Asa Desa Digital Mengerek Potensi Lokal Jawa Barat

Petani memeriksa kondisi alat pengontrol suhu di perkebunan Kampung Patrol, Desa Sunten Jaya, Kabupaten Bandung Barat, beberapa waktu lalu. /Armin Abdul Jabbar/"PR"

KORAN PR - DESA Alamendah di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, menjadi salah satu desa yang memperoleh nilai tertinggi dalam survei desa digital yang dilakukan Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) bersama Institut Pertanian Bogor (IPB). Desa digital merupakan sebuah konsep untuk mempromosikan inovasi digital di masyarakat pedesaan dalam meningkatkan mata pencaharian, ekonomi, kesejahteraan individu, dan kohesi sosial.

 

Ketua Desa Wisata Alamendah Wendiansyah menjadi salah seorang perwakilan dari Pemerintah Desa Alamendah yang hadir saat pengumuman hasil survei desa digital di Indonesia pada workshop Ekosistem Desa Digital digelar di Kota Bandung, Selasa (7/3/2023). Ia mengatakan, inovasi desa digital bisa dilakukan pada sektor pertanian, peternakan, perikanan, hingga pemerintahan. Khusus pada inovasi pertanian, Desa Wisata Alamendah memiliki agrowisata virtual sebagai wahana untuk menikmati wisata desa secara virtual.

"Argowisata virtual merupakan inovasi yang kami lakukan sewaktu pandemi Covid-19, di mana selama beberapa bulan kami sempat tak memiliki kegiatan. Kami berpikir bagaimana caranya supaya kegiatan agrowisata di Alamendah bisa tetap hidup," katanya, Kamis 9 Maret 2023.

Akhirnya, Desa Wisata Alamendah berkolaborasi dengan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) untuk melakukan inovasi. Kendati dilakukan secara daring, Wendi menyebutkan bahwa agrowisata virtual Desa Alamendah banyak diminati.

"Itu tak lepas dari potensi wisata alam yang dimiliki oleh Desa Alamendah, termasuk agrowisata. Namun, kami di Desa Wisata sebetulnya lebih mengarahkan pada wisata edukasi yang terkait proses pertanian, peternakan, dan UMKM," katanya.

Meskipun tidak setiap hari, Wendi mengatakan, saat ini setiap minggu selalu ada wisatawan yang datang ke Alamendah untuk berwisata. Tak hanya wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia, melainkan pula wisatawan dari mancanegara.

"Per bulan itu setidaknya ada sekitar 1.000 wisatawan yang ke sini, sekitar 10-20 persen di antaranya ialah bule. Di sini kami memiliki sekitar 30 guide buat memandu wisatawan belajar pertanian, peternakan, UMKM, kemudian menonton pertunjukan seni budaya," katanya.

Pemanfaatan teknologi digital melalui berbagai platform, kata dia, dilakukan Desa Wisata Alamendah untuk memasarkan berbagai potensi wisata yang ada. Meski begitu, dia mengakui, khusus untuk sektor pertanian memang belum banyak petani yang berinovasi.
"Inovasi digital di pertanian lebih banyak dilakukan oleh Koperasi Pondok Pesantren Al-Ittifaq. Sewaktu ada acara desa digital di Kota Bandung itu, perwakilan dari Al-Ittifaq yang melakukan presentasi," katanya.

Koperasi Pondok Pesantren Al-Ittifaq atau lebih dikenal dengan Kopontren Alif berdiri secara legal pada 1997. Akan tetapi, kegiatan agribisnis dan agripreneur yang melibatkan santri dan masyarakat sekitar sudah dimulai jauh sejak sekitar tahun 1970.

Pada Senin 6 Maret 2023 kemarin, Presiden RI Joko Widodo berkunjung ke pesantren yang didirikan pada 1934 oleh KH Mansyur tersebut. Jokowi juga mengapresiasi Pesantren Al-Ittifaq dalam melakukan pengelolaan bisnis pertanian, yang terencana dalam produksi, pemasaran, hingga pelatihan.

Perwakilan dari Kopontren Alif, Silvi menyatakan, pemanfaatan teknologi digital pada komunitas petani binaan tidak terbatas pada penggunaan peralatan canggih di lahan pertanian. Pemakaian telefon pintar oleh petani dalam menjual hasil pertanian juga bisa menjadi ciri desa digital.

Pelatihan

Lain di Bandung, lain juga yang terjadi di Majalengka. Sebagian besar petani mangga di Majalengka belum menggunakan teknologi digital. Hanya sedikit desa yang mendapat pelatihan digital.

Contohnya saja Desa Putridalem, Kecamatan Jatitujuh menjadi salah satu sentra mangga terbesar di Majalengka. Menurut Kepala Desa setempat, Endah Hendrawati sejumlah warganya telah mengikuti pelatihan aplikasi digital untuk memasarkan mangga dan olahan mangga gedong gincu.

Olahan gedong gincu berupa sirup dan dodol pemasarannya sudah ke luar negeri seperti Hong Kong, Singapura, Arab Saudi, Taiwan. Pangsa pasar gedong gincu ke negara-negara tersebut ada karena banyak warga Putridalem yang bekerja di negara-negara tersebut.

“Jika kangen dengan gedong gincu maka mereka membeli olahannya dan dikirim melalui jasa antar. Kalau buah segar dijual melalui jasa antar agak sulit, diperjalanan saja bisa lama keburu busuk, ongkos kirim mahal,” ungkap Endah seperti dilaporkan kontributor “PR” Tati Purnawati, Kamis 9 Maret 2023.

Kepala Bidang Holtikultura dan Perkebunan di Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka Sulaeman Kurdi mengatakan, pelatihan digital untuk petani buah-buahan di Kabupaten Majalengka belum pernah dilakukan karena minimnya anggaran. Anggaran untuk kegiatan sekarang ini mengandalkan dari pemerintah provinsi dan pusat.

“Belum ada program pelatihan untuk petani buah-buahan. Program dari Pemprov lebih konsentrasi ke penanganan petani milenial dan pusat pun kini lebih ke penanganan cabai merah dan bawang merah karena itu dianggap penyumbang inflasi terbesar. Hanya di provinsi, pelatihan digital untuk petani buah-buahan sudah ada tapi belum menjangkau ke Majalengka,” ungkap Sulaeman.

Konvensional

Pemasaran hasil mangga gedong gincu pun dilakukan konvensional melalui pengusaha-pengusaha yang sudah terjalin lama. Tidak ada juga yang memperkenalkan kepada mereka tentang metoda usaha secara modern melalui teknik aplikasi digital. Sebab, sebagian besar petani mangga menjual hasilnya secara konvensional yakni kepada bandar dengan perantara telefon saja.

Dedeng yang ditemui saat menyemprot tanaman mangga mengaku tidak paham dengan aplikasi apapun selain sambungan telefon atau WA. Ia tinggal meminta sopir untuk mengirim barang dengan dibekali catatan timbangan mangga kepada pembeli.

“Pembeli ketika mendapat kiriman kembali menimbang dan tinggal mencocokkan, setelah saling setuju uang dibayar melalui transfer atau kontan dengan dititipkan ke awak armada,” katanya.

Para petani ataupun pedagang mangga inipun mengaku belum pernah mendapat pelatihan aplikasi digital soal pemasaran, mengemas mangga atau apa pun. Mereka mengemas secara tradisional dengan keranjang bambu atau mereka menyebut korang. Cara mengemasnya keranjang bambu berdiameter 50 cm dialasi kertas koran jika mangga dikirim ke Cibiting, Surabaya atau Pasar Caringin dan kembali ditutp kertas koran. Sedangkan untuk pasar lokal dikemas kertas semen.

“Kalau keranjang kecil ukuran 5 kg ada, kalau menggunakan dus mangga bergambar mangga gedong, harga dusnya saja sudah mahal, nanti harga dus dibebankan ke harga mangga jatuhnya akan lebih mahal,” ungkapnya.

Butuh inovasi

Sementara itu, produksi buah manggis di Kabupaten Purwakarta belum optimal. Dari total pohon manggis yang ada sekitar 166.268 pohon di lahan seluas 1.662, 68 hektare, hanya sekitar 171,58 hektare yang dinilai sudah produktif.

Dari pohon yang produktif itu didapatkan hasil sebanyak 4.361,7 ton buah manggis pada tahun lalu. Buah yang diproduksi itu pun disalurkan untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal maupun global atau ekspor.

Selama ini, buah manggis terbilang sebagai salah satu produk unggulan Kabupaten Purwakarta. Buah yang ditanam para petani di Kecamatan Wanayasa dan sekitarnya diklaim sebagai varian manggis terbaik di Indonesia saat ini.

Para petani buah manggis di Purwakarta justru menunggu bantuan dari pemerintah daerah. Selama ini, mereka mengaku belum melakukan inovasi menggunakan teknologi yang lebih maju.

Menurut Ketua Kelompok Tani Mukti di Desa Cibuntu Kecamatan Wanayasa, Mahmud, inovasi dibutuhkan untuk mengatasi dampak cuaca buruk bagi produksi buah. “Harapan kami ada bantuan teknologi terbaru yang bisa diikuti petani. Sejauh ini belum ada (inovasi) yang baru,” ujarnya seperti dilaporkan kontrbutor “PR” Hilmi Abdul Halim, belum lama ini.

Mahmud menyebutkan hasil panen buah manggis saat ini turun hingga 40 persen jika dibandingkan dengan 2017. Dulu, hasil produksi manggis bisa mencapai 30 ton, tetapi saat ini para petani di desanya hanya bisa memproduksi sekitar 15 ton buah manggis.

Salah satu penyebabnya adalah cuaca ekstrem. Para petani yang berjumlah 60 orang di kelompok tersebut telah melakukan berbagai upaya. Namun, upaya yang dilakukan itu sia-sia karena cuaca yang tidak mendukung.

“Kalau 15 hari saja kemarau (tidak hujan), bisa keluar lagi bunga. Tapi dua tahun ini hujan terus sampai enam bulan berturut-turut,” kata Mahmud.***

 

Editor: Suhirlan Andriyanto

Tags

Terkini

Terpopuler