Riwayat Haji: Lampau dan Kini (3) ‘Ukazh, bukan Sekadar Pasar

- 15 Februari 2023, 11:00 WIB
PENGUNJUNG memadati Pasar 'Ukazh modern ke-13 tahun 2019. Pemerintah Arab Saudi menjadikan pasar itu sebagai agenda rutin tahunan.*
PENGUNJUNG memadati Pasar 'Ukazh modern ke-13 tahun 2019. Pemerintah Arab Saudi menjadikan pasar itu sebagai agenda rutin tahunan.* /SAUDIGAZETTE.COM.SA.

KORAN PR - Di bagian sebelumnya, kita telah membahas tentang “periode damai” bangsa Arab yang berlangsung pada bulan Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharram setiap tahun. Dalam periode itulah prosesi perziarahan digelar. Orang-orang dari semua penjuru Jazirah Arab berdatangan ke Mekah. Pertemuan banyak orang itu kemudian meniscayakan terjadinya kontak sosial dalam segala urusan, termasuk jual beli. Terbentuklah pasar.

Aqil Ibrahim Alqin, dalam disertasi berjudul The Hajj: Past, Present, and Future (The Communication Aspect) (1995), menyatakan bahwa terdapat tiga pasar tua yang termasyhur di kalangan bangsa Arab dan hanya digelar pada “musim berhaji” di dekat Kota Mekah. Ketiga pasar itu adalah ‘Ukazh, Zu Majanah, dan Zu Majaz.

Akan tetapi, hingga disertasi itu rampung ditulis, Alqin belum menemukan sumber tertulis yang memuat informasi soal kapan pasar-pasar itu mulai diselenggarakan. Ia hanya menyitat kesepakatan kalangan sejarawan bahwa pasar-pasar itu sudah dihelat setidaknya pada akhir abad ke-6 Masehi, tepatnya sejak permulaan Era Kristen.

Pendapat berbeda dinyatakan Muhammad al-Batanuni, dalam buku al-Rihlah al-Hijaziyyah (1908). Ia menyatakan bahwa orang Arab sudah menggunakan pasar-pasar itu setelah tahun gajah (571 Masehi) hingga tahun 125-742 H.

Pada tahun 2017, kesepakatan kalangan sejarawan --yang diikuti oleh Alqin-- terkonfirmasi. Tim ahli bentukan Komisi Umum untuk Pariwisata dan Warisan (General Commission for Tourism and Heritage) Arab Saudi menemukan fakta bahwa Pasar ‘Ukazh mulai digelar pada tahun 201 M.

Sebagaimana diberitakan Arab News, tim mengekskavasi lahan di Thaif yang diduga merupakan lokasi Pasar ‘Ukazh masa lampau dan berhasil menggali “lapisan-lapisan kebudayaan” sejak zaman batu. Berdasarkan hasil penelitian, tim ahli itu sampai pada kesimpulan bahwa Pasar ‘Ukazh mulai kehilangan daya tarik setelah penyebaran Islam, ketika pasar-pasar permanen mulai didirikan di pusat Kota Mekah dan di kota-kota baru Muslim (new Muslim cities) di luar wilayah tersebut.

Soal lokasi, sejak lama, kalangan ahli bersepakat bahwa Pasar ‘Ukazh berlokasi di Thaif. Lokasi tepatnya, menurut Alqin, berada di jalur perlintasan kafilah, di antara Yaman dan Nejed. Informasi dilengkapi oleh al-Batanuni yang menyatakan bahwa pasar itu terletak di antara Qarnulmanazil dan Thaif.

Baca Juga: Riwayat Haji: Lampau dan Kini (2) Bangsa Quraisy & Tiga Golongan Peziarah

Tentang dua pasar lainnya, Alqin menyatakan bahwa Pasar Zu Majanah terletak sekitar 50 kilometer di timur laut Arafah. Sementara Zu Majaz terletak kira-kira 50 kilometer di barat daya Mekah, di sebuah daerah yang dinamakan Mamar al-Dzahran (Wadi Fatimah).

Tambahan lagi, ketiga pasar itu tak digelar secara bersamaan. Setiap tahunnya, Pasar ‘Ukazh digelar pada tanggal 1-20 Zulkaidah. Setelah Pasar ‘Ukazh berakhir, para peziarah berpindah ke Pasar Zu Majanah yang berlokasi lebih dekat ke pusat Kota Mekah. Pasar itu digelar hingga penghabisan bulan itu.

Memasuki bulan Zulhijah, digelarlah pasar ketiga, Zu Majaz, yang berlokasi lebih dekat ke Padang Arafah. Di sana, pasar digelar hingga tibanya hari Tarwiyah (8 Zulhijjah), hari di mana peziarah memulai ritual puncak haji.

Tak cuma jual beli

Pada masa keemasan Pasar ‘Ukazh, para pedagang tak hanya menjajakan barang-barang hasil produksi masyarakat Semenanjung Arab, tetapi dari negeri-negeri yang jauh. Merujuk pemberitaan Arab News, komoditas yang diperdagangkan di sana berbagai macam, seperti bahan-bahan makanan, ternak, senjata, kulit, dan parfum yang dibawa dari Irak, Levante, Persia, dan Yaman.

Informasi ini sejalan dengan penjelasan Augustus Ralli dalam bukunya, Christians at Mecca (1909). Ia menggambarkan, “...Jalan utama (Kota Mekah) disulap menjadi bazar, yang di dalamnya ditawarkan produk-produk setiap negeri di Timur untuk dijual. Di sana, bisa ditemukan kulit-kulit kambing gunung yang berwarna merah atau kuning yang berasal dari Maroko, juga serban dari Tunisia. Orang Turki-Eropa menawarkan kain-kain berbordir, sedangkan orang Anatolia menawarkan sejadah sutra. Terlihat syal-syal dari tenunan Angora, syal-syal Afghanistan yang dibuat sedemikian indahnya, hingga handuk-handuk dari kain sutra Kashmir. Orang India menawarkan kain-kain yang indah, sedangkan orang Badui menawarkan berbagai macam senjata yang bermahkota dan ditatah. Terdapat juga lapak-lapak penjual minyak wangi, tas, dan manisan. Orang Yaman menawarkan barang dagangan berupa kulit binatang dan ular-ular dari daerah tropis, sementara orang kulit hitam dari Sudan menawarkan barang dagangan berupa katun sederhana, keranjang, permata, lada, beragam jenis kain, dan sutra”.

Pada masa lampau, orang-orang Arab memanfaatkan pasar untuk berjual beli barang, sekadar bertukar cerita tentang keadaan diri mereka sendiri, dan membanggakan tradisi mereka. Pada kesempatan itu pula, menurut Alqin, tiap-tiap suku menampilkan orator terbaik untuk menjalankan fungsi penting propaganda dalam menjelaskan pandangan politik dan sosial. Mereka juga melaporkan semua peristiwa yang terjadi di suku mereka sepanjang tahun sebelumnya, termasuk mengungkapkan semua nama penjahat, buronan, dan orang-orang yang telah diusir. Pada saat itu pula, diumumkan denda yang dijatuhkan kepada para pelaku kriminal dan terjadinya pertukaran tahanan.

Ya, pasar sekaligus dijadikan sebagai ajang untuk menyelesaikan semua perselisihan yang telah terjadi serta mengumumkan semua perjanjian dan kesepakatan. Selain itu, tiap-tiap suku menggunakan kesempatan tersebut untuk menyampaikan keluhan dan mengekspresikan perbedaan mereka dengan suku-suku lain.

Serangkaian perlombaan dan pertandingan juga digelar di salah satu bagian pasar: gulat, menunggang kuda, dan adu pedang. Alqin menggambarkan, mereka menggunakan gaya yang mirip dengan gimnasium Yunani. Perlombaan puisi antarsuku juga dilangsungkan dan dinilai oleh dewan juri yang beranggotakan lima orang. Sumber-sumber sejarah mencatat, tokoh penyair termasyhur sekaligus ketua dewan juri perlombaan itu adalah al-Nabigha al-Dubyani.

Satu hal penting lainnya, Pasar ‘Ukazh juga dijadikan sebagai momentum untuk mempersatukan bahasa orang-orang yang mengusung beragam dialek. Dalam konteks ini, mereka dipersatukan oleh bahasa Arab dalam dialek Quraisy. Hal itu lantaran orang-orang Quraisy, sebagaimana disebutkan di edisi sebelumnya, merasa paling unggul lantaran memiliki hak untuk menjaga Ka’bah.

Kini, sejak 14 tahun silam, Pemerintah Arab Saudi kembali membuka Pasar ‘Ukazh, tetapi dalam bentuk festival. Sejumlah tradisi masa lampau kembali dihadirkan dan dijadikan sebagai agenda wisata tahunan.***

Editor: Hazmirullah


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah