Jastip, Bisnis Tanpa Modal Untung Besar

- 19 Februari 2023, 22:46 WIB
Calon penumpang mengantre untuk lapor diri di konter “Chek In” Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis 2 Februari 2023.
Calon penumpang mengantre untuk lapor diri di konter “Chek In” Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis 2 Februari 2023. /MUHAMMAD IQBAL/ANTARA FOTO

KORAN PR - HAMPIR satu dekade terakhir, bisnis jasa titip (jastip) alias personal shopper semakin digandrungi. Kehadirannya tak hanya disukai konsumen, namun juga membuat pelaku bisnisnya tumbuh subur. Apalagi, mengingat peluang mendatangkan “cuan” sambil melakoni hobi berbelanja yang sekaligus bisa direguk.

Bisnis jastip memungkinkan orang-orang yang gemar berbelanja, namun enggan repot meluangkan waktu dan capai berkeliling pusat perbelanjaan demi mencari barang terbaik dan (terutama) termurah, semakin berbahagia. Mereka juga tak perlu jauh-jauh ke luar negeri (kini juga banyak ditemukan di dalam negeri) untuk mendapatkan barang-barang yang diincar.

 “Thanks God ada jastip. Enggak perlu jauh-jauh ke luar negeri buat berburu sale, enggak pakai antre, barangnya udah pasti ori (orisinil) asalkan kita pilih jastip yang trusted. Harganya juga jauh lebih murah daripada di Indo,” kata salah seorang pelanggan jastip, Erina (35) kepada “PR”, Minggu 19 Februari2023.

Cara kerja pelaku bisnis jastip cukup sederhana. Mereka datang ke toko atau pusat pembelanjaan tertentu, lalu memotret barang-barang yang sekiranya banyak diminati. Setelah itu, diunggah ke akun media sosial atau grup percakapan menggunakan kata kunci atau tagar tertentu.

Mereka bisa juga mengumumkan lewat media sosial bahwa dirinya akan mendatangi destinasi atau event tertentu, seperti pameran buku murah, pameran produk tertentu, hingga mengejar diskon. Warganet yang tertarik, akan langsung menghubungi pelaku bisnis jastip tersebut.

Ketika kesepakatan terjadi, barulah personal shopper berbelanja, lalu dikirimkan kepada pemesan. Dari situ, pelaku usaha ini mendapatkan keuntungan langsung dari setiap barang yang dibeli. Bayangkan, berapa banyak gurih keuntungan yang bisa didapatkan ketika ada puluhan atau ratusan barang yang dibeli.

Jasa personal shopper menjadi sedemikian dilirik banyak orang karena bisa menjadi referensi informasi mengenai harga barang. Ketika ada diskon barang yang dijual jauh dari tempat tinggal, jasa mereka akan sangat dibutuhkan. Apalagi ketika antrean sangat panjang karena ada diskon yang menggiurkan, konsumen tidak perlu repot-repot menjadi bagian dari antrean tersebut.

Bagi pelaku bisnisnya, selain tentu saja mendatangkan pundi-pundi yang menggiurkan, juga menyalurkan hobi berbelanja. Banyak pula orang-orang yang berjalan-jalan (travelling) sambil membuka pre order (PO) jasa titip, agar bisa “bekerja” sambil berlibur. Tak jarang, biaya yang dikeluarkan untuk berlibur tersebut bisa “ditebus” dari keuntungan membuka jastip.

Seperti yang dilakukan Nindy Allia (30), ketika belum lama ini bepergian ke Jepang. Sambil berlibur bersama sang suami selama tujuh hari, ia membuka jasa titip berbagai barang yang bisa dibeli di Jepang.

“Kebanyakan yang menitip adalah teman-teman dari Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Mereka paling banyak nitip sepatu, jenisnya Nike Air Rift dan Onitsuka Tiger, karena di Jepang dijual dengan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan harga di toko resmi di Indonesia. Kebetulan juga waktu itu sedang big sale akhir tahun,” katanya, ketika berbincang dengan “PR”, kemarin.

Selain sepatu, beberapa barang yang banyak dititip yakni makanan, produk perawatan kulit dan pakaian. Ia secara terbuka menyebutkan harga jual asli yang dibandrol di toko yang didatanginya, dan memungut biaya jastip yang bervariasi, tergantung barang yang dipesan.
Contohnya saja untuk sepatu, biaya jastip yang dibandrol Nindy seharga Rp 200.000 per item. Sedangkan untuk aksesoris, fashion, skin care dan makanan, biayanya bervariasi antara Rp 20.000 - Rp100.000 per item.
“Keuntungannya lumayan banget, bisa mensubsidi biaya travelling yang aku keluarkan hingga 70 persen. Hitung-hitung, liburan gratis,” ucapnya sambil tertawa.

Tanpa modal

Jastip juga memungkinkan pelaku bisnisnya untuk mendapatkan keuntungan tanpa harus mengeluarkan banyak modal di awal. Bahkan, banyak pula yang melakukannya tanpa modal.
Seperti yang dilakukan oleh pemilik akun jastip di Instagram, @jastipbyaul, Aulya Rachmi.

Bermodalkan nol rupiah, ia bisa mendapatkan keuntungan rata-rata Rp 10 juta hingga 15 juta per bulan lewat bisnis jastip. Ketika sedang peak season karena momen tertentu seperti black friday atau year end sale, keuntungan yang diraupnya bahkan bisa mencapai Rp 25 hingga 30 juta dalam sebulan.

“Melakoni bisnis jastip ini sejak empat tahun lalu. Awalnya ketika ke Korea itu iseng buka jastip. Aku konsisten posting dan ternyata ramai. Kalau sekarang, jadi reseller saudaraku di USA, jadi concern ke barang-barang outlet di USA seperti Coach, Kate Spade, Marc Jacobs, Fossil, dan masih banyak lagi,” kata Aulya, yang kemarin sedang berada di Australia.

Selain melalui akun Instagram yang kini sudah memiliki 14.400 pengikut, Aulya juga menjalankan bisnisnya lewat grup percakapan. Dia selalu menerapkan mekanisme full payment atau sistem pembayaran penuh di muka, karena tidak bisa menalangi uang pembelian untuk konsumen.

Selain itu, uang tersebut bisa langsung ia transfer ke saudaranya di Amerika Serikat. Uang itu kemudian langsung dibelikan barang yang dipesan konsumen.

Untuk pengiriman, ia menggunakan kargo dengan estimasi sampai di tempatnya berdomisili Surabaya sekitar 5 atau 6 minggu. “Untuk jaga-jaga, saya sebutkan paling lama 8 minggu, meskipun syukurnya tidak pernah sampai 8 minggu sih. Kalau sedang beruntung bahkan bisa sampai dalam waktu 4 minggu,” katanya.

Selama menjalankan bisnis jastip, Aulya menyebutkan banyak sekali suka dukanya. Sukanya, karena bisnis ini mendatangkan penghasilan tanpa harus mengeluarkan modal. Ketika barang sampai, ia hanya harus melakukan pengemasan agar barang bisa sampai ke tangan konsumen.

“Dukanya juga banyak, terutama karena kita berhubungan dengan customer yang sifatnya macam-macam. Sering juga customer bilang produk tidak ori, atau mereka tidak sabar. Jadi, lebih tentang komunikasi ke customer aja sih,” ujar Aul.

Meskipun demikian, secara personal ia mengaku banyak belajar dari bisnis ini. Aulya yang tadinya merasa sulit bersosialiasi, jadi belajar cara berkomunikasi dengan baik dengan berbagai tipe orang.

Mengenai bisnis jastip yang dituding merugikan negara karena persoalan pajak, Aul merasa tidak demikian. Dia menyebutkan kewajiban membayar pajak tetap dijalankan, karena semua barang yang dibeli dan dikirimkan melalui kargo juga melewati proses pembayaran pajak.

“Untuk pajak, aku sudah hitung semuanya termasuk pajak, all in, jadi customer sudah membayar dengan pajak. Di US bayar pajak, kargo ke Indonesia juga bayar pajak. Yang harus customer tambahkan hanya ongkos kirim dari Surabaya ke kota asal mereka saja,” tutur Aulya.

Jastip ilegal

Bisnis jastip baru-baru ini membuat pemerintah gerah, khususnya Kementerian Keuangan. Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, barang yang masuk ke Indonesia dengan tidak dikenakan pajak seolah-olah menjadi lebih murah. Hal ini dinilai tidak adil bagi pelaku usaha lain yang memasukkan barang secara legal.

Belum lama ini, Bea Cukai mengamankan beberapa barang hasil proses jastip ilegal. Barang-barang yang berhasil diamankan mulai dari ponsel seri terbaru hingga tas bermerek. Dari banyak kasus serupa, sebanyak 75% kasus jastip didominasi oleh barang-barang retail, seperti pakaian, kosmetik, tas, sepatu, dan ponsel pintar seri terbaru.

Direktorat Bea dan Cukai Kemenkeu menyebut sepanjang 2022, setidaknya ada 39.207 kasus jastip ilegal yang ditindak dengan perkiraan nilai Barang Hasil Penindakan(BHP) mencapai Rp 22.043 miliar.

"Kalau tidak bayar bea masuk seolah-olah barangnya lebih murah. Kan tidak fair makanya itu harus kita jaga," kata Askolani seperti dilaporkan kontributor “PR” Satrio Widianto di Komisi XI DPR RI, Senayan, Jakarta, belum lama ini.

Askolani mengaku tidak begitu hapal jumlah kasus jastip ilegal barang impor yang masuk ke Indonesia. Terdapat dua jenis barang yang dapat dibawa masuk dari luar negeri, yakni keperluan pribadi dan bukan keperluan pribadi. Keduanya pun memiliki berat maksimal yang dapat dibawa oleh setiap penumpang.

Selain itu, barang yang bukan keperluan pribadi akan dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebanyak 10%. Begitu juga dengan pembatasan oleh-oleh dari luar negeri juga diatur dengan maksimal biaya pembelian 500 dolar AS atau Rp 7 juta.

Aturan itu jadi celah bagi para pelaku jastip ilegal. Modus yang kerap digunakan adalah memecah barang-barang ke beberapa penumpang lain untuk mencegah melambungnya pajak. Ada juga, agar tidak terhitung sebagai oleh-oleh, pelaku jastip memisahkan barang dengan kotak kemasan. Hal ini juga dapat membuat barang tersebut tidak terkena pajak.

Selain itu, ada pula pelaku usaha jastip yang menggunakan jasa kirim dengan de minimis value (nilai pembebasan). Hal itu dapat dilakukan apabila mengirimkan barang dalam jumlah ekstrem di hari yang sama.

"Kadang-kadang di kantor pos kami temukan, di bandara kami temukan, di pelabuhan juga dimungkinkan. Kita termasuk tadi barang kiriman itu, barang penumpang menjadi concern kita untuk kita jagain," tutur Askolani.

Adapun cara mengetahui modus jastip tersebut adalah dengan menerapkan program Anti Splitting lewat PMK-122/PMK.04/28. Program ini pun dapat mengenali secara otomatis nama penerima barang yang mencoba memanfaatkan celah pembebasan bea masuk dan pajak impor barang.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, sebenarnya terminologi mengenai jastip tidak ada di bea cukai. "Karena sebagaimana diatur dalam PMK (Peraturan Menteri Keuangan) Nomor 203 tahun 2017 itu jelas yang diatur adalah barang penumpang dan sarana pengangkut," katanya.

"Bagaimana kaitannya dengan jastip? Itu memang benar barang bawaan penumpang, tetapi mereka menyamarkan itu seakan-akan barang milik penumpang. Di sinilah letak masalah tersebut. Jastip bukan terminologi bea cukai. Karena pada prinsipnya yang mendapatkan kebebasan (cukai dan pajak) 500 dolar AS per sekali jalan adalah barang personal use penumpang," ujarnya.

Mengenai anggapan bahwa jastip merupakan bisnis ilegal, Nirwala menjelaskan sepanjang penumpang membayar bea cukai dan pajak atas barang yang dibawa, maka barang itu tidak dapat dianggap ilegal. "Akhir-akhir ini banyak yang mengatakan bahwa jastip menimbulkan kerugian negara. Merugikan hanya jika mereka tidak membayar bea masuk dan pajak dalam rangka biaya impor," tegasnya.

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia Aulia E Marianto beberapa waktunlalu menerangkan, jastip yang menjadi peluang bisnis hanya sebuah fenomena saja. Semua keberlangsungan bisnis bergantung pada individu yang kebetulan ada di tempat tertentu.

“Jastip hanya terjadi dalam waktu tertentu. Misalnya di saat produk terbaru dari luar negeri sedang ada diskon besar-besaran dan hanya tersedia di sana sedangkan masyarakat Indonesia tidak dapat membelinya. Di sinilah jasa titip menjadi peluang,” katanya.***

 

Editor: Suhirlan Andriyanto


Tags

Terkini