Tiga Keluarga Masih Bertahan di Kertaangsana Pasca Pergerakan Tanah Empat Tahun Lalu

- 16 Maret 2023, 22:19 WIB
TIGA keluarga masih bertahan selama 4 tahun di kampung Gunungbatu, Desa Kertaangsana, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi pasca bencana pergerakan tanah.
TIGA keluarga masih bertahan selama 4 tahun di kampung Gunungbatu, Desa Kertaangsana, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi pasca bencana pergerakan tanah. /Herlan Heryadie/

KORAN PR-Sedikitnya sembilan jiwa terdiri dari tiga keluarga yang masih bertahan di tengah-tengah kampung mati pasca bencana pergerakan tanah empat tahun silam. Kampung tersebut adalah Gunungbatu, Desa Kertaangsana, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi. Nasib mereka terkatung-katung lantaran menunggu realisasi pendirian hunian tetap (huntap) dari pemerintah.

Mirisnya, selama empat tahun itu mereka tetap tinggal di rumahnya walaupun rumah sudah dalam kondisi miring. Hingga kini janji pemerintah untuk membuat huntap masih wacana.
Informasi yang dihimpun, dulunya di Kampung Gunungbatu ada sekitar 129 rumah yang dihuni 482 jiwa dari 161 kepala keluarga. Pada Mei 2019 , kampung tersebut dilanda bencana pergerakan tanah, sehingga ratusan warga meninggalkan kampung.

Suasana sunyi dan sepi terasa saat masuk ke kampung tersebut. Beberapa bangunan rumah dan atap rumah yang masih terlihat membuat bulu kuduk merinding.

Korban pergerakan tanah Omah Romlah mengatakan, selama empat tahun, dia bersama sang suami dan satu orang anak memilih tetap bertahan. Mereka hanya mengungsi ketika curah hujan tinggi dan kembali lagi ke rumahnya saat hujan reda. Terkadang mereka menyewa rumah hanya untuk tidur.

"Iya takut, kadang tegang. Masih di sini kalau siang, kalau malam ngontrak. Kalau hujan deras ya pergi ke kontrakan. Kalau hujannya kecil ya di sini. Sudah dari kejadian, sudah empat tahun. Kalau harapan ingin cepat-cepat ada huntap biar ada tempat tinggal yang nyaman, tidak takut lagi," kata Omah saat diwawancarai, Kamis 16 Maret 2023.

Korban lainnya, Uyeh Hariadi mengaku memaksakan diri tinggal di rumah yang sudah tak layak huni sebab lahan pertanian yang dimilikinya tak jauh dari rumahnya. Dia pun tak menampik bahaya lantaran tetap memaksa tinggal di rumah yang terancam ambruk itu.

"Saya sudah empat tahun, dari 2019 abis pemilihan presiden sampai sekarang. Kata ketua BPBD akan dibangunkan untuk huntap di lokasi Cimenteng. Sampai sekarang belum jadi huntapnya. Makanya Abah memaksakan diri diam di sini karena rumah tidak bisa dikunci, terus pertanian di sini rusak semua,” katanya.

Korban lainnya atau hampir seluruh korban pergerakan tanah bertahan di hunian sementara yang ada di Kampung Ciboregah. Hunian sementara itu seharusnya dihuni dua tahun, namun hingga kini tak ada kejelasan mengenai huntap dari pemerintah daerah. ***

Editor: Nuryani


Tags

Terkini

x