Melawan Tabu, Menata Sisa Waktu

10 Maret 2023, 22:32 WIB
SEORANG lansia salah satu penghuni Panti Sosial Tresna Werdha Budi Pertiwi saat berada di kamar miliknya di Jalan Sancang, Burangrang, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung, Jumat (10/3/2023). /KHOLID/KONTRIBUTOR "PR"


KORAN PR - MASYARAKAT Indonesia masih tabu dengan panti jompo. Kenyataan ini membuat mereka mudah menghakimi anak yang menempatkan orangtuanya di panti jompo. Padahal, situasi setiap anak tidak sama. Apalagi, tidak semua anak bisa memberikan kehidupan yang lebih baik jika orangtuanya tinggal bersama mereka.
Seperti yang dikatakan Ratna (38), untuk masa tuanya nanti sudah berencana ingin tetap mandiri. Jika sulit, ia lebih memilih tinggal di panti jompo (nursing home) alih-alih bersama anak semata wayangnya.

 

Di zaman sekarang, citra panti jompo mengalami perubahan. Kalau dulu identik dengan tempat membuang orangtua, sekarang citranya berubah. Banyak lansia yang justru memilih tinggal di panti jompo, apalagi jika pantinya nyaman," kata Ratna yang juga pengelola Digital Mama ID ini di Bandung, Jumat 10 Maret 2023.

Menurut Ratna, stigma buruk panti jompo karena ajaran agama dan budaya mengajarkan adalah keharusan bagi anak untuk merawat orangtuanya di masa tua. Padahal tidak harus begitu.

Ratna berpendapat, keinginan untuk merawat orangtua harus tumbuh dari diri anak-anaknya. Sebab, memiliki anak adalah bagian dari rencana orangtua sehingga mereka wajib dan harus merawat anak-anaknya.

"Saya tertarik untuk tinggal di panti jompo karena punya anak tunggal. Saya punya dia saat usia sudah 34, jadi besar kemungkinan saat saya pensiun nanti dia sedang di masa produktifnya. Saya tidak mau membebani hidup dia sehingga dia mengorbankan cita-citanya, mimpinya. Saya punya anak karena keinginan sendiri, jadi tidak seharusnya saya berharap ketika tua dirawat dia," kata Ratna.

Ratna melihat ada beberapa manfaat yang bisa diterima penghuni panti jompo sererti asupan gizi terpantau, keselamatan dan kenyamanan terjaga, dan paling penting adalah aktivitas. I amenilai menjadi tua bukan berarti berhenti beraktivitas. Justru jika di panti jompo mendapat rekan sebaya dan aktivitas yang beragam, Ratna merasa hidupnya akan lebih sehat, seru, dan tetap produktif.

Saat ini banyak panti wredha yang nyaman untuk lansia menghabiskan masa tua. Nyaman dalam arti kata mewah juga. Jadi memang harus dipersiapkan anggarannya jika sudah mempertimbangkan untuk tinggal di panti jompo.

Ratna mengaku terinspirasi dengan almarhum NH Dini, salah seorang penulis perempuan tanah air. Hingga akhir hayatnya, ia tinggal di nursing home yang nyaman di Yogjakarta.
Meski jadi penghuni panti jompo, namun NH Dini tetap produktif. Bagi Ratna, dia tidak melihat anak-anaknya tidak peduli dengan ibunya. Justru mungkin, itu adalah pilihan terbaik untuk menempatkan ibunya di tempat yang aman dan terjamin.

Hal senada diutarakan Eka (39) yang sudah menikah sepuluh tahun namun belum dikaruniai anak. Tak ingin merepotkan sanak saudara, ia dan suaminya berkeinginan untuk tetap hidup sendiri.

Jika sudah tidak memungkinkan, ia berharap bisa tinggal di tempat perawatan lansia. Menurutnya, merawat lansia tak hanya butuh biaya, namun juga waktu, tenaga, serta keikhlasan yang besar. Karenanya, tinggal di panti bisa jadi pilihan. Apalagi jika pantinya nyaman.

"Keinginan sudah ada. Tapi kalau menabung untuk nursing home, sih, belum. Ini kan keinginan saya dan suami. Namun jika saat nanti kerabat menolak, pasti akan dibicarakan baik-baik," tuturnya.

Keberadaan nursing home yang layak menjadi kebutuhan penting untuk pertimbangan hari tua nanti. Bagi mereka yang punya pilihan tinggal di nursing home, sedari sekarang sudah mulai menyiapkan tabungannya bahkan mencari tempat yang paling tepat.

Seperti yang dilakukan Vina (39) sangat terpikir untuk tinggal di nursing home jika sudah sepuh. Dia tidak mau merepotkan keluarga atau jika nanti dia dikaruniai anak sendiri. Karena itu ia sudah mulai menabung dana pensiun dan bahkan sesekali mencari nursing home yang nyaman.

"Saya sih maunya tidak merepotkan siapapun saat tua nanti. Sebisa mungkin sejak sekarang dananya disiapkan. Namun jika pada waktunya nanti keluarga tidak mengizinkan, ya saya akan ikut pendapat mereka. Tapi setidaknya saya siapkan dulu saja biayanya dari sekarang," katanya.

Dana pensiun

Agar bisa tinggal di nursing home yang nyaman, tentu diperlukan persiapan anggaran yang harus cermat dikumpulkan. Namun tidak semua orang mengerti, bahwa masa pensiun bisa sama panjang atau bahkan lebih panjang dari masa produktif.

Meski sudah pensiun, tetap harus bisa hidup dengan baik. Untuk itulah perlunya edukasi menyiapkan dana hari tua. Karena bila panjang umur, seseorang tentu akan butuh dana pensiun yang tidak sedikitagar mandiri dan tidak membebani siapapun.

Windi Teguh, seorang certified financial planner sering mengedukasi follower di sosial medianya terkait dana pensiun. Dia sangat mendukung semua orang bisa mulai menyiapkan tabungan hari tua.

"Bahkan bisa jadi lebih mudah. Karena jangka waktu pengumpulanya panjang, sehingga dengan uang yang terjangkau bisa memenuhi perhitungan dana pensiun." katanya.
Tidak hanya dari investasi, beberapa sumber dana untuk masa pensiun juga bisa dari penghasilan dari bekerja, dari penghasilan tambahan seperti rumah kos, kios di pasar, atau pajak sentral. Bisa juga dari bagi hasil dari bisnis.

"Cara menghitung kebutuhan hari tua bisa dengan cara, hitung kebutuhan bulanan lalu dikalikan setahun. Hitung lagi berapa tahun lagi hingga pensiun atau usia di mana Anda ingin pensiun, lalu kalikan dengan rate inflasi. itulah besaran yang dibutuhkan dalam setahun," ujar Windi.

Jika pusing memikirkannya sendiri, masyarakat juga dimudahkan dengan menyiapkan dana pensiun mandiri melalui Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Salah satu programnya adalah Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) yang manfaatnya sesuai dengan hasil pengembangan investasi.

Cara membeli PPIP bisa di lembaga keuangan seperti bank dan perusahaan asuransi. Mekanismenya seperti buka rekening biasa yang setorannya bisa ditentukan sendiri. Bila saatnya tiba, dana pensiun bisa digunakan untuk membiayai kebutuhan hidup di hari tua. Bisa jadi salah satunya mempertimbangkan tinggal di panti wredha jika melihat kondisi anak dan kerabat yang belum memungkinkan untuk merawat lansia

Budaya

Psikolog dari Universitas Kristen Maranatha Efnie Indrianie membenarkan, kolektivistik atau budaya kebersamaan merupakan ciri khas budaya timur. Dalam budaya kita, kebersamaan dan penghormatan menjadi hal yang sangat penting. Hal ini yg membuat sejak dulu tradisi yang dibentuk oleh budaya adalah menghormati yang lebih tua, tetap bersama, dan merawat orangtua.

“Akan tetapi, ada juga fenomena dimana orangtua tidak mau menyusahkan anak. Mengapa hal ini bisa terjadi? Tanpa disadari telah terjadi juga akulturasi yang menjadi pergeseran nilai-nilai pada lansia,” kata Efnie.

Fenomena semakin banyaknya orangtua yang memutuskan untuk menghuni panti jompo, juga disebabkan karena begitu banyaknya informasi yang didapatkan melalui berbagai hal. Misalnya pendidikan formal, media, pelatihan, buku, internet, dan lain sebagainya.

Hal tersebut menyebabkan lansia tidak sepenuhnya menggantungkan hari tuanya pada anak-anak mereka. Di sisi lain, para lansia ini menempuh berbagai hal untuk mengisi hari tuanya.
Efnie menyebutkan, ada beberapa hal yang menjadi kebutuhan dasar (basic needs) pada lansia, yaitu keamanan dari sisi finansial, personal, kesehatan fisik dan mental, termasuk rasa kasih sayang. Jika program yang ditawarkan oleh panti jompo bersifat komprehensif, maka basic needs tersebut bisa dipenuhi sekitar 80 persen.

“Untuk keamanan sisi finansial, bisa terpenuhi jika dipersiapkan dengan baik sejak usia muda,” ujarnya.

Agar para lansia bisa hidup dengan bahagia, Efnie menyarankan agar anak-anak atau kerabat meluangkan quality time untuk orangtua, dan memperhatikan hal yang dibutuhkannya. “Jadi, sebaiknya anak memberikan perhatian pada orangtua bukan karena kewajiban, namun karena kasih sayang,” kata Efnie. ***

 

Editor: Suhirlan Andriyanto

Tags

Terkini

Terpopuler