Ketika Undak Unduk Bahasa Membuat Takut Salah

- 17 Maret 2023, 22:52 WIB
SEORANG siswa saat menyelesaikan Pekerjaan Rumah (PR) Bahasa Sunda di Jalan Caringin, Kota Bandung, Kamis (16/3/2023).
SEORANG siswa saat menyelesaikan Pekerjaan Rumah (PR) Bahasa Sunda di Jalan Caringin, Kota Bandung, Kamis (16/3/2023). /KHOLID/KONTRIBUTOR "PR"

Penutur bahasa daerah ini, kata Dadang, menjadi penjamin kelangsungan bahasa daerah di masa depan. "Semakin sedikit penutur bahasa daerah maka jaminan kelestarian bahasa daerah terus berkurang. Sehingga tidak heran belakangan ini banyak bahasa daerah yang punah," katanya.

Dadang mengatakan, pemerintah juga memiliki kewajiban menjaga kelestarian bahasa daerah termasuk bahasa Sunda. Pemerintah daerah, sesuai amanat UU No 24, pasal 42, memang memiliki tanggung jawab penuh untuk pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa daerah.

"Konteks polemik di atas masuk dalam bagian pembinaan yang harus dilakukan pemda, yang pada tataran teknis dilakukan melalui dinas pendidikan. Ujung tombaknya adalah para guru," katanya.

Kolaborasi semua pihak untuk melestarikan bahasa daerah dapat menjadi dorongan eksistensi bahasa daerah. Bahkan tidak hanya itu, bahasa daerah yang terjaga itu mampu menjadi perekat masyarakat. Tentunya dengan memahami tata bahasanya yang baik dan benar.

Undak usuk

Ketua Pusat Digitalisasi Pengembangan Budaya Sunda (PDPBS) Prof Ganjar Kurnia pun mengatakan, penggunaan bahasa Sunda sangat tergantung dengan banyak faktor. Misalnya, tingkat kedekatan personal seseorang, persepsi, dan wilayah. "Di satu kelompok atau wilayah tertentu, sebutan 'maneh' dianggap biasa. Di Banten misalnya, ada kata 'dia'. Kata-kata ini dianggap biasa saja, apalagi jika dipakai di antara teman sebaya," ungkap Ganjar.

Ganjar menganggap, undak usuk basa di bahasa Sunda cukup merepotkan. Hal ini bisa disederhanakan dengan mengelompokan ke dalam bahasa lemes dan loma. Contohnya di sekolah, sebaiknya bahasa lemes menjadi fokus pembelajaran bahasa Sunda.

"Bahasa lemes tidak termasuk undak usuk basa, karena kalau undak usuk basa ada yang diperuntukan untuk diri sendiri dan orang lain. Kalau bahasa lemes adalah bahasa yang sopan, yang bisa dipakai berkomunikasi dari mulai anak-anak sampai orang tua," ucap Ganjar.

Ia menegaskan, memerlukan kearifan untuk memahami kalau bahasa Sunda itu sangat beragam. Secara personal, Ganjar cenderung memilih bahasa lemes yang harus terus disosialisasikan, terutama ke generasi muda agar bahasa Sunda tidak punah.

Bahasa tren

Akademisi sekaligus pegiat bahasa Sunda Teddi Muhtadin menyebutkan, agar bisa masuk ke generasi muda, bahasa Sunda harus dilihat sebagai bahasa gaul, yang kadang tidak berpedoman pada undak usuk basa. Kata-kata yang dianggap kasar di undak usuk basa bisa dianggap kasar dan bisa jadi dianggap biasa saja kalau di kalangan generasi muda.

"Misalnya sekarang yang lagi tren itu menyebut 'aing'. Saat ini 'aing' dianggap sebagai pengganti 'gue'. Jadi ada kosakata lain yang dipakai di kalangan generasi muda," kata Teddi.

Halaman:

Editor: Suhirlan Andriyanto


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x