Menteri Merangkap Jabatan Merongrong Aturan Ideal

- 21 Februari 2023, 15:05 WIB
Ketua Umum PSSI Erick Thohir (depan, kanan) didampingi jajaran Komite Eksekutif (Exco) PSSI memberikan pernyataan kepada media tentang beberapa program organisasi di GBK Arena, Jakarta, Sabtu 18 Februari 2023.
Ketua Umum PSSI Erick Thohir (depan, kanan) didampingi jajaran Komite Eksekutif (Exco) PSSI memberikan pernyataan kepada media tentang beberapa program organisasi di GBK Arena, Jakarta, Sabtu 18 Februari 2023. /Michael Siahaan

 

KORAN PR - HASIL Kongres Luar Biasa (KLB) Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) seperti memantik kembali isu rangkap jabatan pejabat negara. Erick Thohir dan Zainudin Amali bukanlah menteri pertama dari Kabinet Indonesia Maju yang merangkap jabatan dengan mengelola federasi olah raga di tanah air.

Jurnal Analisis Kebijakan PKP2A III LAN, Tri Wahyuni dalam tulisan 'Rangkap Jabatan: Batas Antara Hukum dan Etika dalam Penyelenggaraan Pemerintahan' menulis di satu sisi, rangkap jabatan itu dapat mengawal kepentingan pemerintah tapi di sisi lain mengandung potensi korupsi. Ombudsman mencatat dari 144 BUMN atau badan sejenis terdapat 541 jabatan komisaris atau dewan pengawas yang 41 persen atau 222 merangkap jabatan sebagai pejabat pemerintah. Belum termasuk BUMD yang banyak menempatkan sekda sebagai komisaris BUMD.

Selain di tubuh PSSI , sejumlah menteri pun berkecimpung di kepengurusan cabang olah raga lainnya. Sebut saja, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, serta Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Rangkap jabatan kerap memberikan dampak yang luas pada perubahan budaya kerja di dalam sistem birokrasi. Rangkap jabatan berpotensi melahirkan konflik kepentingan yang mendorong terjadinya tindak pidana korupsi.

Itu sebabnya, pakar Hukum Tata Negara Sekolah Hukum Jentera, Giri Taufik secara eksplisit melarang rangkap jabatan. Peraturan tentang rangkap jabatan ini jelas-jelas diatur dengan tegas dalam Pasal 23 Undang-undang Kementerian Negara.

"Prinsipnya tidak boleh rangkap jabatan, karena akan menimbulkan conflict of interest (benturan kepentingan). Ini ditegaskan di dalam Pasal 23 UU Kementerian Negara, yang salah satunya melarang rangkap jabatan ke organisasi yang mendapatkan uang dari APBN," ujarnya, Senin 20 Februari 2023.

Pasal tersebut, kata Giri, dengan jelas merumuskan pencegahan benturan kepentingan bagi menteri. Sejatinya menteri diharapkan saat memutus itu harus steril dari vested interest (kepentingan pribadi) dari menteri itu sendiri.

Menurut Giri, jika rangkap jabatan itu keukeuh dilanggengkan sehingga Menteri BUMN dan Menpora jadi bagian PSSI maka pendanaan untuk lembaga olah raga tersebut mesti dihentikana oleh negara. "Termasuk BRI juga harus berhenti menjadi sponsor liga karena jelas sekali adanya benturan kepentingan," ujarnya.

Menyoroti alasan Presiden Jokowi membiarkan rangkap jabatan dan seolah-seolah mendukung, ungkap Giri, karena presiden tidak paham dengan aturan Pasal 23. Presiden malah mengaitkan kelayakan dua menterinya menjadi pimpinan PSSI karena kinerja mereka yang terbukti baik.

Menurut Giri, larangan dalam Pasal 23 bukan soal kinerja. Pasal itu justru untuk mengantisipasi benturan kepentingan. “Bukan soal dia mampu atau tidak untuk rangkap jabatan," katanya.

Jika Menteri BUMN dan Menpora tetap bersikukuh menjadi pimpinan PSSI, kata Giri, maka masyarakat berhak menggugatnya. Ia menyebutkan banyak contoh benturan kepentingan itu pejabat publik untuk memutuskan sesuatu yang sebenarnya tidak layak menjadi layak, karena pertimbangan dia menjabat di suatu organisasi. Pada satu titik dia bisa menjadi tindak koruptif yaitu ketika keputusan itu dilakukan.

"Dalam kasus ini adalah potensi benturan kepentingan. Lagi pula PSSI itu organisasi komunitas, dia seharusnya bersifat independen, keputusannya harus atas dasar kepentingan komunitas. Kalau sudah rangkap-rangkap ini bisa jadi bias keputusannya. Bisa jadi nanti BUMN dimanfaatkan untuk kepentingan PSSI, padahal mandatnya enggak di situ atau sebaliknya PSSI yang dimanfaatkan secara politik," paparnya.

Giri menyebutkan inti dari benturan kepentingan, bila tidak dikelola langkah awal dari kolusi, korupsi dan nepotisme. Ia menyebutkan secara keseluruhan itu yang terjadi di era Presiden Jokowi ini. "Lihat aja indeks persepsi korupsinya," ujarnya.

Birokrasi ideal

Sementara itu di Jurnal Legislasi Indonesia Vo. 13 No. 01 - Maret 2016, May Lim Charity menulis tentang rangkap jabatan dengan judul: 'Ironi Praktik Rangkap Jabatan dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia".Ia menulis jika merujuk pada konsepsi birokrasi ideal yang rasional, maka upaya menciptakan individu pejabat yang secara personal bebas dan tidak bebas menggunakan jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadi, golongan termasuk keluarganya adalah sebuah keharusan. Konsep birokrasi ideal harus bebas dari segala tuntutan dan kepentingan politik.

Menurut Max Weber, tipe ideal birokrasi yang rasional dilakukan dalam cara-cara antara lain bahwa individu pejabat secara personal bebas. Hanya saja kebebasan itudibatasi oleh jabatannya manakala ia menjalankan tugas-tugas atau kepentingan individual dalam jabatannya.

"Pejabat tidak bebas menggunakan jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadinya termasuk keluarganya. Selain itu, setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan jabatanya dan resources instansinya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya," kata May.

Pejabat juga berada di bawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang dijalankan secara disiplin. Pejabat negara itu milik negara, sedangkan PSSI adalah komunitas independen.

Polemik rangkap jabatan menteri dan PSSI ini sama dengan rangkap jabatan antara pimpinan parpol dan pejabat negara karena rangkap jabatan dengan pola seperti ini kerap dijadikan mesin politik dan dana bagi kepentingan partai atau kelompoknya sendiri. Selain kurang patut dan tidak etis, rangkap jabatan itu merupakan saluran untuk berbuat menyimpang atau berkecamuknya konflik kepentingan.

"Penggunaan fasilitas negara tidak mungkin bisa dihindarkan oleh pejabat negara tersebut ketika pejabat tersebut melakukan tugas aktivitas yang sulit dibedakan antara tugas negara atau tugas partainya," tulisnya.

Etika

Di Indonesia terdapat beberapa undang-undang yang telah mengatur perihal rangkap jabatan antara lain Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN). Ada pula Surat edaran Nomor 800/2398/sj tanggal 26 Juni 2011 yang melarang kepala daerah, pejabat publik, termasuk wakil rakyat maupun PNS rangkap jabatan pada organisasi olah raga seperti KONI dan Pengurus Induk Olah raga.

Dalam konsep konflik kepentingan, jabatan menteri sebagai ketua organisasi olah raga merupakan potential conflict of intesret, yaitu suatu konflik kepentingan yang belum terjadi, tetapi secara potensial suatu saat akan terjadi. Singkat kata, rangkap jabatan adalah melanggar asas larangan konflik kepentingan dan konflik kepentingan terbukti di Indonesia menjadi sumber penyebab terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Tuntutan pejabat publik untuk menghindarkan diri dari konflik kepentingan secara khusus dalam hal menyangkut rangkap jabatan, sebenarnya juga merupakan bagian dari etika pemerintahan.***

 

Editor: Suhirlan Andriyanto


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah