Ketika Undak Unduk Bahasa Membuat Takut Salah

- 17 Maret 2023, 22:52 WIB
SEORANG siswa saat menyelesaikan Pekerjaan Rumah (PR) Bahasa Sunda di Jalan Caringin, Kota Bandung, Kamis (16/3/2023).
SEORANG siswa saat menyelesaikan Pekerjaan Rumah (PR) Bahasa Sunda di Jalan Caringin, Kota Bandung, Kamis (16/3/2023). /KHOLID/KONTRIBUTOR "PR"


KORAN PR - Bahasa Sunda menjadi bahasa pertama atau bahasa ibu bagi masyarakat Jawa Barat. Sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat Jawa Barat, terutama yang menyebut dirinya orang Sunda, untuk mampu melestarikan bahasa ibu-nya. Di sisi lain, sebagian generasi muda Sunda punya perasaan “kararagok” mengunakan bahasa Sunda karena takut salah.

 

Di satu kelompok atau wilayah tertentu, sebutan 'maneh' dianggap biasa. Di Banten misalnya, ada kata 'dia'. Kata-kata ini dianggap biasa saja, apalagi jika dipakai di antara teman sebaya.

Viralnya kata “maneh” dua hari terakhir ini mengingatkan kita semua tentang perlunya berbahasa dengan baik dan tepat, baik dalam bahasa daerah maupun dalam bahasa Indonesia. Kata “maneh” dalam bahasa Sunda berarti “kamu” dalam bahasa Indonesia.

Hampir setiap bahasa, ada tingkatan yang digunakan untuk konteks familiar atau akrab. Layaknya bahasa Sunda yang digunakan oleh sesama teman yang dikenal baik, saudara dekat, atau relasi dekat lainnya.

Ada pula tingkatan bahasa yang sopan atau resmi bila digunakan kepada orang yang lebih tua, orang yang kita hormati, atau orang yang tidak kita kenal. Dalam bahasa Sunda, penggunaaan kata” maneh” untuk konteks familiar tentu tidak ada masalah. "Bahkan bisa menjadi panggilan akrab kepada persona kedua tunggal maupun jamak," ucap pakar ketahanan bahasa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof. Dadang Sunendar seperti dilaporkan kontributor "PR" Dewiyatini, Kamis 16 Maret 2023.

Namun, makna akan berbeda apabila kata itu digunakan kepada kategori yang kedua, maka akan dianggap sebagai penggunaan kata yang tidak sopan. Penggunaannya bergantung pada konteks komunikasi itu akrab atau tidak.

"Pertanyaan tentang bagaimana kita menggunakan dan mempertahankan bahasa Sunda atau bahasa-bahasa daerah lainnya secara benar, tentu yang pertama melalui orangtua yang memiliki kewajiban mewariskan bahasa daerah kepada anak-anaknya," ujar Dadang.

Ia menyebutkan, tanpa pewarisan dari orangtua, anak-anak akan langsung menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu mereka. Selain itu, ke depannya akan ada risiko berkurangnya penutur bahasa daerah akan terjadi dengan cepat.

Penutur bahasa daerah ini, kata Dadang, menjadi penjamin kelangsungan bahasa daerah di masa depan. "Semakin sedikit penutur bahasa daerah maka jaminan kelestarian bahasa daerah terus berkurang. Sehingga tidak heran belakangan ini banyak bahasa daerah yang punah," katanya.

Dadang mengatakan, pemerintah juga memiliki kewajiban menjaga kelestarian bahasa daerah termasuk bahasa Sunda. Pemerintah daerah, sesuai amanat UU No 24, pasal 42, memang memiliki tanggung jawab penuh untuk pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa daerah.

"Konteks polemik di atas masuk dalam bagian pembinaan yang harus dilakukan pemda, yang pada tataran teknis dilakukan melalui dinas pendidikan. Ujung tombaknya adalah para guru," katanya.

Kolaborasi semua pihak untuk melestarikan bahasa daerah dapat menjadi dorongan eksistensi bahasa daerah. Bahkan tidak hanya itu, bahasa daerah yang terjaga itu mampu menjadi perekat masyarakat. Tentunya dengan memahami tata bahasanya yang baik dan benar.

Undak usuk

Ketua Pusat Digitalisasi Pengembangan Budaya Sunda (PDPBS) Prof Ganjar Kurnia pun mengatakan, penggunaan bahasa Sunda sangat tergantung dengan banyak faktor. Misalnya, tingkat kedekatan personal seseorang, persepsi, dan wilayah. "Di satu kelompok atau wilayah tertentu, sebutan 'maneh' dianggap biasa. Di Banten misalnya, ada kata 'dia'. Kata-kata ini dianggap biasa saja, apalagi jika dipakai di antara teman sebaya," ungkap Ganjar.

Ganjar menganggap, undak usuk basa di bahasa Sunda cukup merepotkan. Hal ini bisa disederhanakan dengan mengelompokan ke dalam bahasa lemes dan loma. Contohnya di sekolah, sebaiknya bahasa lemes menjadi fokus pembelajaran bahasa Sunda.

"Bahasa lemes tidak termasuk undak usuk basa, karena kalau undak usuk basa ada yang diperuntukan untuk diri sendiri dan orang lain. Kalau bahasa lemes adalah bahasa yang sopan, yang bisa dipakai berkomunikasi dari mulai anak-anak sampai orang tua," ucap Ganjar.

Ia menegaskan, memerlukan kearifan untuk memahami kalau bahasa Sunda itu sangat beragam. Secara personal, Ganjar cenderung memilih bahasa lemes yang harus terus disosialisasikan, terutama ke generasi muda agar bahasa Sunda tidak punah.

Bahasa tren

Akademisi sekaligus pegiat bahasa Sunda Teddi Muhtadin menyebutkan, agar bisa masuk ke generasi muda, bahasa Sunda harus dilihat sebagai bahasa gaul, yang kadang tidak berpedoman pada undak usuk basa. Kata-kata yang dianggap kasar di undak usuk basa bisa dianggap kasar dan bisa jadi dianggap biasa saja kalau di kalangan generasi muda.

"Misalnya sekarang yang lagi tren itu menyebut 'aing'. Saat ini 'aing' dianggap sebagai pengganti 'gue'. Jadi ada kosakata lain yang dipakai di kalangan generasi muda," kata Teddi.

Teddi melihat tren ini sebagai sesuatu yang positif, selama mereka menggunakan kata-kata itu di kalangan sendiri. Berbeda halnya jika berkomunikasi dengan yang usianya lebih tua, kata Teddi, tentu harus tetap memperhatikan bahasa yang dipakai.

Menurut Teddi, sangat mungkin menghilangkan undak usuk basa. Hal ini untuk merespons kesulitan terhadap bahasa Sunda. Apalagi, kata Teddi, bahasa Sunda juga harus turut mengikuti perkembangan zaman.

Caranya mungkin nyeleneh, tapi ini sebagai salah satu cara untuk terus menggaungkan bahasa Sunda terutama ke generasi muda. Patut diperhatikan juga kalau bahasa Sunda itu sangat beragam, sangat tergantung situasi dan budaya setempat.

"Perlu rujukan yang menarik ke generasi muda untuk memberi tahu kalau bahasa Sunda punya banyak gaya bahasa yang asyik. Selain itu, perlu ada strategi untuk membuat bahasa Sunda sefleksibel mungkin agar bisa masuk ke berbagai kalangan, karena ketika sudah kenal, baru akan ada jalan untuk mempelajari lebih dalam," ujar Teddi. ***

Editor: Suhirlan Andriyanto


Tags

Terkini

x