Priangan dalam Lintasan Zaman (3): Status Wilayah Tak Henti Berubah

- 16 Februari 2023, 17:47 WIB
GEROBAK kerbau di Cipadalarang, sebelah barat Bandung. Kemungkinan, foto diambil pada abad ke-19.*
GEROBAK kerbau di Cipadalarang, sebelah barat Bandung. Kemungkinan, foto diambil pada abad ke-19.* /KITLV

Kecuali Stad Batavia, cakupan tiga daerah lainnya dapat dikatakan sumir. Wilayah Ommelanden, misalnya, berdasarkan Statuta Baru (Nieuwe Statuten) 1766, sebagaimana tercatat dalam Plakaatboek IX, mencakup bekas Kerajaan Jakarta.

Menurut Nicolaas Engelhard (kemungkinan, saat menjabat Komisaris untuk Urusan Pribumi 1791-1800), Ommelanden hanya mencakup Meester Cornelis (Jatinegara), Tangerang, dan Marunda. Sementara berdasarkan pembagian resmi, seperti dicatat oleh De Haan (1912), Ommelanden merupakan wilayah yang dibatasi oleh Sungai Citarum, Cisadane, Cikaniki, dan terbentang dari pantai hingga pegunungan.

Kondisi serupa berlaku untuk de Benedenlanden. Van Imhoff (Gubernur Jenderal VOC periode 1743–1750) menyatakan bahwa wilayah itu terbentang hingga ke “gunung agung” (het hooge gebergte: Gunung Gede?). Nicolaas Engelhard menyatakan, de Benedenlanden terbentang hingga ke paal 36. Anehnya, berdasarkan resolutie tanggal 8 Agustus 1806, Buitenzorg --yang berada di paal 50-- justru menjadi bagian dari wilayah ini. Sementara itu, pada masa pemerintahan Daendels (1808-1811), Buitenzorg malah dimasukkan ke Daerah Dataran Tinggi (de Bovenlanden).

Kalangan sarjana juga dibuat pusing untuk mencari batas de Bovenlanden. Resolutie tanggal 9 September 1766 hanya menyebut bahwa de Bovenlanden merupakan wilayah “di luar Jakarta, dengan waktu tempuh 3-4 jam” (3 à 4 uuren en verder buijten dese stad).

Pada tahun 1776, sebagaimana dicatat De Haan (1910), Jacob CM Radermacher (kala menjadi anggota luar biasa Raad van Indie) menyatakan bahwa de Bovenlanden malah mencakup Cianjur, Kampungbaru (Buitenzorg) dan Tangerang, serta beberapa daerah kecil. Akan tetapi, di dalam resolutie tanggal 26 Oktober 1802, dinyatakan bahwa de Bovenlanden merupakan wilayah yang terbentang mulai ”dari Weltevreede hingga ke Regentschappen”.

Tiga kelompok

LANTAS, bagaimana dengan wilayah Priangan? Pada periode 1705-1730, ketika berada di bawah kendali Pangeran Aria Cirebon, wilayah Priangan terdiri atas 9 kabupaten, yakni Limbangan, Sukapura, Galuh, Sumedang, Bandung dan Parakanmuncang, Ciasem, Pamanukan dan Pagaden.

Akan tetapi, pada tahun 1730, hanya terdapat tiga kabupaten yang di bawah perintah Residen Cirebon, yakni Limbangan, Sukapura, dan Galuh. Sementara Kabupaten Sumedang, Bandung, dan Parakanmuncang, per 12 Mei 1730, dimasukkan sebagai bagian dari wilayah Batavia.

Pada periode 12 Mei 1765-28 Mei 1758, sebagaimana dapat dibaca dalam Plakaatboek VII dan Plakaatboek VIII, ketiga daerah itu berada di bawah Cirebon untuk dijadikan “pundi-pundi uang bagi residen”. Setelah itu, ketiganya dikembalikan ke Batavia dan membentuk satu kabupaten bernama Bataviasche-Preanger atau Jacatrasche-Preanger. Soal nasib tiga kabupaten lain, yakni Ciasem, Pamanukan, dan Pagaden, de Klein (1931) mengaku tak menemukan informasi akurat.

Merujuk pada kisah perjalanan sejarah, kabupaten-kabupaten di Priangan dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah Limbangan, Sukapura, Galuh. Pada tahun 1705, ketiganya merupakan bagian dari Cirebon sehingga mengusung nama Kabupaten Cirebon Priangan (Cheribonsche Preanger Regentschappen).

Kelompok kedua dihuni oleh Sumedang, Bandung, dan Parakanmuncang. Pada periode 1730-1758, ketiganya menjadi bagian dari Kabupaten Batavia Priangan (Bataviasche Preanger Regentschappen). Setelah sempat menjadi bagian dari Cirebon, pada periode 1758-1765, ketiganya dikembalikan ke Batavia.

Halaman:

Editor: Hazmirullah


Tags

Terkini