Komunikatif Salah Satu Kunci Mengajari Anak Bahasa Daerah

15 Februari 2023, 22:43 WIB

SALAH satu cara untuk melestarikan bahasa daerah adalah dengan memperkenalkannya sejak dini. Tak hanya itu, diperlukan juga sejumlah strategi khusus agar bahasa daerah tetap eksis. Misalnya, dengan melihat posisi bahasa, apakah sebagai alat komunikasi, budaya, simbol, atau media asimilasi.

Antroplog sekaligus peneliti bahasa asal Rusia, Serin Pavel Aleksandrivich menjelaskan tentang perkembangan dan upaya untuk melestarikan bahasa Rusia, termasuk bahasa daerah suku bangsa yang ada di negara berjuluk beruang merah tersebut. Sebagai negara yang melewati perpecahan, Serin menyebutnya post-Soviet, Rusia memiliki 277 bahasa daerah dan dialek.

Serin menjadi narasumber pada Keurseus Budaya Sunda edisi ke-30 yang berlangsung virtual, Rabu (15/2/2023). Serin yang bekerja di Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia menghadirkan tema "Pangajaran Basa Daerah di Rusia".

Ia mengungkapkan, saat ini berdasarkan data sensus penduduk 2021, jumlah penduduk Rusia sekitar 147 juta jiwa. Sementara itu, jumlah suku bangsa mencapai 194, termasuk 25 grup etnis asing dan 44 suku bangsa yang menghuni negara-negara post-Soviet.

Jika merujuk ke bahasa, bahasa Rusia menjadi bahasa resmi negara. Akan tetapi, terdapat 34 bahasa yang berstatus bahasa resmi kedua di provinsi yang berstatus "republik". Selain itu, ada 15 bahasa berstatus bahasa resmi kedua di tempat tinggal masyarakat pribumi. Di sekolah, ada 105 bahasa daerah yang diajarkan.

Bahasa Rusia yang diajarkan di sekolah, ungkap Serin, terdiri atas dua mata pelajaran, yaitu bahasa daerah dan sastra. Di kelas bahasa daerah, murid-murid belajar tentang antara lain tata bahasa, kosakata, struktur, fonetik, dan ejaan.

“Kalau di kelas sastra, sejak sekolah dasar ada pembacaan karya seperti puisi, cerita pendek, dan rakyat. Sejak kecil, anak-anak diperkenalkan dengan sastra yang disesuaikan dengan umur," tutur Serin yang fasih berbahasa Indonesia.

Menurut Serin, ketika pelajaran sastra, murid diajarkan menulis esai yang topiknya dari buku yang sedang dibaca. Alhasil, semua anak belajar menulis esai atau karya sastra dalam bahasa Rusia. Begitu pula, saat pelajaran bahasa daerah, para murid juga harus menulis esai.

Komunikatif

Serin menyebutkan, ada banyak metode untuk mengajari anak-anak bahasa daerah. Salah satunya adalah dengan metode yang komunikatif, seperti yang dilakukan saat belajar bahasa Inggris. Misalnya dengan buku bergambar, latihan soal, dan pakai permainan yang interaktif.

"Hanya saja kalau di Indonesia kendalanya itu jumlah siswa yang terlalu banyak di dalam kelas. Proses belajar akan efektif jika kelas diisi maksimal 15 siswa, sedangkan saat ini satu kelas bisa sampai 40 siswa. Jadi untuk mensiasatinya dengan bermain sambil belajar dan terus berlatih menulis," kata Serin.

Serin menjelaskan, terdapat sejumlah strategi untuk melestarikan bahasa daerah agar tak dianggap bahasa asing, terutama untuk anak-anak. Dia menganalisis, apa fungsi bahasa daerah sekarang, sebagai alat komunikasi, budaya, simbol, atau alat asimilasi.

"Kalau sebagai alat komunikasi, maka harus terus melatih anak. Jika itu dianggap budaya, maka metode pengajarannya berbeda, sedangkan kalau jadi simbol, anak di sekolah tidak peduli dengan simbol. Selain itu, bagaimana posisi bahasa daerah, apakah bahasa pertama, kedua, atau asing? Soalnya, metode pengajarannya berbeda," ungkap Serin.

Serin tak memungkiri masih ada masalah di proses pengajaran bahasa daerah. Salah satunya adalah modal, karena ini tergantung kebijakan dan kemampuan daerah.
Tak hanya itu, terdapat juga prestise, karena sebagaian besar bahasa daerah berstatus tinggi di masyarakat penutur asli.

Meskipun demikian, kata Serin, biasanya status itu lebih simbolis atau terkait dengan sejarah dan budaya suku bangsa tertentu. Di Rusia, bahasa daerah yang masih memiliki banyak penutur di antaranya bahasa Tatar, Ukraina, Armenia, Mordovia, Bashkir, dan Azerbaijan.

Menurut Serin, masalah lain yang muncul di pengajaran bahasa daerah adalah jumlah penutur asli yang turun, ruang lingkup penggunaannya yang sempit, dan waktu jam pelajaran bahasa daerah di sekolah dikurangi. Di sekolah juga jumlah guru bahasa daerah kurang dan saat ini belum ada strategi pendukung dan perkembangan untuk bahasa minoritas.

“Saat ini, yang terjadi adalah kebingungan, seperti apa posisi bahasa daerah di kehidupan sehari-hari," ujar Serin.***

Editor: Suhirlan Andriyanto

Tags

Terkini

Terpopuler