Diolah Secara Tradisional dan Organik, Harga Beras di Kampung Adat Naga Rp 25 ribu per Kg

16 Februari 2023, 22:03 WIB
Salah seorang warga Kampung Adat Naga Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya tengah memanen padi yang mereka taman tidak jauh dari permukimannya, Kamis (16/2/2023). /Aris M. Fitrian/

 

SINGAPARNA, (PR).-
Sudah lebih dari satu bulan ini harga beras di berbagai wilayah mengalami kenaikan. Jenis beras murah yang dulu dijual Rp 9.000 sampai Rp 10.000 per kilogram, kini sudah tidak ditemukan. Bahkan di Kampung Adat Naga Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya, harga beras tembus Rp 25 ribu per kilogram.

 

Saat ini, harga beras jenis medium di pasar Singaparna, berkisar antara Rp 10.500 sampai Rp 11.500 per kilogram. Sementara untuk jenis beras premium berkisar Rp 12.000 sampai Rp 13.000 per kilogram. Sementara di Kampung Adat Naga, harga beras per kilogramnya dijual Rp 25.000.

"Kalau Rp 12 ribu mah masih murah pisan atuh pak. Di sini mah (di Kampung Naga) harganya Rp 25 ribu per kilogram,” kata Kepala Dusun Kampung Adat Naga, Abah Otoy, Kamis (16/2/2023).

Harga tersebut, kata dia, sudah sejak lama terjadi. Namun sekalipun harganya cukup mahal, akan tetapi Abah Otoy memastikan bahwa warga di Kampung Naga tidak pernah mengeluh.

"Ya karena sejak dari dulu juga warga Kampung Naga mah tidak pernah membeli beras, karena masing-masing warga mempunyai sawah, semua bertani," katanya.

Ia menjelaskan, kalau pun ada yang membeli beras hasil bumi warga Kampung Naga, maka itu pasti warga dari luar atau pengunjung yang datang. Harganya memang dibandrol Rp 25.000 per kilogram.

Adapun penyebab warga Kampung Adat Naga mematok harga beras cukup mahal, karena sistem pertanian yang warga Kampung Naga terapkan sepenuhnya tradisional dengan pola tanam organik. Mulai dari masa pra-tanam hingga pasca panen dilakukan secara manual tanpa mempergunakan peralatan modern.

Seperti saat menanam, maka dari mulai pola pengairan dan penggunaan pupuknya pun mempergunakan sistem organik. Sehingga tidak pernah mempergunakan pupuk urea atau kimia. Untuk mengubah gabah padi menjadi beras pun dilakukan secara manual dengan cara ditumbuk di lisung, dan tidak menggunakan mesin penggilingan.

“Makanya disini wajar bila harganya mahal. Sebab itukan beras organik. Pupuknya menggunakan dedaunan di alam sekitar. Menggiling gabahnya juga tidak menggunakan mesin, tapi dengan cara di tumbuk pakai lisung," terang Otoy.

Maka tak heran beras yang dihasilkan pun kualitasnya sangat baik. Saat dimasak, nasi yang dihasilkan pulen dan juga wangi. ***

 

Editor: Nuryani

Tags

Terkini

Terpopuler