Petani Butuh Solusi Pupuk, Bukan Impor Beras

- 6 Maret 2023, 18:18 WIB
PETUGAS memberikan beras murah kepada warga pada operasi pasar beras medium di Lapang Gasmin, Antapani, Kota Bandung, beberapa waktu lalu.
PETUGAS memberikan beras murah kepada warga pada operasi pasar beras medium di Lapang Gasmin, Antapani, Kota Bandung, beberapa waktu lalu. /DENI ARMANSYAH/KONTRIBUTOR "PR"

 

KORAN PR - PANEN raya adalah saat yang dinanti-nantikan para petani. Pasalnya, saat itu akan terjadi penurunan harga padi, yang membuat petani menjadi lebih untung karena padi yang sudah dipanen akan terjual lebih banyak. Dengan panen raya, pembelian gabah dari petani juga bisa menjadi normal kembali.

 

Panen raya juga berdampak bagi masyarakat karena membuat persediaan berasa tercukupi sehingga harga beras menjadi stabil. Dampaknya, masyarakat bisa membeli beras dengan harga murah, sehingga kebutuhan pangan jadi tercukupi. Panen raya ini diharapkan mampu mengatasi tingginya harga beras dan memenuhi stok nasional.

Untuk tahun ini, panen raya padi dimulai pada Februari hingga Aptil 2023. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ada lebih dari 1 juta hektare (ha) lahan yang panen pada Februari 2023 dan 1,9 juta hektare lahan yang panen pada Maret 2023.

Panen saat ini telah terjadi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan lainnya. Berdasarkan Data Keterangan Sampel Area (KSA) BPS Februari 2023 panen padi 1 juta ha menghasilkan setara 3,2 juta ton beras.

"Februari sudah memasuki panen raya dan puncaknya nanti Maret dan April 2023. Data KSA BPS nanti Maret diprediksi panen 1,9 juta ha setara 5,9 juta ton beras," kata Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi di Jakarta, belum lama ini.

Meski sudah memasuki masa panen padi, namun pemerintah kadung telah mengimpor beras sebanyak 500.000 ton. Alasannya, stok Bulog menipis sehingga tak dapat memenuhi kebutuhan beras nasional. Stoknya Bulog minimal 1,2 juta ton, namun pada bulan-bulan lalu hanya ada di angka 600.000 ton.

Perum Bulog melaporkan bahwa beras impor sebanyak 500.000 ton saat ini seluruhnya sudah masuk Indonesia. Impor beras dilakukan untuk memenuhi pasokan cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Perum Bulog. CBP merupakan persediaan beras yang dikelola oleh pemerintah melalui Perum Bulog.

Tapi ironis, Indonesia adalah negara agraris dan nasi adalah makanan pokok orang Indonesia. Faktanya, impor tetap dilakukan meski ada atau berdekatan dengan panen raya.
Selain itu, pemerintah kerap mengidentikkan stok beras nasional dengan stok Bulog. Padahal, jika stok Bulog menipis karena harga beli Bulog lebih rendah dari harga pasar sehingga petani lebih suka memilih untuk menyimpan gabahnya daripada menjualnya ke Bulog.

Menurut Suwandi, data stok beras terdiri dari stok yang ada di masyarakat dan stok di pemerintah atau Bulog. Namun, jumlah stok beras itu berbeda-beda antarpelaku dan berbeda pula antarmusimnya. Ketersediaan beras di pemerintah lewat gudang Bulog dinilai lebih mudah dicatat. "Stok Bulog ini cukup aman di saat menjelang panen raya sekarang," tuturnya.

Dirut Perum Bulog Budi Waseso menjelaskan, Bulog mendapat penugasan dari negara untuk tetap melaksanakan impor beras sebanyak 500 .000 ton beras sebagai cadangan beras pemerintah (CBP).

“Bulog bukan yang mengajukan impor beras karena Bulog hanya dikasih penugasan hasil dari proses rapat kabinet dan ditindaklanjuti dengan rakortas tiga kali,” kata Buwas seperti dilaporkan kontributor “PR” Satrio Widianto.

Keputusan pemerintah mengimpor beras membuat para petani menjerit. Seorang Petani asal Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Cianjur, Denis Sunarya (40) mengatakan, petani akan semakin merugi jika pemerintah melakukan impor beras dan melakukan operasi pasar menjelang panen raya.

"Setiap musim panen raya memang harga turun, tapi kalau impor itu sangat merugikan petani. Nanti harga akan semakin anjlok," kata Deni kepada kontributor “PR” Muhammad Ginanjar, Sabtu 4 Maret 2023.

Deni mengatakan, pemerintah seharusnya memikirkan hal yang lebih menguntungkan petani ketimbang memaksa untuk melakukan impor. "Kalau harga mau stabil, seharusnya pemerintah itu memikirkan masalah pupuk, sekarang pupuk itu susah belum mahal, itu harusnya yang dipikirkan, kalau impor sama saja mematikan kami," katanya.

Menurut Deni, pemerintah seharusnya memikirkan kesejahteraan para petani dengan cara memudahkan pasokan pupuk dan membuat harganya stabil. Saat ini, petani Cianjur enggan untuk menjual berasnya ke Bulog, karena tidak sesuai dengan biaya produksi. Seharusnya, pemerintah tidak usah takut stok beras tidak ada atau kekurangan kalau harga pupuk normal dan pasokannya stabil.

"Kalau terus-terusan impor, pemerintah sama saja mematikan kami, yang kami perlukan itu pupuk, ," katanya.

Anjlok

Sejumlah petani di Karawang pun menyesalkan kebijakan pemerintah mengimpor beras saat tiba masa panen raya. Kebijakan tersebut dinilai sangat berpengaruh terhadap jatuhnya harga jual gabah saat ini.

Sekretaris Gapoktan "Sri Jaya" Desa Cipondoh, Kecamatan Tirtamulya Hatta Susilo mengatakan, pada awal Januari 2023, harga jual gabah kering pungut (GKP) di sejumlah sentra produksi padi di Karawang tembus Rp 5500/kg bahkan hingga Rp 60.000/kg. Harga tersebut sangat menggairahkan petani untuk bercocok tanam.

Kini, ungkap Hatta, harga gabah tersebut anjlok antara Rp 4.500-Rp4.800 /kg. Penurunan signifikan harga gabah itu dipicu oleh isu masuknya beras impor ke tanah air dan faktor cuaca yang kurang bersahabat.

“Para tengkulak, selalu beralasan beras sedang "banjir" di pasaran, sehingga hargnya murah. Padahal, harga beras eceran masih tetap mahal. Isu masuknya beras impor dimanfaatkan tengkulak untuk menekan petani. Sementara peran Bulog juga tidak ada karena memang terikat oleh HPP (harga pembelian pemerintah) gabah yang jauh di bawah harga pasaran," kata Hatta seperti dilaporkan kontributor “PR” Dodo Rihanto.

Menurut Hatta, alasan pemerintah mengimpor beras karena stok di gudang Bulog menipis sangat tidak relevan dengan kondisi di lapangan. Sebab, berdasarkan data dari BPS, pada 2022 lalu produksi beras di Indonesia mencapai 55 juta ton. Sementara kebutuhan pangan rakyat Indonesia hanya 2,5 juta ton beras per bulan.

Pendapat senada disampaikan Arip Munawir Ketua Gapoktan 'Mekarjaya' Desa Kampungsawah, Kecamatan Jayakerta Kabupaten Karawang. Dia mengaku khawatir kebijakan impor yang dilakukan pemerintah bakal menekan harga juga gabah petani lokal.
"Hingga saat ini dampak dari impor beras belum begitu terasa. Tapi pada saatnya nanti akan menekan petani lokal," ucap Arip.

Di Indramayu, aktivitas panen padi sudah mulai terlihat seperti di Kecamatan Gantar, Haurgeulis, Bongas dan sekitarnya. Panen di daerah sentra pangan terbesar di Jawa Barat ini juga sudah mulai terlihat di Kecamatan Pasekan, Sindang, Lohbener.

Luasan panen raya di Indramayu masih di bawah 10 persen. Panen raya di wilayah Indramayu diprediksi akan terjadi pada akhir Maret sampai pertengahan April 2023. Untuk musim tanam rendeng tahun 2023 ini, sedikitnya ada 80.000 sampai 95.000 hektare sawah akan melakukan panen padi.

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Indramayu, H Sutatang mengungkapkan, Indramayu dan daerah sekitarnya seperti Cirebon, Majalengka dan Subang sudah mulai memasuki masa panen.
"Ada laporan panen sudah mulai berlangsung. Meski masih di luasan lahan terbatas. Tapi ini pertanda secara umum sudah memasuki masa panen," tutur Sutatang seperti dilaporkan kontributor “PR” Agung Nugroho.

Stop impor

Melihat kondisi areal sawah di lapangan yang mulai memasuki panen, Sutatang meminta agar pemerintah sudah saatnya menyetop keran impor.

"Sekarang, karena sudah memasuki masa panen, sebaiknya keran impor distop. Produksi beras akan kembali melimpah," tutur Sutatang.

Untuk Indramayu dan sekitarnya, atau Jawa Barat secara umum, panen raya akan berlangsung antara akhir Maret hingga pertengahan April 2023.
Berdasar hasil laporan dari petani yang sudah panen, produksi rata-rata per hektare mencapai antara 7 ton - 7,5 ton gabah kering panen (GKP) atau sekitar 5,3 ton- 5,5 ton gabah kering giling (GKG).

"Rata-rata ada kenaikan di kisaran 3 persen. Kita berharap tidak ada gangguan alam maupun hama selama memasuki panen," tutur Sutatang.
Ketika memasuki musim panen, harga GKP dan GKG juga mulai mengalami penurunan. Kini harga GKP rata-rata RP 5.500 per kilogram. Sebelum memasuki musim panen, harga GKP berada di kisaran Rp 6.000 per kg. Begitu pula dengan harga GKG yang tadinya Rp 8.000 per kg,kini menjadi Rp 7.000 per kg.

"Sekarang yang harganya masih Rp 12.000 per kg hanya beras premium. Kalau yang medium sudah antara Rp 10.500 samai Rp 11.000 per kg," tutur Sutatang.
Penurunan harga beras, selain sudah memasuki masa panen, sebagian besar petani juga sudah meepas stok pangan terakhirnya di gudang-gudang mereka.

"Ini biasa. Begitu melihat panen sudah dekat, petani langsung melepas stok terakhir ke pasar. Hanya menyisakan untuk kebutuhan makan, itupun hanya sedikit karena akan ada tambahan lagi dari panen," tutur Sutatang.***

 

Editor: Suhirlan Andriyanto


Tags

Terkini

x