Ada dua riset, pertama adalah riset yang berkaitan tentang pengelolaan sampah organik dengan intervensi teknologi. Kemudian riset yang kedua, berkaitan dengan rekayasa sosial agar itu diimplementasikan," kata Ahkmad.
 
Merespon paparan Vivien, Akhmad menyatakan bahwa pihaknya sangat mendukung komitmen KLHK pada rencana aksi mencapai target nasional perihal penurunan emisi GRK dan menuntaskan masalah penanganan sampah. 
 
“Civitas akademika Unsoed dapat menjadi agen perubahan di kalangan masyarakat seperti lahirnya beberapa hasil penelitian hingga program pengabdian masyarakat dan lingkungan. Sehingga apa yang diharapkan oleh KLHK melalui kepemimpinan Ibu Siti Nurbaya dalam mencapai zero waste dan net zero emision ini bisa terwujud," katanya.
 
Sementara itu, dikutip dari akun instagram DLH Jabar, HPSN diharapkan bukan hanya sekedar seremoni, namun juga menjadi momentum bagi kita semua untuk merubah kebiasaan dalam mengelola sampah menjadi lebih baik.
 
Pengelolaan sampah saat ini mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sekaligus manifestasi dari salah satu prinsip pengelolaan sampah berkelanjutan.
 
HPSN 2023 harus menjadi babak baru pengelolaan sampah di Indonesia menuju Zero Waste, Zero Emission.
 
Sebelumnya diketahui sudah 18 tahun berlalu, tragedi memilukan longsor sampah di TPA Leuwigajah itu masih lekang dalam ingatan. Ratusan nyawa melayang hingga  permukiman ikut tertimbun sampah.
 
Saat kejadian pada 21 Februari 2005, kawasan tersebut diterpa hujan deras semalaman. Gunungan sampah tinggi goyah akibat diguyur hujan deras dan terpicu konsentrasi gas metan dari dalam ribuan ton tumpukan sampah hingga menyapu permukiman yang ada dibawahnya di Kampung Cilimus dan Kampung Pojok perbatasan Kota Cimahi-Kabupaten Bandung Barat yang dulu masih Kabupaten Bandung.
 
Ratusan jiwa warga yang tengah terlelap langsung terhenyak. Ada yang berhasil selamat, namun ratusan jiwa ikut tertimbun.
 
"Yang terdata 157 tewas, sekitar 20 orang lainnya tidak ketemu terdiri dari 7 orang warga dan sisanya pemulung," ujar Ais Pangampih Kampung Adat Cireundeu Abah Widi.
 
Di TPA tersebut, sampah hanya dibuang begitu saja dengan sistem open dumping. "Sebelumnya memang sudah ada tanda-tanda pergerakan sampah, sudah mengingatkan warga tapi karena Tuhan menghendaki lain sehingga terjadilah peristiwa itu," katanya.
 
Peristiwa itu menjadi cikal bakal peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) dan mendasari UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. 
 
Delapan belas tahun berlalu, alam mulai seimbang. Pepohonan mulai tumbuh, mata air yang semula terkubur kini mengalir kembali. "Lahan ini tidak diapa-apakan termasuk oleh pemerintah. Warga menanam singkong, pisang, pada tumbuh. Reremputan, hewan muncul lagi, mata air kembali mengalir. Mungkin alam sudah kembali pulih dan mencari keseimbangannya," tuturnya.***

Editor: Mochammad Iqbal Maulud


Tags

Terkini

x