Wabah Flu Burung Ganas Sudah Diprediksi Bakal Muncul Lagi

- 1 Maret 2023, 22:51 WIB
SEORANG warga memperlihatkan kandang unggas di Cimahi, Rabu 1 Maret 2023.  Ungas yang mati dipastikan sudah dimusnahkan.
SEORANG warga memperlihatkan kandang unggas di Cimahi, Rabu 1 Maret 2023. Ungas yang mati dipastikan sudah dimusnahkan. /Ririn NF/

KORAN PR - KASUS flu burung kembali merebak di Eropa, Amerika dan Australia, kemudian memasuki wilayah Amerika Selatan. Sayangnya, banyak negara tidak melakukan vaksinasi untuk mengendalikan virus yang muncul kembali sejak 2021.

Hasil evolusi dan mutasi virus patogen merupakan biang merebaknya flu burung. Strain H5 dan H7 pada flu burung, menyebabkan efek mematikan yang sangat ganas. Strain ini menyebar juga pada burung liar hingga akhirnya menyebar pada unggas.

Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University, Prof Ronny Rachman Noor mengatakan, vaksinasi diperlukan untuk mengendalikan flu burung H5N1 varian 2.3.4.4b. Pasalnya, virus ini dikenal ganas dan infeksius. Apalagi flu burung varian baru itu tidak hanya menginfeksi unggas, tetapi juga bisa menular kepada manusia.

Menurut Ronny, pemusnahan unggas yang terinfeksi di wilayah terdampak dinilai kurang tepat karena menimbulkan kerugian secara ekonomi. "Vaksinasi diperlukan karena ada kekhawatiran terjadi penyebaran yang lebih luas lagi akibat unggas tanpa gejala ikut menyebarkan virus ini pada unggal yang belum divaksin," kata Ronny seperti dilaporkan kontributor “PR” R Noviansyah,di Bogor, Rabu 1 Maret 2023.

Berdasarkan pola penyebaran virus flu burung dalam empat tahun terakhir, ungkap Rony, wabah ini memang telah diprediksi kembali menghantui dunia. Strain baru virus ini dapat juga menyerang berbagai spesies termasuk mamalia.

Bahkan, flu burung varian baru ini telah menyerang 236 spesies burung liar, termasuk di antaranya elang, burung nasar, pelikan dan penguin. Penyebaran virus flu burung pada cerpelai ini memang menimbulkan kekhawatiran tersendiri karena dapat menjadi jembatan penyebaran virus ini ke mamalia, termasuk manusia.

"Jika hal ini terjadi maka penyebaran virus ini antarmamalia tinggal menunggu waktu saja karena virus ini memiliki kemampuan mutasi yang luar biasa," katanya.

Ronny mengingatkan, dunia harus mulai waspada terhadap potensi merebaknya virus ini. Sejak Januari 2021, telah terjadi 186 kasus wabah H5N1 pada mamalia. Virus ini menyerang 17 spesies termasuk rubah, berang-berang dan anjing laut, beruang, singa gunung, serta sigung.

Virus ini tidak hanya menyerang sistem pernapasan, tetapi juga sistem saraf pusat dan otak mamalia. Kekhawatiran terhadap mutasi virus ini dan penularan antarmamalia sangat beralasan. Walaupun saat ini tingkat kematian pada manusia masih rendah.

"Indonesia juga perlu bersiap jika akhirnya virus flu burung ini masuk kembali ke Indonesia karena jika sudah masuk maka dipastikan akan menimbulkan kerugian yang sangat besar pada industri perunggasan nasional dan perekonomian nasional," katanya.

Kebutuhan unggas

Sementara itu, Pemprov Jabar memastikan hingga saat ini belum ditemukan kasus flu burung H5N1 varian 2.3.4.4b seperti yang merebak di beberapa negara Eropa, Amerika, dan di Kamboja (Asia). Adapun flu burung yang terdeteksi di Jabar adalah varian H5N1 biasa yang relatif masih belum berbahaya, yakni di Kota Cirebon dan Kota Cimahi.

Konfirmasi flu burung biasa ini hasil dari laboratorium Balai Veteriner Subang yang kemudian dikirimkan ke Kementerian Kesehatan. Meski begitu, diperlukan kewaspadaan baik itu dari jajaran kesehatan hewan, peternak unggas, maupun masyarakat untuk mengantisipasi H5N1 varian terbaru.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jawa Barat Arifin Soedjayana menuturkan, kewaspadaan dilakukan terutama untuk menghindarkan kerugian ekonomi akibat kematian massal unggas. Ia juga memastikan kebutuhan daging unggas masyarakat cukup, serta penularan virus dari unggas ke manusia (zoonosis).

"Kepada seluruh jajaran kesehatan hewan diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap berkembangnya penyakit AI ( Avian influenza )," ujar Arifin Soedjayana, belum lama ini.

DKPP Jabar telah melakukan beberapa langkah untuk mencegah flu burung varian baru 2.3.4.4b. Pertama, kata Arifin, meningkatkan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat dan peternak unggas, agar segera melapor kepada petugas kesehatan hewan terdekat bila menemukan unggas sakit atau mati mendadak.

Langkah kedua, jajaran kesehatan hewan segera merespons laporan masyarakat dengan prinsip'3 Cepat' yakni deteksi cepat, lapor cepat, dan respons cepat, sesuai SOP pengendalian flu burung. Ketiga, meningkatkan pembinaan dan pendampingan peternak untuk menerapkan tindakan biosekuriti guna mencegah masuk kuman penyakit ke peternakan unggas.

"Peternakan unggas komersial skala kecil dan menengah agar menerapkan biosekuriti 3 Zona sebagai model percontohan bisekuriti sederhana, hemat, praktis dan efektif," kata Arifin.

Langkah keempat yaitu pendampingan peternak untuk melakukan 'Vaksinasi AI 3 Tepat' yakni tepat vaksin, tepat program ulangan, dan tepat teknik vaksinasi. Arifin menambahkan, vaksinasi AI pada itik dianjurkan menggunakan vaksin AI Subtipe H5N1 clade 2.3.2. Pada ayam petelur vaksin clade 2.1.3, atau clade 2.3.2, atau vaksin kombinasi clade 2.1.3 dan clade 2.3.2 produksi nasional.

Sanitasi

Menurut Arifin, faktor yang tak kalah penting yakni meningkatkan pembinaan penerapan sanitasi pada sepanjang rantai pemasaran unggas guna memutus rantai penyebaran virus. Ia juga diimbau kepada par apeternak untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti menggunakan masker saat menangani unggas hidup atau mati. Setelahnya mencuci tangan dan kaki dengan air dan sabun.

Langkah selanjutnya adalah, pengadaan anak ayam atau DOC ( day old chick ) diimbau berasal dari kompartemen breeding farm yang telah memiliki sertifikat bebas flu burung.
“Perlu langkah koordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten/kota jika ditemukan masyarakat yang mengalami gejala mirip flu di sekitar tempat kejadian kasus yang diduga AI,” katanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Masyarakat Veteriner DKPP Jabar drh. Supriyanto mengatakan, pengendalian petugas dan peternak untuk antisipasi flu burung, masih dilakukan seperti dalam Surat Edaran Kewaspadaan AI dari Kepala DKPP Jabar.
Adapun ia bersyukur H5N1 varian 2.3.4.4b belum dan jangan sampai muncul di Indonesia. "Vaksin khusus H5N1 clade 2.3.4.4b belum ada di Indonesia," ucapnya. 

 

 

Editor: Suhirlan Andriyanto


Tags

Terkini