Ruas Bojongsoang, Satu Titik Masalah Urban Pinggiran

- 24 Februari 2023, 00:05 WIB
KENDARAAN melintasi kawasan Jalan Raya Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Rabu 22 Februari 2023.  Pemerintah Kabupaten Bandung meminta kepada Pemprov Jabar untuk membangun jembatan layang di wilayah tersebut sebagai upaya mengurai kemacetan.*
KENDARAAN melintasi kawasan Jalan Raya Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Rabu 22 Februari 2023. Pemerintah Kabupaten Bandung meminta kepada Pemprov Jabar untuk membangun jembatan layang di wilayah tersebut sebagai upaya mengurai kemacetan.* /ARMIN ABDUL JABBAR/"PR"

 

KORAN PR - RUAS jalan Bojongsoang merupakan salah satu akses utama masyarakat Kabupaten Bandung yang akan menuju Kota Bandung, dan sebaliknya. Kemacetan di kawasan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, sudah dalam tahap serius sehingga penanganannya seharusnya menjadi salah satu agenda prioritas pemerintah. Kemacetan di Bojongsoang hanya merupakan persoalan di satu titik karena kemacetan parah di ruas jalan lainnya.

 

AREA Bojongsoang menjadi semakin padat dan sareukseuk. Banyak berbagai pusat kegiatan masyarakat mulai kampus hingga tempat niaga di wilayah tersebut. Lalu lintas lebih padat lagi disebabkan semakin banyaknya perumahan yang dibuka di sepanjang jalan raya tersebut.

Kemacetan yang terjadi di kawasan Bojongsoang terjadi karena fenomena urban sprawl di sekitar kawasan tersebut. Urban sprawl diperkirakan akan terus terjadi, sehingga penyiapan infrastruktur berupa peningkatan dan perbaikan jaringan jalan mutlak harus terus dilakukan.

“Di sepanjang kawasan itu juga terdapat kegiatan yang luar biasa padat di kiri kanannya. Sedangkan banyak orang yang lewat sana tidak hanya untuk lewat, tapi juga berhenti, berputar, parkir, serta aktivitas keluar masuk ke lokasi kegiatan tersebut. Jadi memang dari sisi lalu lintas, macet sekali,” ucap pakar transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Ade Sjafruddin di Bandung, Kamis 23 Februari 2023.

Ade menyebutkan, setidaknya ada tiga hal yang bisa dijadikan solusi untuk mengurai kemacetan di kawasan tersebut, yakni pembangunan flyover (jalan layang), pembangunan jalan baru, dan peningkatan jalur alternatif di sekitarnya. Pembangunan jalan layang merupakan opsi yang paling masuk akal untuk dilakukan dalam waktu dekat.

“Saya pikir, pembangunan flyover di kawasan Bojongsoang itu memang merupakan titik yang harus diprioritaskan. Karena bukan hanya lalu lintas lokal yang terlibat masalah di sana, namun juga akses menuju ke Bandung selatan dan sekitarnya, bisa merasakan dampak kemacetan,” ucap Ade.

Menurut Ade, pembangunan jalan baru biasanya dilakukan di atas lahan kosong, yang belum banyak dihuni penduduk. Sedangkan, opsi peningkatan jalur alternatif juga memiliki berbagai potensi masalah lain dari sisi teknis dan sosial.

Biasanya, jalur alternatif yang sudah ada berada di lahan sempit, sehingga untuk mengotimalkannya, harus dilakukan peningkatan struktur dan kekuatan jalan, serta dimensi geometris dan lebar jalan. Jalur alternatif juga yang biasanya sudah dibangun juga biasanya berada di antara pemukiman padat penduduk, sehingga akan menimbulkan persoalan yang lebih pelik dari sudut pandang dinamika sosial.

Ade memaparkan, akses lain dari Kota Bandung ke Kabupaten Bandung bagian selatan dan sebaliknya seperti kawasan Kopo, saat ini sudah mulai bisa terurai karena kehadiran tol. Kemacetan di sekitar kawasan tersebut juga cukup terbantu dengan pembangunan jalan layang dari Leuwipanjang ke Pasirkoja yang dioperasikan beberapa waktu lalu.

Meskipun demikian, ungkap Ade, pembangunan jalan layang di kawasan tersebut juga harus melalui proses studi kelayakan, mengidentifikasi titik pembangunan dan rutenya, ide gagasan struktur, termasuk penempatan tiang jembatan. Penempatan tiang di kawasan tersebut terlihat memungkinkan, karena ruang jalan yang cukup lebar.

“Studi kelayakan itu yang nantinya akan menjawab, apakah rencana pembangunannya memungkinkan dan layak, sebelum nanti ditindaklanjuti dengan DED,” kata Ade.

Jika dihitung dari studi kelayakan hingga penyelesaian pembangunan, Ade memperkirakan waktu pembangunan antara 3 hingga 4 tahun. Dengan catatan, jika semua proses mulus dilalui, termasuk mengenai anggaran.

Ade menyebutkan, kemacetan di Bojongsoang hanya merupakan persoalan di satu titik. Sedangkan banyak juga terjadi kemacetan parah di ruas jalan lainnya. Sementara itu, dimensi jalan yang diperlukan untuk mengimbangi angka pertambahan penduduk tidak sebanding.

Untuk menanganinya, selain mengerjakan solusi berupa penambahan dan peningkatan jalan, yang sebaiknya dilakukan adalah memiliki jaringan angkutan umum massal terpadu yang memadai. Jaringan angkutan umum massal yang terpadu harus menjadi prioritas utama untuk jangka menengah dan panjang, dan sudah harus mulai dilakukan secara serius.

“Selama ini, studinya sudah banyak dilakukan, tapi realisasi dan implementasinya secara konkret belum ada,” ujarnya.

Solusi terbatas

Pakar transportasi ITB Sony Sulaksono Wibowo mengungkapkan hal senada bahwa untuk mengatasi ruwetnya lalu lintas di area Bojongsoang bisa menggunakan jalan layang. Hanya saja, solusi tersebut bersifat terbatas di titik tersebut.

Untuk memecah persoalan lalu lintas di Bojongsoang dan sekitarnya, ungkap Sony, perlu solusi lain yang lebih besar dan terintegrasi karena area tersebut memiliki karakter khas urban pinggiran.

Menurut Sony, persoalan lalu lintas di Bojongsoang memang sudah jadi karakter daerah pinggiran. Kondisi yang sama berlaku untuk lalu lintas di area timur Bandung mulai Gasibu hingga Ujungberung bahkan sampai Cileunyi.

Kemacetan lalu lintas sering terjadi di persimpangan jalan. Jika sulit diselesaikan dengan rambu lalu lintas, baiknya dipisahkan saja dengan jembatan layang.

"Flyover bisa memecahkan lalu lintas yang terkunci di Bojongsoang. Tinggal dilakukan studi kelayakan dan harus dipikirkan juga teknisnya, seperti pembebasan lahan karena jalan harus diperlebar. Juga perincian biaya untuk menentukan sumber anggarannya," kata Sony.

Sony menegaskan, sebenarnya persoalan lalu lintas di area Bandung Raya memang tak lepas dari urusan pembangunan transportasinya. Selama belum ada angkutan umum massal dan terintegrasi, persoalan lalu lintas di Bandung Raya sulit diurai.

“Kuncinya adalah inisiatif pemerintah membangun transportasi publik. Untuk merapikan transportasi butuh dibangun angkutan publik. Tapi pemerintah tidak pernah lakukan itu. Maunya membangun flyover terus. Ya silakan saja, tapi sudah ditegaskan jika flyover bukan solusi jangka panjang. Hanya menyelesaikan masalah di satu titik saja," tutur Sony.

Menurut Sony, sarana transportasi publik terbaik di Kota Bandung bisa apa saja asalkan mampu menampung massa lebih banyak dan jalurnya khusus. Pembangunan LRT atau MRT pun selalu mungkin dilakukan, asalkan ada kemauan kuat dari pemerintah.

Selama pemerintahnya konsisten dan didukung DPRD, kata Sony, anggaran bisa dicari solusinya. Hanya saja, pemimpin daerah mungkin enggan mengorbankan masa pemerintahannya untuk menghadapi keruwetan pembangunan LRT/MRT.

“Butuh waktu lama, antara 4-5 tahun untuk menyelesaikannya (LRT/MRT). Jarang ada kepala daerah yang mau karena merasa rugi selama menjabat diprotes masyarakat karena macet, namun bila pembangunan sudah rampung, kepala daerah berikutnya yang menikmati hasilnya," katanya. ***

Editor: Suhirlan Andriyanto


Tags

Terkini