Anak Berperilaku Kriminal Semakin Marak, Berani dan Keji

- 13 Maret 2023, 23:07 WIB
DUA orang remaja saat memandangi baliho bertuliskan waspada kejahatan di Jalan Lio Genteng, Kecamatan Astana Ayanar, Kota Bandung, Senin (13/3/2023). Warga Kota Bandung berharap pemerintah dan kepolisian dapat bersinergi dalam memberantas kejahatan di Kota Bandung mengingat kondisi saat ini di Kota Bandung kembali marak kejahatan.
DUA orang remaja saat memandangi baliho bertuliskan waspada kejahatan di Jalan Lio Genteng, Kecamatan Astana Ayanar, Kota Bandung, Senin (13/3/2023). Warga Kota Bandung berharap pemerintah dan kepolisian dapat bersinergi dalam memberantas kejahatan di Kota Bandung mengingat kondisi saat ini di Kota Bandung kembali marak kejahatan. /KHOLID/KONTRIBUTOR "PR"


KORAN PR - SETIAP hari berita kriminal muncul seakan tak pernah habis. Namun fenomena yang muncul saat ini adalah kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak di bawah umur semakin marak. Kasusny apun bermacam-macam dari penganiayaan, perkosaan hingga pembunuhan. Bagaimana seorang anak di bawah umur sudah menjadi pelaku kejahatan keji?

 


ISTILAH kenakalan remaja tidak dikenal dalam hukum pidana. Namun, sering kali kenakalan remaja ini diasumsikan pada tindak pidana ringan yang dilakukan anak.
Dalam ranah hukum hanya dikenal pengkategorian anak dan dewasa yang membedakan dari sisi usia. Untuk usia di bawah 18 tahun dikategorikan sebagai anak. Sementara usia di atas 18 tahun disebut orang dewasa.

"Akan tetapi untuk anak-anak diperlakukan khusus baik dari sisi perlindungan anak, pemeriksaan polisi, persidangan, hingga pemberi hukuman," ujar pakar hukum anak Universitas Padjadjaran Lies Sulistyani kepada kontributor "PR" Dewiyatini, Senin 13 Maret 2023.

Dalam hukum, anak yang berperkara sudah diperlakukan dengan lunak. Salah satunya berupa mediasi penal untuk tindak pidana dengan ancaman hukuman di bawah tujuh tahun. "Anak dapat diselesaikan kasusnya dengan perdamaian. Dengan catatan, si korban mau menerima perdamaian," ucapnya.

Lies menyebutkan anak yang diberikan tindakan dimasukkan ke Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS), bukan penjara anak. Proses pembinaan di LPKS ini berperan banyak terhadap anak.

"Ini berat tanggung jawabnya untuk membina anak yang menjadi pelaku tindak pidana," katanya.

Media dan masyarakat memiliki kekuatan besar memengaruhi pola pikir orang. Masyarakat bereaksi sedemikian rupa. Masyarakat kekuatan besar reaksi sosial bisa diterima lagi di masyarakat atau tidak. Di sisi lain, hakim tidak boleh terpengaruh opini masyarakat.

Menurut Lies, anak menjadi tanggung jawab semua. Tidak cukup bergantung pada sistem peradilan anak. "Perlakuan terhadap anak harus bijaksana. Menyikapi perbuatan yang dilakukan anak dengan jenis tindak pidana apa pun," ujarnya.

Halaman:

Editor: Suhirlan Andriyanto


Tags

Terkini

x