Petani di Majalengka Berharap Musim Ini Tak Lagi Kesulitan Pupuk

- 27 Februari 2023, 17:23 WIB
PETANI di Desa Pasirmuncang Kecamatan Panyingkiran, Kabupaten Majalengka sedang menggarap sawahnya.
PETANI di Desa Pasirmuncang Kecamatan Panyingkiran, Kabupaten Majalengka sedang menggarap sawahnya. /Tati Purnawati/

KORAN PR-Petani di Desa Pasirmuncang dan Jatipamor, Kecamatan Panyingkiran, Kabupaten Majalengka berharap  musim tanam ke dua tidak lagi mengalami kesulitan pupuk seperti pada MT I kemarin. Mereka terpaksa harus menebus pupuk non subsidi atau meminjam kartu tani milik petan lain yang pupuknya tidak ditebus agar tetap mendapat pupuk untuk sawahnya.

Diketahui sawah di Kecamatan Panyingkiran masa tanam dan penen lebih dulu dibanding wilayah lain di Kabupaten Majalengka.

Rohani petani asal Desa Pasirmuncang yang menyewa lahan milik warga Desa Jatipamor yang ditemui tengah mencangkul sawahnya, mengaku pada saat MT I dia terpaksa membeli pupuk non subsidi seharga Rp 600.000 dari Ciandeu, Desa Sidamukti, Kecamatan Majalengka. Pasalnya di kios pupuk yang ada di desanya tidak tersedia karena di kios tidak terdaftar nama dirinya.

Dia menyebutkan hingga sekarang belum memiliki kartu tani, padahal telah mendaftarkan diri sejak setahun yang lalu. Itu ditempuh agar dirinya bisa menebus pupuk bersubsidi seperti halnya petani lain di desanya.

“Pupuk subsidi kan lebih murah hanya Rp 230.000 per kw sedangkan pupuk non subsisi yang saya tebus mahal. Sudah setahun daftar tapi tidak keluar juga,” ungkap Rohani yang mengaku kebutuhan pupuk untuk sawahnya mencapai 2,5 kw untuk areal sawah seluas satu bau (500 bata).

Menurutnya, pekerjaan mencangkul pematang sawah (sunda:mopokan galeng) seluruhnya dikerjakan sendiri, karena  jika dikerjakan oleh orang lain maka hasil panen tidak akan sebanding dengan modal yang dikeluarkan, terlebih jika sawah yang digarap diperoleh dari menyewa seperti dirinya.

“Mopokan kunyalira, muruhkeun mah sabarahaeun, macul sabedug Rp 75.000, traktor wae sabau tos Rp 600.000, masih untung di Pasirmuncang mah tandur teu muruhan asal diajak derep, tandur ukur masihan emam, kopi, kue sareng artos Rp 5.000, di kaler mah  buruh tandur puluhan rebu (wilayah Jatitujuh, Kertajati) tandur kedah tos muruhan,” ungkap Rohani.

Tak sesuai kebutuhan

Udin dan Wardi petani lainnya yang juga menggarap lahan dengan sistim sewa mengatakan, ketersediaan pupuk pada MT I sangat terbatas. Beruntung keduanya memiliki kartu tani, namun pupuk yang tersedia tidak sesuai kebutuhan. Karena yang dibutuhkan sebanyak 3 kw sementara yang tersedia di kios sesuai quota kartu miliknya hanya setengahnya dari kebutuhan.

Untuk memenuhi kekurangannya mereka terkadang menebus pupuk non subsidi atau menggunakan kartu tani milik petani lain yang pupuknya tidak ditebus karena tidak malakukan tanam padi.

“Kartu tani saya mah ada tapi entah masih aktif atau tidak belum diperpanjang kembali, hanya untuk memenuhi kekurangan pupuk biasa meminjam kartu tani milik orang lain yang pupuknya tidak ditebus,” ungkap Wardi petani asal Desa Pasirmuncang.

Demikian juga dengan Udin yang mengolah sawah seluas 250 bata milik salah orang dokter di Majalengka, ketika kekurangan pupuk dia menggunakan kartu tani milik petani lain sehingga dia bisa menebus pupuk bersubsidi di kios dekat rumahnya di Jatipamor.

Disinggung soal apakah nama mereka atau areal lahan sawahnya terdaftar di sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok ( e RDKK) atau tidak, tak seorangpun mengetahuinya. Mereka hanya  menyebutkan ketika butuh pupuk harus memiliki kartu tani agar bisa menebus pupuk lebih murah, jika tidak memiliki kartu tani maka terpaksa harus menebusnya dengan harga mahal.

Mereka juga tidak mengetahui solal T Puber (Tebus Pupuk bersubsisi) seperti yang pernah disampaikan Anggota Komisi IV DPR RI H.Sutrisno yang mengatakan, bagi petani yang kartunya bermasalah atau belum memiliki kartu maka mereka bisa tetap menebus pupuk bersubsidi melalui T Puber (Tebus Pupuk bersubsisi).***

 

 

Editor: Nuryani


Tags

Terkini

x