Jangan Takut Salah Menggunakan Bahasa Ibu

- 21 Februari 2023, 15:20 WIB
Seorang warga melihat tayangan bertema bahasa daerah di Jalan Asia Afrika Bandung, belum lama ini
Seorang warga melihat tayangan bertema bahasa daerah di Jalan Asia Afrika Bandung, belum lama ini /Armin Abdul Jabbar/"PR"


KORAN PR - DI tengah gempuran perkembangan teknologi informasi, upaya melestarikan bahasa ibu dan bahasa daerah bisa terus dilakukan. Akan tetapi, cara yang masih dianggap efektif adalah mewariskannya secara langsung, dari orangtua ke anaknya. Kalaupun memaksimalkan teknologi, bisa dipakai untuk proses pembelajaran.

Kendati bahasa ibu belum tentu bahasa daerah, tapi sebagian besar bahasa ibu menyangkut identitas suku bangsa sang ibu. Untuk itulah, punahnya bahasa ibu berkaitan dengan punahnya bahasa daerah.

Pakar bahasa Universitas Pendidikan Indonesia Prof Dadang Sunendar menjelaskan, hal yang paling penting dalam perayaan Hari Bahasa Ibu Internasional adalah mengingatkan semua orangtua di Indonesia agar mewariskan bahasa daerah ke anak-anaknya. Soalnya, saat ini semakin banyak anak yang lahir, bahasa ibunya adalah bahasa Indonesia.

"Misalnya ibunya suku Jawa, ayahnya suku Sunda, maka anaknya akan langsung diajari bahasa Indonesia. Padahal, sebaiknya, sang anak diajari bahasa ibu. Kalau tidak begini, baik bahasa ibu maupun bahasa daerah bisa punah," ungkap Dadang via telefon, Senin (20/2/2023).
Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional ditetapkan UNESCO setiap 21 Februari sejak 1999. Tahun ini, tema yang diusung adalah "Multilingual education - a necessity to transform education" artinya "Pendidikan multibahasa - suatu keharusan untuk mengubah pendidikan".
Dadang mengungkapkan, peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional sangat penting, terutama untuk negara seperti Indonesia yang majemuk.

Indonesia, kata Dadang, terdiri atas multibahasa dan 1.300 suku bangsa. Hampir semua suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki bahasa sendiri. Faktor bahasa ini memengaruhi antara lain situasi politik dan perencanaan pembangunan.

Menurut Dadang, keberagaman suku bangsa dan bahasa menjadi wadah kebhinekaan. Tanpa kebhinekaan, tidak akan ada Indonesia."Saat ini ada 718 bahasa daerah yang diakui di Indonesia. Jumlah ini belum termasuk dialek dan subdialek. Kalau ditambah dialek dan subdialek bisa mencapi sekitar 1.000 bahasa," kata Dadang.

Ia menyebutkan, Indonesia termasuk "5 Besar" negara yang penduduknya dwibahasa. Jadi, seseorang bisa berbahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Predikat dwibahasa ini adalah anugerah, karena menguasai bahasa itu sesuatu yang sulit.

Daya hidup

Sampai saat in, bahasa Bali termasuk yang daya hidupnya cukup baik jika dibandingkan dengan bahasa daerah lainnya. Pasalnya, dari anak-anak sampai dewasa memakai bahasa Bali, baik secara lisan maupun tulisan untuk berkomunikasi. Mereka bahkan juga mengenal aksara Bali.

Hal ini berbeda dengan bahasa Jawa dan Sunda. Walaupun statusnya masih aman karena penuturnya banyak, tapi terus mengalami penurunan. Soalnya, tidak terjadi pewarisan bahasa dari orangtua ke anaknya.

"Kalau saya jadi pemerintah, saya akan mengimbau agar mewariskan misalnya bahasa Sunda ke anak-anaknya. Yang terjadi sekarang, orangtua kerap lupa untuk mengajari bahasa ibu dan bahasa daerah karena bahasa dianggap sepele. Ketika sekolah, ada pelajaran bahasa Sunda, barulah orangtua bingung," ucap Dadang.

Halaman:

Editor: Suhirlan Andriyanto


Tags

Terkini

x